Tentang Mamah

3.1K 260 0
                                    

"Aaa!!! Aargh!!!"

"Astaghfirullah, Mah! Sudah istighfar, Mah!" Tanganku sudah tergerak untuk mengelus pundak Mamah yang tampak menegang. Kerudungnya sudah acak-acakan akibat pemberontakan yang dilakukannya.

"Seram! Seram, Dira! Mamah takut!" Ia menarik bantal hingga keluar dari sarungnya.

"I-iya, Mah, Dira tau. Jangan dilihat! Coba baca-baca surah, Mah." Refleks, aku langsung memeluk tubuhnya dan mengelus punggungnya.

"Tapi tadi bentuknya seram banget Dira! Mamah takut." Bibirnya terlihat bergetar. Tangisnya terdengar semakin histeris.

"Ayo, Mah, ikuti Dira, ya?" pintaku seraya memegang erat tangannya.

"Astaghfirullah.. Astaghfirullahaladzim," tuntunku dengan perlahan.

"Astaghfirullah.. Astaghfirullahaladzim," ucapnya dengan bibir yang semakin bergetar hebat.

"Coba mah dibaca dua ayat terakhir dari surah Al-Baqarah." Matanya mengarah kepadaku. Sepertinya ia memastikan apakah semua akan baik-baik saja? Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Ia mulai melafalkan surah sembari memejamkan mata.

Getaran tubuhnya mulai tak terkontrol. Perlahan ia membuka matanya dan menatap mataku dengan intens sebelum akhirnya melihat ke segala arah.

"Huft, Alhamdulillah. Terima kasih, sayang." Ia memelukku dengan erat.

Awalnya aku sedang berlatih tarian di kamar. Namun, tiba-tiba saja ada suara teriakan melengking dari dalam kamar Mamah. Kakiku bergerak cepat ke kamarnya untuk memastikan keadaannya.

Sekelebat makhluk ke luar dari kamar mamah. Kurang ajar! Pasti makhluk itu habis berkenalan dengannya.

Tanganku menggapai knop pintu dengan sedikit terburu-buru. Mataku terbelalak saat melihatnya yang tengah menutup wajah dengan bantal. Hampir mirip seperti orang yang seperti ingin mencoba bunuh diri.

Ya, kejadian seperti inilah yang sering mamah alami setelah mati suri waktu lalu. Ia jadi lebih sering melamun dan teriak histeris. Awalnya Mamah ikut test psikologi seperti waktu aku kecil dulu. Namun, ternyata Papah tidak mendeteksi adanya penyakit kejiwaan dalam dirinya.

Jadi jelas bahwag yang mamah alami itu adalah masalah penglihatan. Namun, bukan mengenai kebutaan atau semacamnya, melainkan penglihatan atau mata batinnya mulai terbuka.

Kadang kalau Kak Kenan tengah sendirian pun ia merasa kelelahan menghadapi Mamah yang kejadiannya selalu seperti ini. Kami selalu mengkhawatirkan kondisinya yang semakin memburuk. Apalagi jika ia sendirian di rumah.

Pernah waktu itu, ketika aku sekolah dan kebetulan kak Kenan harus berangkat cepat untuk kuliah, sedangkan Papah pun harus mengurus pasiennya yang sedang mengalami gangguan kejiwaan. Denhan berat hati, kami semua terpaksa meninggalkan Mamah sendirian di rumah. Dia berjanji bahwasanya ia akan baik-baik saja.

Namun, ketika aku pulang terlebih dahulu dari yang lain, Mamah sudah tergeletak tak sadarkan diri di ruang tamu. Barang-barang sudah berhamburan di mana-mana. Sekujur badannya hampir membiru. Jelas kala itu aku langsung panik dan membawanya menuju rumah sakit.

Kata dokter, Mamah mengalami depresi berat. Penyebab sepele, ya, karena ketakutan yang begitu menekan pikirannya. Jelas saja setelah mendengar penjelasan dokter, dapat kami simpulkan bahwa Mamah seperti baru saja diganggu oleh "Mereka".

Sesaat setelah sampai di rumah, darahku mendidih seketika. Aku berteriak bak orang kesetanan. "Siapa yang sudah ganggu nyokap gua! Ke luar lo, setan! Sini takutin gua aja! Pecundang lo beraninya cuma sama yang masih lemah!" Mataku menatap tajam ke segala penjuru ruangan.

Bisikan Mereka ✔जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें