7. It's the answer?

542 42 0
                                    

Seza dan Stevi beriringan ke kantin, keduanya saling menautkan jari tangan masing masing. Stevi selalu dibuatnya tersenyum, tak jarang juga pipinya memerah karena ulah pacarnya itu.

Ketika hendak menuju stand penjual siomay mereka bertemu dengan Nata dan Lena, Stevi menatap keduanya lalu mengalihkan pandangannya kearah Seza, berbeda dengan Lena dan Nata mereka tidak melihat pasangan itu. Setelah mengantre untuk mendapatkan dua porsi siomay dan es teh Stevi dan Seza memilih duduk di meja dekat jendela.

"Stev, nanti siang aku ada kumpul basket. Kamu pulangnya-- "

"Gapapa Za, aku bisa naik angkot kok." Potong Stevi sambil menampakkan senyumannya.

"Maaf ya," ucap Seza tak enak hati.

Lagi lagi Stevi tersenyum. Setelah itu mereka kembali memakan siomay nya. Tidak masalah untuk Stevi jika harus pulang naik angkutan umum, walaupun hal itu jarang sekali dia lakukan.

Seza menanyakan perihal masalah Stevi dengan Tomi, dengan sedikit keberanian Stevi menceritakan semuanya. Dari dia yang disuruh melanjutkan sekolah disana, sampai perihal perjodohannya.

"Maaf ya, Aku nggak bisa bantu apa-apa." Ucapan maaf kembali terlontar dari mulut Seza.

Stevi tersenyum, dia mengangguk. Satu satunya cara untuk tetap di kota ini adalah dia berhasil lolos olimpiade, hanya itu caranya.

"Maaf juga kalo aku sering sama Nata nantinya," ucap Stevi karena takut pacarnya cemburu buta dengan Nata.

Seza mengusap puncak kepala gadisnya. "Aku ngerti."

“Kamu nggak cemburu?” Tanya Stevi hati-hati.

Seza mengangkat satu alisnya, bingung. “Cemburu.” Jawab Seza jujur.

“Jadi?” Tanya Stevi lagi, dia memelankan intonasinya.

“Aku percaya kamu sayang sama aku. Kamu nggak akan ngecewain aku. Jadi cemburu itu aku kubur hidup hidup.” Seza terkekeh.

Stevi tersenyum, dia bersyukur memiliki pacar seperti Seza yang pengertian, tidak posesif dan selalu bisa membuat Stevi nyaman. Walaupun hubungannya baru sebesar biji jagung, dia yakin Seza akan menjadi yang terakhir untuknya.

••

Saat ini Stevi tengah meminum es susu di kantin, ia hanya sendiri. Ghina dan Elta sudah pulang dari sepuluh menit yang lalu, gadis itu enggan pulang untuk ke rumahnya sekarang. Pasalnya, baik di sekolah ataupun di rumah keadaan sama sama sepi dan ia membenci hal itu.

Kelima pria memakai jersey dengan model yang sama memasuki kantin, suara tawa bass khas pria memenuhi kantin yang nampak sepi. Tanpa diduga mereka duduk satu meja dengan gadis yang masih termenung dalam lamunannya, ketika salah satu pria menyenggol lengannya barulah gadis itu sadar bahwa sekarang mejanya dipenuhi lima pria yang menatapnya heran.

"Kok belum pulang?" Tanya pria yang bernomor punggung enam.

"Seza nya mana nih kok pacarnya ditinggal sendiri? Nggak takut diambil orang ya haha." Lanjutnya, dan berhasil mengundang tawa sahabat sahabat yang lainnya.

"Kumpul basket," jawab Stevi sekenanya.

Mereka semua bermanggut manggut mengerti.

"Aku antar pulang." Pernyataan pria yang bernomor punggung 14 mampu membuat orang yang berada disana menatapnya.

"Kamu ada latihan Nat," tolak Stevi.

Dan disetujui oleh sahabat sahabatnya. Sebenarnya mereka kini hanya diberi waktu beberapa menit untuk membeli minuman atau camilan, setelah itu baru mereka akan mulai latihan futsalnya.

Awareness: Is (not) The EndingOnde histórias criam vida. Descubra agora