Matcha Pavlov

4 0 0
                                    

Ting!

Asoka meraih ponsel pintarnya yang dari saku jeans. Matanya yang sayu menatap layar bercahaya menampilkan nama Kang Catur di notifikasinya. Ibu jarinya mengetuk nama itu.

Sok ... Dika udah mau sampe. Titip dulu ya ... maaf masih harus jaga cafe. Rame, pada malmingan .... Tolong disambut hangat. Kalian keluarga, jadi harus dekat ....

Pemuda itu mencabut batang rokoknya dari mulut, kemudian membalas.

Santai Kang, lagi di kosan juga kok. Gak ada kerjaan.

Tak lama, pesan itu dibalas dengan sticker terima kasih dengan gambar bunga-bunga di belakangnya. Asoka tertawa kecil melihat sticker yang sering dipakai bapak-bapak tua di kompleks perumahannya.

Suara derum mobil terdengar, lalu lajunya terhenti. Spontan Asoka menatap ke arah pintu gerbang kosan. Terlihat seorang pemuda keluar, membuka gembok gerbang kemudian mendorongnya terbuka.

Asoka meninggalkan rokoknya di atas asbak. Ia meninggalkan balkoni kamarnya, lalu bergegas turun untuk membantu. Ketika ia sudah di luar, dilihatnya mobil telah masuk dan garasi mobil telah dibuka. Matanya terfokus pada wanita seumuran Kang Catur yang baru saja ia ajak bicara.

Ia menghampiri wanita berkacamata itu seraya tersenyum. "Tante, ini Aso--"

"Ya ampun!" Wanita yang telah berkeriput dengan sedikit uban di rambut panjangnya langsung memegang kedua pipinya. "Asoka, udah lama ya kita gak ketemu?"

Senyum ramah-tamah Asoka kini berubah jadi senyum sok menggemaskan. "Iya nih, Tan. Gak inget juga aku kapan terakhir kita ketemu."

Wanita itu melepas pegangannya, lalu berkacak pinggang. "Makin ganteng aja kamu. Oh, boleh minta tolong gak? Kamar Dika untungnya di lantai bawah sih, jadi gak begitu susah buat angkat-angkat barangnya. Tapi lumayan banyak, nih ... maklumlah maba, pertama kali ngekos."

"Aman aja, Tan." Pemuda itu memberikan ibu jari.

"Mas Oka."

Asoka menoleh, mendapati pemuda yang umurnya tak terpaut jauh dari dirinya telah membuka bagasi mobil. Wajah pucatnya memantulkan cahaya rembulan. Ia pun menghampiri anak yang baru saja lulus sekolah menengah atas itu.

"Tante buka pintu kamarnya dulu, ya!" Ucapan itu diikuti suara gemerincing kunci yang baru saja keluar dari tas kecil sang ibu. Asoka membalas dengan anggukan. Ia pun kembali menatap sepupu tak sedarahnya itu.

"Bawa PC, Dik?"

Anak itu mengangguk dengan wajah tak berekspresinya. Sebenarnya Asoka tidak begitu kaget. Ia paham betul Dika gemar memainkan game FPS di waktu senggang ... pun jika tidak, Dika pasti akan menyediakan waktu untuk itu. Dilihatnya Dika dengan hati-hati mengangkan PC itu, sementara ia membawa sebuah box dan koper dari bagasi.

Barang-barang sudah habis dikeluarkan dalam dua kali jalan. Sebelum sang ibu pamit untuk pulang, ia berulang kali mengecup pipi kanan dan kiri Dika. Anak itu masih saja mempertahankan wajah datarnya, walau dalam hati Asoka yakin ia sangat malu.

Kedua pemuda itu mengantar sang ibu kembali ke mobil. Sempat wanita itu menepuk bahu Asoka. "Tante titip Dika, ya. Anaknya nurut kok, tapi tolong dijaga aja."

Dika yang dibicarakan menggerutu. "Mah, udah ah ...."

Wanita itu pun memasuki mobil, lalu dengan senyum yang lesur meninggalkan kosan itu.

Asoka terus berusaha untuk membaca ekspresi Dika. Di balik wajahnya yang kaku, ia tahu Dika masih merasakan sedikit rasa takut dan resah. Asoka pun beberapa kali menepuk bahu Dika.

Keduanya pun berjalan santai ke arah kamar Dika. Suara jangkrik mengerik dan sedikit kegaduhan para lelaki memainkan game di ponsel pintar masing-masing meriuhkan malam itu.

Tepat ketika mereka mencapai pintu kamar Dika, Asoka menyenderkan punggungnya ke pagar tangga di sisinya. "Jadi mau beberes dulu malem ini?"

Dika mengangguk kecil. "Mau set up PC dulu kayaknya."

"Mau Mas bantu gak?"

"Gak papa Mas, aku sendiri aja."

Asoka tersenyum tipis. "Mau kopi atau matcha?"

Alis Dika terangkat, agak terkejut dengan pertanyaan itu. "Kayaknya aku gak ngopi dulu malem ini." Suaranya pelan, cenderung sungkan. Asoka tersenyum tipis.

"Ya udah, matcha, ya."

"... Makasih, Mas."

Asoka melambaikan tangan, diikuti Dika dengan senyum canggungnya memasuki kamar.

M

ungkin sekitar setengah jam kemudian Asoka kembali ke lantai satu. Ia membawa satu gelas tinggi berisi matcha latte yang sering ia buat di cafe Kang Catur. Agak lama juga Dika membuka pintu. Saat anak itu keluar, Asoka dapat melihat PC RGB-nya sudah menyala dan kasurnya dipenuhi dengan baju-baju yang belum dimasukkan ke lemari.

"Wah," Dika menerima minuman dingin itu dan menatapnya takjub, "aku lupa Mas barista. Makasih banyak, loh."

"Welcome gift." Asoka tersenyum bangga. "Met main."

Dika mengangguk. Senyumnya kini terlihat lebih lembut.

Pukul dua malam, Asoka masih berdiam di balkoni kamarnya. Sudah empat putung rokok dingin terkumpul di asbaknya. Matanya berfokus pada game moba yang ia mainkan di ponsel pintarnya.

Tiba-tiba sebuah notif masuk. Sayangnya ia belum dapat mengeceknya. Setelah kata defeat keluar dari ponselnya, akhirnya ia membuka aplikasi pesan singkatnya.

Matchanya enak Mas, thank you. Lain kali aku beliin Mas makanan enak.

Pesan itu merupakan pesan pertama di room chat mereka. Sedikit rasa keberhasilan timbul di hati pemuda itu. Kata-kata Kang Catur masih ia ingat.

Kalian keluarga.

Asoka pun mengetikkan pesan balasan.

Santai aja, Dik. Jangan bergarang btw.

Pesan itu tidak dibalas. Namun setidaknya, anak uang dari dulu ia kenal jarang sekali berbicara akhirnya mulai berinteraksi dengannya.

Keesokan malamnya, Asoka memberikan anak itu segelas matcha lagi.

Pun keesokan malamnya lagi.

Lalu malam berikutnya, dan malam berikutnya lagi.

Setelah dua minggu penuh ia memberikan anak itu segelas matcha dingin, sayangnya ia mendapatkan shift malam yang rasanya tidak ada akhirnya. Di kala ia tengah menyesap americano yang baru saja ia buat untuk dirinya sendiri, ia mendapatkan satu pesan baru. Asoka pun mengambil ponsel di saku jeansnya.

Pesan dari Dika.

Mas, gak ngasih matcha? Sini, sambil temenin main.

Asoka terkekeh.

Masih gawe. Nanti deh ya, kubikinin mungkin jam 11 nanti.

Balasan Dika cepat.

Ok, ditunggu. Aku belum tidur kok jam segitu.

Pemuda itu mendengus. "Kebiasaan," bisiknya pada dirinya sendiri. Ia pun mengetuk profil Dika, lalu menulis ulang nama kontaknya.

Matcha Pavlov

---

Tema: Makanan/minuman favorit kalian dengan tokoh utama kebalikan dari gender kalian.

Kenalin, Asoka dan Dika ✨

Aku sayang Asoka dan Dika. Tapi rasanya masih belum begitu terpoles karakternya ... aku belum bikin typing tiap karakternya beda-beda di sini huhuhu.

Aku seneng banget nulis tema hari ini, rasanya ngalir dan tiba-tiba aja aku udah nulis banyak.

Pola Laju Masa LaluWhere stories live. Discover now