14 Gibon Il-Jang

711 55 5
                                    

14. Gibon Il-jang

Vomment please. Silent readers, appreciate my story yaaa.

Aku sedang sibuk menghitung tentang statistik ketika terdengar suara Sabeum Ari menggema di sepanjang ruang yang berfungsi sebagai sarana olahraga itu. Instruksi demi instruksi diteriakkan dengan lantang olehnya kepada anggota-anggota taekwondo yang sedang berbaris. Dari gerakannya, aku yakin mereka sedang mempelajari jurus untuk kenaikan tingkat.

Aku kembali menekuni buku matematikaku yang kini baru setengah terisi angka-angka dari yang seharusnya sudah kutulis.

Coba bisa pulang cepet. Bisa tanya Kak Adit.

Aku menghela napas dan menutup buku matematikaku. Aku menyerah dengan semua deretan angka tiada akhir itu. Untuk mengisi waktu, aku membuka ponselku dan mengirim pesan pada Kak Adit. Aku memintanya jangan terlambat menjemputku. Sebenarnya, tanpa harus kuperingatkan Kak Adit tidak akan pernah telat menjemputku. Tapi aku benar-benar bosan sekarang.

"Abel, gue ikutan duduk di sini ya," tanya seorang gadis yang ternyata adalah Putri. Aku tersenyum dan mengangguk. Peluh di dahinya justru membuat dahiku berkerut.

"Kok lo keringetan sih, Put? Perasaan tadi gue gak liat lo latihan," tanyaku penasaran. Aku memang sibuk dengan buku matematika, tapi rasanya aku akan tahu bila Putri latihan.

"Gue latihan di luar, sama Rakana," jawabnya singkat. Kini di tangannya sudah ada sebotol minuman isotonik yang terbuka.

Grab.

Aku kaget karena botol minuman isotonik yang tadi sedang dipegang oleh Putri tiba-tiba diambil oleh seseorang.

"Heh! Woy, punya gue!" bentak putri pada si 'maling'.

Uh, Kak Rakana? Kak Rakana meminum minuman milik Putri hingga hanya sisa setengahnya. Putri kini mencebik ke arah Kan Rakana dan melancarkan beberapa tendangan pada Kak Rakana. Lucu sekali melihat dua taekwondoin bertengkar menggunakan keahlian mereka.

"Ampun, Put! Nanti gue ganti!" teriak Kak Rakana yang sibuk menghindar dari tendangan Putri.

Mereka terlihat sangat dekat—terlalu dekat—bagiku. Aku tak tahu bila menurut pandangan orang lain. Tapi bagiku, itu terbilang sangat dekat dan hatiku tak sanggup menutupi kenyataan bahwa aku cemburu.

"Resek lu, Kak," Putri menyerah dengan penyiksaan terhadap 'maling' minumannya. Tanpa permisi lagi ia duduk di sampingku lalu minum dari botol yang tadi telah diambil secara paksa oleh Kak Rakana.

Ciuman gak langsung!

Aku terkesiap dan tanpa sengaja kakiku terpentok kaki kursi sebelahku. Aku meringis kesakitan karenanya—meringis malu juga sebenarnya.

"Abel, gapapa?" tanya suara yang begitu maskulin di dekatku. Aku menggeleng cepat karena malu. Aku tahu pasti siapa pemilik suara itu—Kak Rakana. Aku buru-buru mengambil tasku lalu pergi melewati Putri yang bertanya padaku hendak kemana. Aku hanyamenoleh sebentar dan berbisik kantin lalu dengan secepat yang aku bisa berbalik meninggalkan mereka.

**

Abel ih! Lebay banget! Lo gak berhak buat cemburu!

Adegan ciuman tak langsung antara Kak Rakana dan Putri kembali terngiang. Aku menggelengkan kepala kuat-kuat dan pergi mencari tempat duduk. Untung saja aku menemukan tempat duduk kayu di dekat lapangan indoor. Jadi aku masih bisa mendengar suara kihap anak-anak taekwondo dari luar sini. Tak terlalu meninggalkan tugas bukan?

TaeKwonDo Love StoryWhere stories live. Discover now