6 Kak Adit's Unagreement

881 47 3
                                    

6. Adit's unagreement

       "Kak," aku mulai merajuk pada Kak Adit.

       "Hmm?" Kak Adit menjawabku lembut dengan tetap memandang jalanan. Kami memang sedang berada di jalan pulang dari sekolahku setelah rapat divisi pertamaku. Aku ingin menceritakan tentang rapat itu pada Kak Adit. Tapi aku tidak yakin karena sepertinya Kak Adit sedang tidak dalam kondisi mood yang baik. Lihat saja bajunya, seterburu-buru apapun Kak Adit, ia tidak akan memakai kemeja yang lengannya digulung sembarangan seperti itu.

       Apa aku , menyusahkannya karena jadwal pulangku yang tidak sama dengannya?

       Aku mendesah pelan, menyadari bahwa aku merepotkannya. Tapi aku sudah berjanji pada Malikha dan tidak mungkin mengingkarinya. Aku memainkan jari-jari tanganku dengan gelisah, tak menyadari Kak Adit menunggu jawabanku.

       "Abel? Kamu kenapa?" tanya Kak Adit padaku. Sontak membuat aku kaget dan gelagapan hendak menjawab apa. Karena aku yakin masalah evaluasi ini akan membuat suasana hatinya makin kacau.

       "Eh, nggak. Gapapa kok," ucapku sekenanya. Kak Adit menoleh sekilas padaku di sela aktivitasnya menyetir.

       "Hayo main rahasia-rahasiaan sama Kak Adit," candanya. Aku terperanjat menyadari Kak Adit pasti tahu kalau aku berbohong bagaimanapun aku menutupinya. Aku terkekeh untuk menutupi gelisahku.

       "Abel pengen ke MimiEskim," aku mengubah topik sebisaku, menyebutkan tempat makan eskrim favoritku. Kak Adit lagi-lagi menoleh sekilas ke arahku. Aku tahu Kak Adit curiga pada caraku mengalihkan pembicaraan.

       Aku harus cari waktu yang tepat nih nanti.

       "Mau ke sana sekarang? Ini udah malem lho, Bel. Kamu belum mandi, belajar. Kamu juga harus istirahat. Kakak ngizinin kamu sekolah di SMA negeri bukan berarti kamu bisa seenaknya pake jam kamu buat main," Kak Adit menceramahiku. Aku memberengut memilih pengalihan perhatian ke MimiEskim.

       Kenapa jadi dimarahin sih? Huhu

       "Yaudah, Kak. Kita pulang aja," ucapku pelan. Tidak mau memancing emosi Kak Adit lagi. Lalu suasana canggung. Aku heran, sebenarnya Kak Adit ada masalah apa sih?

—-

       Segar kurasakan setelah membersihkan tubuhku dan menggunakan baby doll bersih setelah seharian menggunakan kemeja sekolah. Aku terburu-buru turun dari kamarku di lantai dua menuju ruang makan. Tepat seperti dugaanku, Kak Adit menungguku. Aku selalu makan malam bersamanya karena aku tidak bisa makan kecuali ditemani seseorang yang juga ikut makan denganku. Dulu, saat Malikha masih ada, aku makan berdua dengannya karena seringkali Kak Adit makan lebih malam daripada jadwalku makan. Setelah Malikha pindah ke SMA negeri dan sering pulang malam, Kak Adit selalu ada untukku, dan itu bertahan sampai sekarang.

       "Sini buruan. Bibi bikinin telur dicabein nih buat kamu," Kak Adit memanggilku bersemangat. Aku tertawa karena telur dicabein itu bukan makanan favoritku, tapi justru favoritnya. Melihatnya bersemangat memanggilku seakan telur dicabein adalah makanan favoritku membuatku geli.

       "Kak Adit semangat bener," kataku sambil terkekeh. Kak Adit hanya membalasku dengan senyuman. Bahkan matanya tetap fokus dengan telur-telur berbumbu di hadapannya yang sedang dipindahkan dari piring saji ke piring miliknya. Tidak tanggung-tanggung, langsung dua butir dipindahkannya. Aku hanya bisa menahan perutku yang sakit karena menertawakannya.

       "Yah Abel ngetawain mulu. Kan Kak Adit laper. Lagian Kak Adit lagi galau nih," serunya sambil menyendok nasi. Aku terkekeh, bertanya-tanya wanita mana yang tidak terpesona dengan ketampanan Kak Aditku, dan lebih bertanya-tanya wanita mana yang akan illfeel jika melihat Kak Adit yang super rakus ini.

TaeKwonDo Love StoryWhere stories live. Discover now