Rumah Omah '2

2.9K 303 0
                                    

"Allahu Akbar!" Aku terbangun dengan napas tersengal-sengal dan juga keringat yang bercucuran.

Tanganku tiba-tiba saja beralih pada bagian mata. Sedikit keterkejutan timbul saat bagian tersebut terasa sembab dengan kondisi badan yang juga melemah.

"Astaghfirullah, lo gak lupa baca doa pas tidur, 'kan?" Pertanyaan Abigail itu hanya kujawab dengan tatapan saja. Bibirku masih kelu akibat rasa takut yang begitu mendera.

Saat kulihat-lihat, sepertinya dia sedang mengambil barang yang ada di kamar ini.

"Lain kali jangan lupa baca doa. Kalau bisa wudhu juga. Kalau kita jaga wudhu, InsyaaAllah, wudhu juga akan jaga malam kita. Oh iya, Omah sudah siapkan makan malam, tuh. Makan dulu, yuk!" Ia melayangkan senyum sembari menyodorkan tangannya.

Aku menatapnya dengan sedikit bingung.

"Gua tuntun lo. Kepala lo pusing, 'kan? Ayo!" Abigail menuntunku dengan telaten hingga ke meja makan. Aku benar-benar tak bisa mengontrol pikiranku sendiri. Masih terbayang di benakku mimpi buruk yang tak pernah kusangka-sangka dapat datang secara tiba-tiba.

Saat sampai di meja makan, Omah tersenyum menatapku sembari menyiapkan tempat duduk. "Nah, kesayangan Omah sudah datang. Kamu harus makan gulai ikan kesukaanmu. Biasanya kalau ke sini, kamu sering nambah, 'kan? Oh iya, ada juga muffin pisang special untukmu." Dengan penuh kehangatan, Omah menyambut kedatanganku dan langsung menyendokkan nasi juga beberapa lauknya.

"Nih, habiskan, ya!" perintahnya seraya memperlihatkan senyum menawan di usia yang tak lagi muda.

Aku mengangguk dan mulai makan. Aneh, pikiranku masih belum terlepas dari mimpi aneh itu. Kalau biasanya aku tidak akan mengingat mimpiku saat terbangun, justru mimpi buruk ini masih terngiang seakan-akan seperti terputar jelas di hadapanku.

"Dira, kenapa melamun?" Mamah menatapku dengan tatapan bertanya-tanya.

Mulutku berhenti mengunyah sembari menoleh ke arah Abigail yang masih asik makan.

Tatapanku mulai melunak dengan senyum yang sedikit dipaksakan. "Ah, enggak ada apa-apa, kok, Mah." Sesuap nasi masuk ke dalam mulut tanpa minat sedikitpun.

Meja makan memang selalu sepi kalau sedang ada aktivitas makan. Omah tidak pernah mengajarkan untuk makan sambil berbicara. Hanya dentingan sendok dan samar-samar bunyi jangkrik yang berhasil menghiasi keheningan malam ini.

"Dira ...."

Aku menoleh dengan cepat ke arah kanan. Suara tadi tepat di samping telingaku. Namun, netraku tetap tak mendapati siapapun.

"Dira .... " Kali ini pandanganku melompat ke arah kiri. Gerak-gerikku yang mulai aneh pun sudah dirasakan oleh Mamah dan Papah sejak aku datang dari kamar. Karena bahwasanya, mereka terus memperhatikanku sedari tadi.

"Ada apa, Dira? Mengapa kamu seperti orang kebingungan? Kamu cari siapa?" Raut wajah Omah terlihat bingung saat semua mulai berhenti makan.

Aku menatap mereka satu-persatu. Dengan kode tatapan, Abigail menyarankanku untuk jujur saja.

"A-ada yang panggil-panggil Dira. Saat sore tadi di halaman rumah dekat taman bunga juga. Kalau Dira ingat-ingat, suara kedua panggilan itu sama." Setelah mengucapkan itu, pandanganku tak berani melihat kepada siapapun. Aku tak ingin dituduh dengan alasan lelah, kurang tidur, halusinasi, atau apapun itu.

Mataku masih bisa melirik ke arah Omah yang nampak kebingungan. "Dari tadi Omah tidak mendengar kalau ada yang panggil kamu. Salah dengar, mungkin?" Ia mendekat sembari mengelus kepalaku dengan lembut.

"Bu." Panggilan Papah langsung membuat Omah menoleh. Tatapan matanya terlihat serius. Omah nampaknya bingung. Suasana semakin tegang saat Abigail diam saja seolah-olah tak sedikit pun penyimpan rasa penasaran dengan sikapku. Suasana di meja makan nampak mencekam.

Bisikan Mereka ✔Where stories live. Discover now