Ternyata?

2.7K 264 4
                                    

"Woi! Bangun, woi!" Teriakan keras seorang membuatku langsung mengerjapkan mata dan menetralkan cahaya yang mulai masuk.

"De, bangun, De! Sudah jam tiga, nih." Kalau kakak kelas perempuan yang membangunkannya, tentu saja menggunakan kalimat yang lembut dan penuh perhatian.

Satu persatu dari kami pun terbangun. Hawa kantuk masih hinggap dan mata pun masih meminta haknya untuk terpejam.

"De, ambil wudhu kita sholat malam bersama-sama di lapangan, ya! Bawa koran, 'kan?" Pertanyaan Kakak kelas tersebut langsung membuat kami semua mengangguk.

"Iya, Kak." Aku sedikit terkekeh saat mendengar banyak suara orang khas baru bangun tidur.

"Dipercepat, ya, De!" ujarnya dan langsung meninggalkan kami.

Kami semua langsung memakai sendal dan membawa peralatan sholat menuju ke lapangan. Aku hanya bisa memejamkan mata sambil berdiri saat antrean wudhu terlihat sangat panjang.

Setelah lelah mengantre dan berwudhu, semua langsung berkumpul di lapangan yang telah digelarkan koran masing-masing.

"Sudah terkumpul semua, ya?" tanya pak Isyandu sembari membenarkan kopiahnya.

"Sudah, Pak!" sahut kak Quila mewakili kami semua.

"Baiklah. Ayo, rapatkan dan luruskan shafnya!" Suasana langsung hening dan terasa sejuk.

"Allahu Akbar ...."

"Hai, Dira! Kamu bisa sholat, ya?"

"Mari temani aku bermain!"

"Dira, ayolah!"

"Jangan dengarkan bapak tua di depan sana. Temani aku bermain, yuk!"

"Dira, kemarilah!"

Suara-suara aneh itu begitu menyayat telinga. Energiku kian terkuras dan semakin lemas. Ada sesosok makhluk yang berusaha menarikku dengan kuat. Rasanya, aku seperti diombang-ambingkan.

"Assalamualaikum warahmatullah ...."

"Assalamualaikum warahmatullah ...."

Aku langsung tersungkur dan tak mengingat apa-apa lagi.

👀

Aroma minyak angin melekat di indra penciumanku. Mataku mulai mengerjapkan secara perlahan.

"Alhamdulillah." Orang-orang di sekitarku tersenyum ketika melihatku sadar.

"Kamu tidak apa-apa, Nak?" Pak Isyandu terlihat menutup minyak angin dan tersenyum ke arahku.

"Enggak apa-apa, Pak. Cuma lelah mungkin," jawabku sedikit berbohong.

Beliau tersenyum sembari menepuk pundakku. "Kamu bukan kelelahan, Nduk, tapi seperti ada yang berusaha menarik perhatianmu melalui hal tak kasat mata. Kamu bisa merasakannya tidak, Nduk?" Pertanyaannya langsung kubalas dengan anggukan.

"Bisa, Pak, tapi saya terlalu lemah untuk mengalahkannya," sahutku yang masih dalam keadaan lemas.

"Kamu tidak lemah, Nduk. Hanya saja fisikmu sedang tidak mengimbangi imanmu. Walaupun iman kuat, tetapi kalau fisik sedang tidak bersahabat, terkadang makhluk-makhluk itu lebih mudah mendekati kita," jelasnya yang langsung membuatku paham.

"Perbanyak sholatmu, Nduk. Bapak takut sesuatu terjadi padamu." Suaranya penuh dengan wibawa dan kelembutan.

"Terima kasih banyak, Pak" aku tersenyum sembari mengangguk tanda mengerti.

Bisikan Mereka ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang