Mascot [1]

683 33 0
                                    


"Untung lo gak telat, Bel. Katanya dandan Kabuki lama banget. Ribet," Mia membantuku menaruh barang-barang yang kubawa dan memintaku segera duduk untuk didandani. Mia adalah teman sekelasku yang bertanggung jawab atas aku. Ya, aku, maskot kelas.

Aku sudah mencari gambar kabuki di internet seperti yang diperintahkan Kak Rakana. Aku cukup terkejut saat tahu kabuki bukanlah hewan atau kartun lucu. Tapi sebuah seni teater Jepang.

Mia mendudukkanku di bangku kayu beralaskan bantal yang bersarung sutera dengan gambar-gambar khas Jepang. Mia memperkenalkanku dengan Mbak Tyara yang katanya akan membantuku berhias.

"Ganti baju dulu, baru bisa didandanin," ujar Mbak Tyara ramah padaku. Ia adalah mahasiswa Sastra Jepang tingkat akhir yang mengambil tema teater Jepang sebagai tugas akhirnya. Cocok sekali dengan tugasnya di sini kan?

"Ini gimana makenya, Mbak," aku bingung melihat tumpukan baju berwarna cerah. Merah dan hijau.

"Nanti Mbak bantu pakenya," Mbak Tyara tersenyum melihat aku yang kebingungan.

Sekarang aku sibuk dengan baju Kabuki yang bertumpuk-tumpuk. Dalaman putih, seperti yukata tapi polos dan lembut. Lalu yukata atau apalah berwarna hijau menarik. Dan paling luar adalah piece merah cerah dengan garis-garis emas.

Satu kata untuk baju ini. Berat.

Mbak Tyara kini pindah dari baju ke rambutku. Uh oh, ke wajahku dulu. Olesan cream dan tepukan beads bedak beberapa kali mampir di wajahku. Wajahku jadi kaku karena tebalnya riasan. Mataku dihias[?] dengan berulang kali. Aku bahkan tidak membuka mataku selama hampir setengah jam. Entahlah, aku tidak bisa melihat jam kan?

"Udah, tinggal rambut nih. Boleh buka mata," Mbak Tyara menyuruhku membuka mata. Wow, aku persis seperti kabuki yang ku lihat di google search. Kecuali rambutku tentu saja.

"Jangan terlalu berekspresi yah. Takut dandanannya rusak. Lagian kabuki cenderung less expression. Aku hanya menggumam kecil, setuju dengan perintahnya.

Kini head piece dan rambutku mulai ditata olehnya. Mahkota emas, tusukan-tusukan dari emas palsu, dan tusukan dengan jumbai-jumbai emas ikur dipasang di antara rambut palsu yang oh sama beratnya dengan baju bertumpuk yang kukenakan.

"Sabar ya, berat memang. Tapi worth it kok," Mbak Tyara menyemangatiku. Aku hanya bisa mengangguk. Ingat? Aku tidak boleh terlalu berekspresi. Ugh, aku kan tipikal gadis cerewet. Bagaimana bisa aku menahan ini seharian.

"Nah, selesai," Mbak Tyara memintaku untuk bangun dari tempat duduk dan menuju ruang kelasku. Tampat maid cafe milik kelasku mulai beroperasi. Temanya maid cafe kenapa harus ada kabuki sih. Kalo gini ribet banget deh.

Aku didudukkan di singgasana—ah, singgasana?—maskot. Beberapa anggota kelasku dan pengunjung yang sudah mulai datang menatapku dalam diam. Hey, aku memang mempesona.

"Cantik. Sumpah," Daniel menghampiriku dengan kostum maid laki-lakinya.

"Minta foto boleh nggak, Kak?" tanya dua orang pengunjung perempuan padaku. Aku mengangguk kecil dan mereka memekik girang.

"Cantik banget yah, Dil," salah satunya memujiku saat menatap foto yang baru saja di ambil.

"Banget. Makasih ya, Kakak Kabuki yang Cantik," setelah mengatakannya keduanya pergi duduk di salah satu meja yang disediakan kelasku. Jujur, aku bahagia. Duduk diam dan membuat orang tersenyum. Mudah sekali.

Semoga hari ini kulalui dengan lancar.

Semoga Kak Rakana melihatku dengan kostum kabuki ini.

Tadaaaa.. Mulmed adalah gambar Abel setelah didandanin jadi kabuki  

Ini cuma ekstra part tentang proses Abel didandanin jadi kabuki, nyambung sih sama berikutnya, tapi maap kalo pendek.

Makasih udah dukung, vote, comment.

Tetep dukung TLS ya :3 Alhamdulillah ih udah #107 di short story

Love You,

Afifah

TaeKwonDo Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang