Keganjilan

3.1K 253 0
                                    

"Dih Kakak bukan sekalian!" Aku menatap kesal ke arah Kak Kenan yang sedang asik menonton televisi.

"Ya kamunya enggak bilang, sih." Kak Kenan tertawa meledek ke arahku.

"Terus aku makan apa kalau nanti bekal habis? Lagian kan wajib banget bawa mie, Kak. Huh!" Aku pura-pura menangis dan menutup wajahku dengan kedua tangan.

"Iya ... nanti Kakak jalan lagi, deh. Udah tinggal mie aja? Kamu tuh ribetnya gak bawa mie, udah kayak enggak bawa tenda tau gak?" Kali ini tawanya lepas.

Aku tambah kesal saja mendengar ledekannya itu.

"Now, kamu tidur, ya. Nanti Kakak beli di warung. Ponselmu mana?" Ia menyodorkan tangannya sembari menatapku dengan sorot mata seperti orang mengintimidasi.

Aku menunjukkan ponselku tanpa ragu. Dengan sergap ia mengambil ponselnya dari tanganku.

"Malam ini, enggak ada begadang ataupun main handphone. Tidur!" Tatapan matanya nampak serius tanpa tawa sedikit pun .

"Loh, nanti aku bangun, bagaimana? Kalau aku telat, bagaimana?" tanyaku yang memang selalu mengandalkan alarm untuk bangun pagi

Ia tersenyum sembari mengelus kepalaku. "Nanti Kakak bangunkan, kok. Tidur, ya!" Nada bicaranya terdengar lembut. Aku hanya bisa pasrah seraya mengembuskan napas kasar.

"Senyum, dong!" Baru saja adegan serius, kini ia sudah meledekku kembali.

"Hm." Aku segera meninggalkannya yang masih di ruang makan.

Memang dasar, ya! Yang namanya lelaki itu, menyebalkan!

👀

"Nunggu lama,  enggak?" tanyaku saat masuk ke dalam mobilnya.

Ternyata Kalista memang tipikal orang yang sangat disiplin dan tepat waktu. Buktinya saja acara dimulai pukul tujuh, dia sudah sampai di rumahku pukul enam. Ya Ampun! Benar-benar calon orang sukses!

"Gak, kok! Papah, jalan, ya!"

Di sepanjang perjalanan, kami hanya membahas hal apa yang kira-kira akan kami dapatkan nanti. Kalista ini pintar, tapi tentunya bukan orang yang terlalu kutu buku sekali. Orangnya lumayan humble dan friendly detected.

Setelah sampai di sekolah, kami langsung berlari masuk karena ada beberapa persiapan yang harus dilakukan sebelum apel mulai.

Awal-awal aku datang kesini, sejujurnya belum ada kendala dalam segi apapun. Namun, saat apel hampir selesai, tiba-tiba saja banyak calon anggota OSIS yang pingsan. Rata-rata yang tidak dapat melihat Mereka, akan berpikir itu adalah hal yang lumrah sehabis upacara apel, tapi bagiku, yang menyebabkan mereka roboh adalah makhluk besar di dekat pohon sekolah. Entah maksud apa makhluk itu melakukannya. Aku hanya bisa diam dan enggan terus-menerus menatap makhluk itu. Aku tak ingin makhluk itu mengetahui, bahwa aku dapat melihatnya.

"Apel selesai. Laporan selesai."

"Bubarkan!"

"Siap bubarkan!" Instruksi dari pembina membuatku lumayan agak lega.

Berdiri dalam waktu satu jam setengah memang butuh banyak tenaga. Beruntung aku sudah sarapan dari rumah. Selesai upacara, para siswa langsung bersiap berhamburan ke dalam kelas.

"Bagi siswa-siswi harap tidak ada yang meninggalkan lapangan. Karena akan dibagikan kelompok,"ujar kak Quila.

Beruntunglah aku belum sempat ke luar dari barisan. Mereka yang sudah lari, langsung berbaris kembali ke lapangan.

"Baik. Kalian semua akan dibagi dalam enam kelompok yang terdiri dari sepuluh orang. Untuk kelompok pertama akan dipandu oleh kak Gabriel. Kelompok ini diisi oleh Jenda, Keke, Aurel, Urin, Titin, Umay, Eric, Fauzan, Pandu, dan juga Geral." Kak Quila dengan telaten terus menyebutkan nama demi nama yang ada di dalam selembar kertas yang ia pegang.

Bisikan Mereka ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora