Bukan Penyakit Biasa

3.4K 281 0
                                    

Warning!!
Jangan baca part dari BUKAN PENYAKIT BIASA. Karena pada bagian ini ceritanya tidak sampai selesai dikarenakan suatu masalah yang bisa kalian ketahui dari part selanjutnya. Jika kalian masih Kekeuh untuk membacanya, tidak mengapa. Asalkan jangan kecewa jika tidak dilanjutkan ceritanya. Aku tidak ingin membuat kalian penasaran. Tetapi ternyata takdir baik belum memihak kepadaku kali ini. Lanjut ke part selanjutnya saja ya! Happy reading, Readerswey 💚

Kali ini aku, Muhzeo, Elsa, Paul, dan Hilmi mendapat tugas untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesehatan. Memang akhir-akhir ini kami lebih sering mendapat tugas tambahan ketimbang ulangan atau teori semacam itu.

Oh iya soal kuburan yang kemarin-kemarin, ternyata kuburan itu termasuk tempat pesugihan juga. Makannya untuk saat ini, kuburan tua yang benar-benar sudah tak terurus itu di uruk dan kemudian digusur untuk pembentukan pesantren dan masjid dengan tujuan kerohanian.

Oh iya, kali ini tugasnya adalah memeriksa kesehatan di salah satu desa yang, maaf tidak bisa aku jelaskan disini. Yang jelas nama samaran desa tersebut adalah..

Desa Nereh Sepuh.

Desa ini terletak paling terpencil dan jauh dari peradaban kota. Walaupun demikian, desa tersebut tidak tertinggal oleh berbagai informasi dan komunikasi. Menurut cerita yang ku dengar, desa ini sudah berdiri sejak zaman Belanda dan namanya belum diganti hingga sekarang. Desanya cukup luas dan asri. Karena, walaupun desa ini tidak menolak teknologi, mereka enggan memakai motor untuk pergi kemanapun. Mereka memilih berjalan kaki ataupun memakai sepeda onthel antik.

Jaraknya lumayan jauh dari rumahku. Butuh sekitar 3 jam perjalanan tanpa istirahat. Jika dengan istirahat, kemungkinan akan sampai dalam waktu 4 jam.

"Kalian hati-hati ya diperjalanan. Kalau sudah sampai, kabari ibu jangan lupa"ujar Bu Tentri selaku guru yang mengadakan kegiatan ini.

"Siap Bu!"ujar kami.

Mobil yang akan mengangkut kami sudah siap. Satu kelas ini memang berpencar menjadi beberapa kelompok untuk disebarkan hingga ke pelosok daerah. Tetapi tentu akan ada pemandu dari desa yang akan kami tempati selama beberapa hari itu.

"Siap?"tanya Elsa kepadaku.

"Of course!"ujar ku sambil terkekeh.

"Sini gua bawain aja"ujar Muhzeo yang langsung mengambil alih koper di tanganku.

Ia hanya membawa tas ransel sebesar tas gunung dan tampak lebih cool dengan gaya casualnya.

"Eh, berat loh!"

"Gapapa, cowo mah strong kok!"ujarnya sambil terkekeh.

Aku hanya tersenyum dan kemudian masuk terlebih dahulu ke dalam mobil. Elsa duduk di sampingku. Kami duduk di bagian tengah. Muhzeo dan Hilmi dibelakang. Sementara Paul didepan bersama sang supir.

Seketika Muhzeo mencoel-coel kepalaku.

"Apa sih?"tanyaku kesal.

"Pindah sini sebentar. Mau nanya soal penyakit kulit nih"ujarnya sambil membuka beberapa proposal.

"Ribet!"ujar ku.

"Bisa kok! Hilmi, pindah ke depan dulu gih"suruh Muhzeo.

"Gapapa El?"tanyaku pada Elsa.

Elsa mengangguk-angguk sambil menguap. Baru dijalan saja dia sudah bersiap untuk tepar.

Kami pun pindah posisi.

"Nih coba deh. Kok aneh ya salah satu wabah penyakit di desa ini. Sumpah cuma kita doang yang dapat desa kayak gini. Yang kelompok lain tuh cuma disuruh ngecek dan tulis penyakit apa yang paling banyak diderita warga. Tetapi kalau kita, disuruh buat nanganin penyakit aneh ini"muhzeo memperlihatkan dua lembar kertas abu-abu kepadaku.

Bisikan Mereka ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang