Cokelat

17 7 4
                                    

Hari itu merupakan hari yang berat bagi Tom. Teman kita yang bersirip kehijauan itu terbangun nyaris kalau matahari tepat di atas kepala, yah, walau sebenarnya jarak matahari ke Bikini Bottom tentunya tidak sedekat itu. Namun dari matanya yang memerah dan beberapa botol minuman keras yang tergeletak di samping kasurnya, jelas bahwa malam yang ia lalui sebelumnya sangat berat. Atau dsri satu hari sebelumnya? Satu minggu? Satu tahun? Entahlah.

Dengan langkah berat ia berjalan (Atau berenang? Tapi kakinya menginjak lantai) menuju kamar mandi. Pria itu mengusap wajahnya dengan air dingin, kemudian menyikat giginya perlahan. Tom sesekali berjengit karena sakit kepala yang ia rasakan. Ugh, di mana istrinya sekarang?

Ia menanggalkan baju tidurnya, kemudian mengambil polo ungu yang biasa ia kenakan sehari-hari. Apakah hari ini sebaiknya ia buka toko? Ah, mungkin tidak perlu. Atau mungkin ia akan buka sore hingga malam nanti saja.

Ia berjalan turun menuju lantai satu, menuju dapur dan menemukan selembar kertas kecil yang ditempel ke kulkas dengan magnet.

Pergi belanja, kemudian menghampiri ibu sebentar. Hangatkan saja makanan dari kulkas!

XOXO

Lelaki itu mengembuskan napas panjang. Ia membuka kulkas. Matanya terpaku pada semangkuk sup entah berisi apa yang sudah memiliki bunga es di atasnya. Ia mengambilnya, mengambil sendok dari laci kemudian memakannya langsung tanpa perlu ia hangatkan.

Tepat saat itu, suara ketukan pintu terdengar. Ia terpaksa menaruh mangkuk itu ke meja makan. Meregangkan kedua tangannya, kini Tom sudah terbiasa dengan tubuhnya. Ia membuka pintu rumahnya dengan senyum.

"Selamat siang, Tuan!" Seekor, sebuah, atau seorang spons dengan penuh lubang dan senyum penuh semangat menyambutnya. "Apa Anda mau membeli cokelat?"

Baru saat itu Tom sadar si pemuda kotak membawa berkeping-keping cokelat batangan di tangannya. Begitu pula dengan sosok yang menemaninya, seekor bintang laut merah muda yang hanya mengenakan celana (Tom bisa lihat bintang laut itu menyematkan lusinan cokelat di antara bokong dan karet celananya).

"Ini dia!" Si kuning kotak menunjukkan salah satu cokelatnya.

"Cokelat?" Tom mengernyitkan dahi, siapa orang aneh yang menjual cokelat dari pintu ke pintu di siang bolong begini? "Apa kau bilang cokelat?"

Si bintang laut mengangguk. "Iya Tuan," jawabnya dengan penuh percaya diri, "yang pakai kacang atau tidak?"

Kernyitan Tom makin dalam. Dia sadar betul dirinya alergi kacang, tetapi keberadaan kacang pada cokelat menciptakan rasa yang begitu unik dan renyah, membuat siapapun menginginkannya.

"Cokelat?" tanya Tom sekali lagi. Kini, sepertinya salah satu saraf di otaknya putus karena setelahnya ia berteriak, "COKELAAAAAT! COKELAT, COKELAAAAAAT"

Bocah kotak dan bocah bintang terkejut. Seraya saling tatap canggung, keduanya berjalan mundur perlahan, dan tanpa aba-aba lari tunggang-langgang membiarkan Tom berteriak-teriak layaknya orang gila.

Mungkin sekitar 5 menit Tom berteriak kesetanan seperti tadi. Setelahnya ia tersengal-sengal. Ia berlutut, mengatur napasnya.

Kerasukan apa dia tadi? Dewa cokelat? Memangnya dewa semacam itu ada?

Namun saat ia meneriakkan kata-kata sakral tadi, rasa hangat dan aman menyelimuti dirinya. Ia berkeringat, seakan-akan baru saja berolahraga dan telat mencapai kahyangan saking puasnya.

Apa itu kuncinya? Obat dari depresi berkepanjangan yang dia alami?

Ia segera masuk kembali ke rumah, kembali ke kamarnya di lantai atas dan membuka peti yang tersembunyi di antara lemari-lemari. Terlihat berlembar-lembar uang ada di dalamnya. Dengan cepat, sirip kuning-kehijauan pria itu mengambil dan menyelipkan uang-uang itu di dalam kantongnya.

Istrinya tidak akan marah, 'kan? Ini genting, berpengaruh pada kesehatannya. Ah, lebih tepatnya, kewarasannya.

Entah sudah berapa jauh Tom berlari seraya meneriakkan kata-kata yang sama: cokelat

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Entah sudah berapa jauh Tom berlari seraya meneriakkan kata-kata yang sama: cokelat. Namun dua bocah tadi masih belum dapat ia temukan. Pria itu membatin, memanjatkan harapan dan doa-doanya pada dewa cokelat yang ia pikir benar-benar ada.

Namun oh, Demi Neptunus, kedua bocah tadi terlihat di pinggir jalan layaknya fatamorgana. Semuanya terasa begitu lambat. Tom berlari, berteriak, berhasil sudah ia mendapatkan panasea yang ia butuhkan.

"Jangan sakiti kami!" rengek dua bocah tadi, saling berpelukan dan penuh air mata. Sepertinya si bintang laut kencing di celana.

"Akhirnya!" teriak Tom, matanya masih merah. "Selama ini aku berusaha menangkap kalian! Sekarang aku dapatkan kalian, dan aku ingin ...."

Pria itu mendadak tersenyum, lalu dengan suara lembut dan tangan penuh uang berkata, "Ingin membeli semua cokelat-cokelatmu!"

Istrinya tidak akan marah.

---

A

gak antiklimaks karena kita semua pasti tahu endingnya gimana 😔

Tema hari ke-6: buat cerita dengan latar Bikini Bottom!

Ideku gak nyampe mau nulis apa. Pas nulis ini aja aku ngerasa deja vu, kayaknya aku pernah nulis ulang cerita Tom pecinta cokelat ini ....

Sekian, sampai jumpa besok/malam nanti!

Pola Laju Masa LaluWhere stories live. Discover now