A Piano.

2.9K 292 0
                                    

"Ergh ... Euh ...." Aku mengulat sembari menoleh ke arah Abigail yang tidur di kasur bawah.

Bukan tanpa alasan aku memintanya untuk ditemani tidur. Namun, trauma kemarin malam masih membekas di pikiranku. Ditambah lagi dengan suara mengganggu waktu itu.

Ding dong ....

Ding dong ....

Kalau diingat-ingat, suara itu berasal dari jam di ruang tamu saat waktu menunjukkan tepat pukul 12 malam.

Aku berinisiatif untuk tidur kembali, tapi konyolnya ... rasa kantukku hilang tak berbekas. Padahal aku baru tertidur sekitar dua jam saja. Pandanganku langsung mengarah pada Abigail yang nampak tertidur pulas. Sepertinya ia sudah cukup terbiasa dengan bunyi jam tua yang sering berdenting pukul dua belas malam. Napas yang semula tertahan pun akhirnya ke luar dengan sedikit paksaan. Seharusnya tak ada yang perlu ditakuti malam ini. Karena ada Abigail yang menemani. Kalaupun ada sesuatu yang janggal, bukankah akan lebih mudah jika aku langsung membangunkannya? Kuenyahkan segala pemikiran burukku dan mulai merebahkan diri kembali.

Do ... si ... re ... mi ... fa ... sol ....

Bunyi khas dari alat musik piano berhasil membuatku sedikit terkejut. Siapa yang memainkannya malam-malam seperti ini?

Do ... re ... mi ... fa ... sol ... si ... do ....

Aku merasakan hal ganjil saat mengingat-ingat mengenai setiap ruangan di dalam rumah ini. Memang benar kalau di rumah ini ada ruangan khusus untuk menyimpan piano. Namun, bukankah kata Omah ruangan itu telah lama ditutup dan ia sudah lupa tempat terakhir kali menaruh kuncinya? Lantas, mengapa malam ini aku dapat mendengar suara itu? Apakah Omah yang memainkannya? Ah, sepertinya tidak mungkin.

Tuk ... Tuk ... Tuk ....

Suara detak jarum jam dapat kudengar dengan jelas bersamaan dengan suara jantungku yang berdetak cukup cepat. Dengan ditemani cahaya yang agak meremang, sudah dapat dipastikan kalau tak ada siapapun di kamar ini selain diriku dan juga Abigail.

Do ... do ... si ... do ... re ....

Tokek ....

Suara piano itu muncul lagi. Kali ini suaranya bersamaan dengan suara binatang yang sering disangkut-pautkan dengan hal mistis.

"Gail ... Gail ...." Tubuhku sedikit condong ke bawah agar dapat menggapai dirinya. Tanganku menggerakkan tubuhnya yang tertidur pulas.

"Gail ... bangun!" Suaraku bertambah satu oktaf lebih tinggi. Refleks badannya hanya bergeser beberapa senti dan kemudian terlelap kembali. Sepertinya aku salah memilih orang untuk menemani. Aku mulai kesal dan memukulnya dengan guling.

"Huh, dasar keb-"

"Dira ... Dira ...."

Aku menoleh ke arah pintu kamar. Jika tak salah dengar, telingaku menyebutkan bahwa suara tersebut berasal dari sana.

"Kemarilah! Apakah kau tidak merindukanku barang sedetikpun?"

"Ayolah!"

Mataku tak dapat berkompromi dengan baik. Ia terus mencari-cari asal suaranya. Rasa takut yang berlebihan membuatku meneguk ludah sendiri. Perlahan namun pasti, selimut yang menutupi tubuhku itu kusingkirkan. Kakiku cukup bergetar saat dipaksakan berjalan. Derap langkahku tertahan agar tak ada suara bising yang tercipta.

Ceklek ....

Tanganku sedikit gemetar saat memegang knop pintu. Deru nafasku sudah tak beraturan lagi. Jantungku berdetak kencang seakan tak mau mereda.

Bisikan Mereka ✔Where stories live. Discover now