17 dan Kau Hadir, Merubah Segalanya... [2]

597 38 0
                                    


Part ini memang potongan-potongan :o sebab kesadaran Abelnya juga kan naik turun.

Tetep dukung TLS ya : ): ) Terimakasih

Aku akhirnya diantar pulang oleh Daniel yang datang tak lama setelah Alikha datang. Kulihat Kak Rakana memandangku dengan tatapan tajam. Aku tak peduli, aku terlalu takut untuk memikirkan tentangnya.

Sepanjang perjalanan pulang, Daniel tidak bertanya apa-apa lagi padaku. Sesekali menghubungi anak kelas kami. Memberikan jawaban seadanya tentang apa yang terjadi. Ia juga sibuk meminta maaf karena harus meninggalkan festival.

"Daniel, makasih," kataku pelan, suaraku terdengar lirih, saat mobil Daniel telah sampai di depan rumahku.

"It's okay, Bel. Are you okay?" tanyanya padaku. Aku sudah terlalu lelah untuk menjawabnya. Aku juga tidak mungkin menceritakannya. Karena itu akan menyakiti hatiku dan hati Malikha.

"I..." tersendat aku hendak berkata-kata.

"Gak usah dipaksain. Gue ngerti kalo memang itu bukan sesuatu yang bisa lo bagi ke gue," ucapnya bijaksana. Aku jadi merasa tak enak.

"Sorry," aku memilih untuk meminta maaf. Daniel tersenyum dan keluar dari mobil untuk membukakan pintu untukku. Dia mengantarkanku sampai depan pintu lalu pamit untuk kembali ke sekolah. Aku mengucapkan maaf dan terima kasih sekali lagi, baru aku masuk ke dalam rumah.

**

Aku berharap Kak Adit belum pulang. Aku tidak mau dia melihatku dalam keadaan seperti ini.

Harapanku tidak terkabul. Kak Adit baru saja keluar dari kamarnya—yang letakknya di sebelah kamarku dan Malikha—saat aku hendak masuk ke kamar.

"Abel? Kamu... Ada apa?" dia menghampiriku, ikut masuk ke dalam kamarku dan mengangkat mukaku. Menangkupkan tangannya yang kokoh dan besar. Aku menggeleng, menahan tangisku agar tidak keluar lagi. Tapi aku tak sanggup menahannya.

Aku menangis lagi. Kini dipelukan Kak Adit. Dia tak memintaku untuk bercerita, tapi badannya menegang tanda dia marah.

Aku masih menangis sampai hampir setengah jam selanjutnya. Setelah puas menangis, aku meminta Kak Adit meninggalkanku.

"Abel mau tidur, Kak," ucapku parau karena terlalu banyak menangis.

"Kamu—"

"Please," pintaku lagi. Aku sedang tidak ingin membicarakan pria menjijikkan itu. Mungkin nanti atau aku tidak akan membicarakannya. Entah.

"Oke," Kak Adit pergi setelah mengatakannya.

Di kamar aku melepaskan kimono yang bentuknya sudah tidak karuan. Aku memilih mandi dan memakai baby doll yang menurutku nyaman lalu tertidur di ranjangku. Menghadap ranjang Malikha yang terasa jauh di sudut lain kamarku.

Di mimpiku, aku melihatnya, maniak bernama Miki.

**

"AAKKH!" aku berteriak, bangun dari tidurku. Sekujur tubuhku basah oleh keringat tapi aku menggigil kedinginan. Kepalaku berat dan terasa sakit setiap aku menggerakkannya walaupun hanya berupa gerakan kecil.

"Abel. Kamu gak papa?" suara yang menenangkanku datang. Membuatku merasa tidak sendirian, menghilangkan sedikit ketakutanku. Ketakutan akan mimpiku sendiri.

Aku terisak. Kak Adit merengkuhku ke dalam pelukannya. Dia menyenderkan kepalaku di dada bidangnya. Beberapa saat seperti ini, aku menangis dan air mataku membasahi kaus yang dipakai Kak Adit.

TaeKwonDo Love StoryOù les histoires vivent. Découvrez maintenant