22 Bahu untuk Kupinjam

503 29 8
                                    


22

Aku berjalan keluar dari ruangan berisi buku-buku itu, tergesa-gesa. Bukan hendak melarikan diri, aku akan menghadapinya. Aku tak mungkin menyangkal bahwa gadis di foto itu bukan aku dan mengaku bahwa itu Malikha, kembaranku. Aku akan membersihkan namaku dan nama Malikha. Kalau perlu, aku akan menuntut siapapun yang berhubungan dengan foto itu; yang membantu penyebaran foto itu.

Kelas mendadak hening ketika aku masuk ke dalamnya. Tak ada guru. Aku berusaha keras menguatkan hatiku. Memaksa air mata tetap di kelenjarnya, jangan sampai lolos.

"Bel," Daniel memanggilku.

"Ha?" tanyaku linglung. Terasa salah.

"Are you okay?" tanyanya lanjut.

"Hmm. Balik bareng gue?" tanyaku setelah menjawab pertanyaannya. Sebenarnya itu pertanyaan spontan. Mencari tameng untuk pergi keluar ruang sempit ini—sekolah.

Daniel hanya mengangguk mengiyakan lalu kembali ke tempat duduknya. Syukurlah, tak lama kemudian bel pulang berbunyi. Apa itu artinya aku sudah amat sangat lama mendekam di perpustakaan?

Entahlah, pikiranku lelah. Aku juga harus bersiap menerjang olokan dari orang-orang. Semoga itu berkurang sekarang, walau rasanya mustahil. Berita itu sedang hangat-hangatnya.

Daniel menepuk pelan bahuku. Aku menoleh dan mendapati Daniel memasang senyum biasanya. Terima kasih karena bukan senyum iba. Senyum iba adalah hal yang tidak ingin aku dapatkan sekarang—bukan juga kata-kata jalang sih.

"Abel! Abel!" Alikha datang ke kelasku dan langsung memelukku erat.

"Guehh... ikut anter lo pulanh..." suaranya putus-putus karena sepertinya ia berlari dari kelas. Aku mengangguk.

"Tunggu! Pake ini," suruh Daniel sambil memasangkan earphone ke kupingku. Sebuah lagu yang kuketahui milik Avenged7Fold mengalun keras. Aku tahu maksudnya maka aku tersenyum. Kulihat Alikha mengacungkan jempolnya ke Daniel.

Alikha memilih jalan di sampingku dan Daniel tepat di depanku. Aku menatap Alikha lekat-lekat, menolak melihat sekeliling. Cara cukup ampuh, selain seseorang melemparkan gumpalan kertas, tak ada lagi yang menggangguku—sepertinya.

Mobil Daniel surga dunia bagiku saat ini. Peluh hilang dan detakan jantungku berangsur normal. Di jalan Alikha sesekali berbicara, kutanggapi sekenanya. Sungguh, jika semua masalah ini selesai, akan kubelikan apapun yang mereka inginkan.

**

"Jadi, lo udah tau apa yang terjadi?" tanya Alikha to the point sesaat setelah sampai di rumahku.

"Hmm. Kurang lebih gitu. Gue tau apa yang bikin mereka heboh," kataku. Sebenarnya aku bisa saja bilang 'aku tahu sebab mereka mengataiku jalang'. Tapi aku sedang tidak mood membalas mereka.

"Jadi... lo.. itu bukan lo kan, Bel?" pertanyaan skeptis lainnya dari Alikha.

Aku bingung apa yang harus aku katakan. Sekalipun itu Alikha dan Daniel, apa bisa mereka menerima bahwa itu adalah Malikha? Apa mereka akan tetap mendukungku kalu tahu itu adalah Malikha yang notabene adalah kembaranku? Tidakkah mereka akan menganggap Malikha cewek jalang alih-alih aku?

"Abel?" Alikha mengguncang bahuku. Kentara sekali ia menuntut jawaban.

"Udahlah, Likha. Pelan-pelan," Daniel menengahi.

"Gak bisa, Daniel! Kita harus tau itu Abel apa bukan, atau kalau bukan Abel siapa cewek yang sama banget kayak Abel itu?" Alikha sedikit membentak Daniel.

"Dia akan cerita kalau memang bisa diceritain," Daniel ikut marah. Aku merasa tak enak karena membuat mereka bertengkar.

"Daniel, aku gak bisa bantu Abel kalau Abelnya aja nggak cerita apa-apa," Alikha bangkit dari sofa. Aku bangkit juga.

"Alikha—"

"Lo mau cerita apa nggak?" pertanyaan itu terasa menembakku. Aku tercenung karena itulah yang kupertanyakan pada diriku sendiri.

"Aku bukan gak bisa—"

"Gue cabut. Gue gak bisa nolongin orang yang gak mau di tolong," kata Alikha sambil mengambil langkah seribu keluar dari rumahku.

"Alikha! Kamu gak bisa gitu dong!" seru Daniel pada Alikha yang telah berada di luar pintuku.

"Kalau kamu masih mau nolongin Abel silakan, Niel. Tapi aku gak bisa," sahutnya tanpa menolehkan sedikitpun kepalanya bahkan kepada pacarnya.

Aku tercenung. Aku butuh banyak bahu untuk kupinjam. Namun, satu telah pergi meninggalkanku. Mungkin telah meninggalkan Daniel juga.

@%P%7p

TaeKwonDo Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang