13. Distance

438 33 1
                                    

BACA PART INI SAMBIL BUKA VIDEO YANG DI MULMED YAA

°°

Lena melirik Nata yang memakan snack nya dengan damai, dia menarik napas.

“Kamu kenapa sih jarang ada waktu buat aku?”Tanya Lena membuka percakapan diantara keduanya.

Nata berhenti mengunyah, dia menatap Lena yang menatapnya sendu. “Kita kan udah sering bareng Len.”

“Cuma berangkat, pulang doang? Gojek juga bisa kali.” Sindir Lena.

Ada apa dengan Lena?

“Hubungan kita udah satu bulan lebih, tapi kamu nggak pernah ketemu bunda bahkan sekedar mampir aja enggak. Kita jalan keluar dua minggu sekali, kadang di sekolah kamu lebih sering sama sahabat-sahabat kamu.” Keluhnya.

“Kadang aku iri sama Stevi..”

“Len—“ Nata mulai merasakan aura yang tidak enak jika sudah bawa-bawa nama Stevi ke dalam hubungannya.

“Dia lebih dekat sama kamu, dia selalu ada buat kamu. Keluarga kalian saling kenal. Sebenarnya pacar kamu itu aku atau dia?”

Nata diam, dia tidak ingin menyela Lena yang tengah mengeluarkan semua unek-unek untuk dirinya.

“Aku ngerti kalian sahabat. Tapi coba kamu rasain di posisi aku. Kamu ngebatalin janji kita dan jalan dengan Stevi? Kamu selalu memprioritaskan Stevi dalam segala hal. Kamu anggap aku ini apa? Pacar? Selingkuhan? Apa pelampiasan saat kamu bosen?”

“Maaf Nat, tapi aku nggak bisa berhenti buat cemburu.” Lena berkata melemah. Dia menyeruput es jeruknya. Tidak lagi berkata-kata.

Nata kembali memakan snack nya, dia lebih banyak diam. Daripada dia berbicara dan akhir-akhirnya membuat masalah ini semakin besar lebih baik dia diam dan mendengarkan saja.

"Nat, aku punya satu permintaan."

Nata kembali terhenti memakan snacknya dan menatap Lena, menunggu gadis itu untuk melanjutkan pembicaraannya. Apalagi sekarang?

"Aku minta kamu jauhin Stevi." Pinta Lena. Dia telah memikirkan ini matang-matang.

Setelah rangkaian kalimat itu terlontar suasana menjadi hening, Nata menatap snack nya tak berselera.

"Kenapa?" Tanya Nata memastikan. Kemarin-kemarin menurut sudut pandangnya hubungannya dengan Lena baik-baik saja.

Lena menunjukkan muka bersalah, tetapi permintaan yang sudah dilontarkannya ingin tetap terlaksana. Lebih baik mencegah daripada mengobati kan? Lebih baik menjauhkan dulu sebelum mereka tumbuh benih-benih dan Nata meninggalkannya sendirian.

"Bukan aku mau ngekang kamu, tapi kalian kelewat batas. Dengan sikap kalian yang kayak gini buat aku nggak yakin sama kamu, dan mungkin Seza pun sama."

Nata memanggut manggut tetapi tidak mengeluarkan sepatah katapun.

"Please, kalau kamu cinta sama aku. Korbanin dia buat aku."

Sama sekali tidak ada suara dari Nata, Lena menghela napas dan bersandar pada kursi.

Nata diam tapi pikirannya terus beradu.

"Ayo pulang."

Nata sudah berdiri dari duduknya, Lena mengangguk kemudian menyusul Nata berdiri mereka berdampingan berjalan namun salah satu diantaranya masih bergelut dengan pikiran dan hatinya sendiri. Sampai dirumah Lena pun, tak sepatah kata terlontar dari keduanya Nata langsung menjalankan motornya ketika Lena sudah memasuki pintu rumahnya.

Awareness: Is (not) The EndingOù les histoires vivent. Découvrez maintenant