Eat the Rich

4 1 0
                                    

Awalnya, ini semua hanya rencana perampokan. Namun di malam dingin itu, Dexter bertindak terlalu jauh.

Bulu kuduknya berdiri kala udara dingin ibu kota menyapu lengannya. Pemuda itu mengencangkan masker oksigennya. Matanya melirik rumah rupawan di hadapannya. Sunyi, berbinar akan cahaya lampu yang menyilaukan.

Ia menyembunyikan tubuh kurusnya di balik bayangan-bayangan pagar dan tiang. Tiap ia melangkah mendekati sisi rumah, ia menoleh ke belakang, memastikan jejak langkahnya tidak terlihat.

Ah, persetan dengan tanah retak itu. Ia remuk-remuk saja dengan sepatu butsnya.

Dexter tahu rumah itu kosong. Setidaknya, itu gosip yang ia dengar. Dan dari gosip itu pula ia mengetahui bahwa terdapat brankas rahasia di basemen bawah tanahnya.

Tubuh kurusnya menyelip di antara jendela besi. Lelaki itu meringis. Terlalu mudah.

Lelaki itu mengibaskan sepatu butsnya di atas karpet yang berwarna senada dengan tanah. Furnitur rumah itu mewah, bertemakan warna krem dengan aksen putih. Lelaki itu bersiul, kagum.

Setelah ini, ia harus berterima kasih pada ibu tua yang menyebarkan gosip ini. Pasti pemilik rumah ini kaya, dan pasti uang pemilik rumah ini banyak, bukan?

Langkah ringannya mengelilingi rumah. Dimulai dari ruang makan, dapur, ruang tamu, dan berakhir di ruang kerja yang dipenuhi rak-rak buku besi.

Lelaki itu sempat bersin, terlalu banyak debu di sini. Matanya menelisik tiap sisi ruangan. Terlihat sebagian karpet yang tak selusuh karpet lainnya, seakan-akan bagian karpet itu sering terlipat sehingga tak terekspos debu. Menggunakan kakinya, ia mengangkat karpet itu.

Bingo, terdapat pintu kecil dengan lubang sebagai gagangnya. Ia membukanya. Terlihat sebuah tangga dan ruangan yang temaram di bawah sana. Pemuda itu langsung melompat masuk.

Ruangan itu sebuah lorong. Lorong yang pendek dengan pintu tertutup rapat di ujungnya. Tanpa banyak pikir, ia berjalan cepat dan membuka pintu di hadapannya.

Ruangn itu penuh dengan cahaya artifisial dan pepohonan.

Pe. Po. Ho. Nan.

Lelaki itu menyeringai, kemudian membuka masker oksigennya. "Ini surga!"

Ia berlari ke arah salah satu pohon. Ia memeluknya, mengendusnya, sedikit menjilatnya karena ia penasaran apa rasanya objek sumber kekayaan itu.

Setelah beberapa detik yang terasa seperti beberapa milidetik, ia melepas pelukannya. Tangannya mulai menggapai ke atas, menarik dedaunan hijau yang nyaris tak pernah ia lihat di permukaan selain. Selama ini ia hanya menemukan dedaunan cokelat, kering dan rapuh.

Ia menaruh semua dedaunan itu ke tas pinggangnya, lalu celananya, juga sudah berpikir untuk menjepitnya ke celana dalam yang ia kenakan jika kedua opsi sebelumnya sudah tak muat.

Dor!

Sebuah ledakan terdengar. Pemuda itu sontak menoleh, mendapati sang tuan rumah menatapnya keji dengan senapan api di tangan kanannya.

"Aku sudah menunggumu sedari tadi." Pria pendek bertubuh bundar itu mendekatinya. "Manusia bodoh, haus uang dan tolol."

Alis Dexter bertaut. "Lalu? Aku butuh uang, aku hanya meminta sedikit. Apakah salah?"

Dor!

Bahu kiri pemuda itu tertembak.

Tubuh kurus itu mendarat ke pohon di belakangnya. Ia menutup lukanya, tetapi darah terus mengalir keluar.

"Jadilah makanan pepohonanku," ungkap pria itu, menempelkan laras senapannya ke dahi Dexter, "tidak ada penolakan."

"... Memangnya pohon memakan manusia?"

"Kau mau coba?" Pria itu tertawa, tetapi jemarinya lengah. Dengan cepat Dexter merebut senapan itu, lalu menembak kepala pria bodoh itu tepat di kepalanya.

Pemuda itu terkekeh. "Manusia bodoh, haus uang dan tolol."

---

Tumben aku bisa nulis sepanjang ini tapi qualitynya kurang ya ☹️

Tema: apabila daun bisa menggantikan uang untuk bertransaksi di dunia ini

Di sini aku bikin dunianya dibuat miski tanaman, makanya dibudidayakan sama orang kaya tadi di bawah tanah pake cahaya artifisial. Dan orang kayak tadi mau mancing orang miskin untuk dijadikan ... uh ... pupuk.

Gak tahu, pokoknya semoga harimu menyenangkan :3

Pola Laju Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang