4 Masa Lalu

1.1K 46 2
                                    

Abel’s

                Aku tahu kata-kataku menyakiti hatinya. Tapi semua perlakuannya padaku juga mencabik-cabik hatiku. Aku sudah lelah dengan permainannya. Aku sudah tidak sanggup bertahan. Lengannya yang merengkuhku kudorong sekuat tenaga. Tapi tenagaku tak cukup untuk sekedar mengendurkan dekapannya. Air mataku terus mengalir tanpa kompromi.

                “Kak, lepasin Abel,” ujarku lirih lebih menyerupai bisikan.

                “Nggak, Bel. Kak Adit gak akan lepasin kamu. Apa pun yang terjadi, kamu selalu akan jadi Abelnya Kak Adit, dan Malikha akan selalu jadi Malikhanya Kak Adit,” seakan mengerti arti lepas yang ku ucapkan. Kak Adit menyangkalnya keras.

***

FLASHBACK

                “Kak, Malikha mau masuk SMA negeri,” ucap Malikha mantap. Abel menatap kembarannya dengan heran. Kak Adit, kakak dari si kembar Abel dan Malikha meletakkan pisau rotinya.

                “Likha, kita kan udah di terima di BHS,” ujar Abel bingung.

                “Udah mainstream kalau kita sekolah di swasta, Bel,” Malikha melanjutkan makannya tanpa terganggu dengan tatapan kedua saudaranya.

                “Emang masuk SMA negeri itu anti-mainsteram, Likha?” kini Adit mengangkat suara.

                “Yaaa... Malikha pengen tau aja kehidupan SMA negeri biasa, kayak yang di teenlit,” Malikha menjelaskan dengan santainya. Abel menautkan kedua alisnya. Sekali ini ia tak paham dengan jalan pikiran cewek yang lahir 12 menit lebih dulu darinya.

                “Emang Malikha gak takut?” tanya Abel dengan polosnya.

                “Abel sayang, emang di SMA negeri gak ada gurunya? Ada kan? Jadi ngapain takut,” ucap Malikha dengan lebih santai lagi.

                “Kalau yang kamu takutin bullying,” sambungnya.

                Ketiganya diam dan melanjutkan makan pagi mereka dalam suasana canggung. Setidaknya itu yang dirasakan Abel. Ia tahu kakak laki-lakinya tidak setuju dengan usul Malikha, ditandai dengan diamnya. Abel sendiri tidak tertarik dengan ide Malikha yang menginginkan bersekolah di SMA negeri yang pastinya fasilitasnya lebih buruk dibandingkan dengan sekolah swasta yang baru saja menerima mereka sebagai siswa baru.

                Keduanya memang baru saja lulus sekolah menengah pertama dari Manchester. Sekolah yang telah menerima mereka untuk melanjutkan studi sekolah menengah adalah sebuah sekolah internasional yang pastinya dapat dengan mudah disesuaikan dengan keadaan mereka yang baru pindah dari luar negeri. Orang tua mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga kemanapun mereka sekolah, uang akan tetap terus diberikan. Kak Adit selalu menjadi andalan mereka dalam menentukan pilihan.

                “Malikha udah selesai Kak makannya. Malikha ke taman dulu ya, Kak, mau ngasih makan ikan,” Malikha beringsut dari kursi makan dan mulai berjalan menuju taman belakang.

                “Malikha, memangnya kalau kamu masuk SMA negeri, kamu mau masuk SMA mana?” tanya Kak Adit menghentikan langkah Malikha dan kunyahan Abel. Malikha tidak bisa menyembunyikan binar matanya saat mendengar pernyataan Kak Adit yang usianya hanya terpaut satu tahun darinya dan Abel.

TaeKwonDo Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang