Piknik

8 2 0
                                    

Aku menuangkan jus jeruk ke gelas ibu. Terlihat dingin dan menyegarkan di bawah terik matahari pagi ini. Entah mengapa ibu memintaku dan Sarah melakukan piknik kecil-kecilan di akhir minggu ini.

"Ibu bilang ibu bosan di rumah melakukan ini-itu-ini-itu," ucap Sarah, adikku yang baru saja memasuki sekolah dasar dan banyak bicara. Ibu mengikat rambutnya menjadi dua, menjuntai ke bawah seperti ekor kuda di sisi kiri dan kanan. Tiap dia secara tidak sengaja menatap rambutnya sendiri, ia menggelengkan kepalanya agar rambut itu terus berkibar.

"Cukup, sayang." Ibu mengelus kepala adikku, kemudian menjawil dagunya hingga Sarah mengerucutkan bibirnya. Ibu terkikik. Ia mengambil gelas yang baru saja kutuang, meminumnya lalu mengecap. Matanya memandang hampa pintu rumah yang tertutup rapat. "Sayang ayah masih harus bekerja di hari libur. Kalau saja ayah bisa pulang, mungkin kita bisa piknik di tempat yang lebih pantas."

"Di sini juga tidak apa, kok." Aku menuangkan jus lagi, kali ini untuk diriku sendiri. "Asal ada ibu dan Sarah, bukankah rasanya sudah lengkap?"

Ibu tersenyum tipis. Aku tidak tahu merespons apa. Aku hanya meneguk jusku, merasakan udara melewati kerongkonganku yang kering.

Sarah mengangguk. Tangannya sibuk membetulkan gaun musim panas biru mudanya. "Ibu, aku mau roti."

Ibu tersentak, kembali ke realita. Ia menyelipkan rambut panjangnya ke balik telinga, membuka keranjang yang baru saja kita susun isinya 10 menit yang lalu. Ia mengambil dua helai roti, meletakkannya di atas piring putih kemudian mengolesnya dengan selai kecokelatan.

Maniknya menatapku sekilas. "Kau mau juga?"

Aku mengangguk kecil.

"Buka mulutmu, Sarah." Ibu pun mengambil salah satu roti yang sudah ia oleskan, mengudarakannya seakan-akan selembar roti yang telah ia lipat dua itu pesawat terbang yang kemudian mendarat di mukut kecil Sarah. Perempuan kecil itu tergelak, lalu mengunyah rotinya tanpa suara.

"Kalau kau tak perlu ibu perlakukan seperti itu, 'kan?" Senyum simpul ibu yang sangat kurindukan terpatri. Aku merasakan angin dingin menyapu leherku, membuatku merinding.

"Leo," suara ibu tersela bunyi denging, "kau sudah besar."

Aku mengambil porsiku, menggigit roti itu yang terasa ringan dan hambar.

"Memang," ucapku. "Memang ...."

Suara denging itu terdengar lagi. Tiba-tiba pandanganku gelap, lalu cahaya putih membutakanku.

Aku kembali di ruang kelabu dengan dinding kedap suara dan pintu bertuliskan EXIT beberapa meter di hadapanku.

"Waktumu sudah habis." Suara yang terdengar dingin dan tak berperasaan itu keluar dari headset yang kukenakan. "Terima kasih sudah menggunakan layanan kami. Silakan melakukan pembayaran simulasi Anda."

Aku menyelipkan ibu jariku ke dalam kacamata VR yang kukenakan, membiarkan air mataku mengalir keluar agar pandanganku tidak memburam. "Aku minta perpanjangan waktu," ucapku.

"Baik."

Cahaya putih kembali membutakan penglihatanku.

---

Tema: Buatlah cerita dengan tema, "Liburan bersama keluarga."

Dikit gak papa, yang penting ada usahanya 🤏🏻

Pola Laju Masa LaluWhere stories live. Discover now