Part 27. Konfrontasi Langsung

477 23 2
                                    


27. Konfrontasi Langsung

"Kak Lyra, saya mau ngomong," aku berbicara pada Kak Lyra yang sedang bersama Kak Sila. Sekarang jam istirahat siang, keduanya pasti menuju kantin untuk mengisi perut mereka. Setelah mendengar pernyataan Kak Rakana beberapa waktu lalu mengenai Kak Lyra, Kak Raesya, dan Kak Raena, aku jelas-jelas ingin menanyakan kebenaran informasi yang didapat dari Kak Rakana tentang siapa pengunggah foto Malikha dan Miki.

"Wahh... Berani banget lo," ucap Kak Lyra dengan nada sinis yang begitu kental.

"Bisa kan, Kak?" tanyaku tanpa memedulikan nada sinisnya itu. Kak Lyra mengangkat alisnya lalu menatap Kak Sila yang dibalas kedikan bahu Kak Sila.

"Boleh, tapi ngga sekarang. Pulang sekolah di dekat Klassik Koffie," jawabnya sambil berlalu menginggalkanku.

"Dan.. ga usah bawa siapa-siapa," cetusnya melanjutkan.

Aku sebenarnya ingin buru-buru menyelesaikan ini semua. Aku tak sabar jika aku harus menunggu hingga pulang sekolah. Apalagi kabar keterlibatan Kak Lyra belum kuberitahukan ke Kak Adit.

Kak Adit akan tahu jika aku pergi menemui Kak Lyra untuk membahas masalah ini. Bukannya tidak mungkin, Kak Adit akan melakukan sesuatu pada kak Lyra. Karena aku tahu dari awal Kak Adit tidak menyukai Kak Lyra.

Aku berharap jika Kak Lyra benar-benar terlibat, ia akan meminta maaf padaku. Ketika itu terjadi, sekalipun Kak Adit tahu bahwa Kak Lyra dalang semua ini, Kak Adit tidak akan bisa menyentuh Kak Lyra karena aku akan memaafkannya.

***

"Daniel, Abel mau kemana sih? Tau ngga kenapa tadi dia buru-buru?" tanya Rakana pada Daniel yang sedang menunggui Alikha menempel pengumuman di papan informasi pusat.

"Loh, bukannya dia langsung pulang ya, Kak? Tadi dia bilang Kak Adit udah di depan," jawab Daniel. Kening Rakana berkerut, karena tadi ia tak melihat Adit di tempat biasa ia menjemput Abel.

"Tapi tadi Adit ngga ada. Terus dia malah ke arah halte," Rakana menyanggah penjelasan Daniel. Begitu pengumuman bahwa hari ini siswa dipulangkan karena ada rapat dadakan, Rakana menunggu di dekat gerbang. Karena kelasnya lebih dekat dengan gerbang, Abel tidak akan mendahuluinya.

"Eh, dia bilang sih Kak Adit udah nungguin..." kata Daniel masih dengan kata-kata sebelumnya.

"Oke deh kalau gitu. Thanks," Rakana menjawab lalu melangkah pergi. Tiba-tiba ia berbalik dan bertanya, "memang yang jemput juga pulang cepet kayak kita?"

"Eh... Iya ya. Kak Adit emang pulang cepet juga?" Daniel bergumam menanyakan yang ditanyakan Kak Rakana.

"Lo yakin dia bilang dijemput Adit Adit itu?" tanya Rakana memastikan.

"Abel bilang gitu... Tapi gatau kalau ternyata dia bohong," Suara Daniel bergetar saat mengatakannya. Daniel juga tampak meragukan apa yang dikatakan Abel sebelum pulang sekolah tadi. Apalagi setelah mendengar dari Kak Rakana kalau Kak Adit tak ada di depan sekolah dan Abel malah pergi ke arah halte.

"Yaudah gua cabut dulu, nyari Abel ke halte," kata Rakana terburu-buru. Takut terjadi sesuatu pada Abelnya. Sementara Daniel hanya mengangguk dan mulai menghubungi nomor Abel yang tak kunjung di angkat.

***

Aku terlalu naif. Abel mengapa kamu terlalu naif?

Konfrontasi langsung ini tidak berjalan mulus seperti yang kupikirkan. Setelah berbohong pada Kak Adit agar menjemputku tak jauh dari tempat janjianku dengan Kak Lyra alih-alih di sekolah. Aku bahkan tak tahu dimana aku sekarang.

Aku tak sadar tadi saat mengajak Kak Lyra bicara, ia bilang dekat Kassik koffie, bukan di Klassik Koffie. Aku pun tak tahu kalau dekat kedai kopi yang sebelumnya disebutkan Kak Lyra ada tempat seperti ini. Sederetan warung kopi dan warung-warung rokok yang berisi sederetan bangku yang penuuh diduduki anak SMA berseragam. Tentu dengan seragam yang tidak dikancing dan atau dikeluarkan dari celana. Juga rokok-rokok yang terselip di bibir juga jari-jari. Bukan hanya laki-laki, banyak siswi berkaliaran.

Aku berjengit saat diminta Kak Lyra duduk di meja dengan empat kursi plastik. Tak jauh dari meja yang dipenuhi siswi berseragam ketat dan rok super pendek.

"Jadi, cewek sok kayak lo mau ngomong apa?" tanya kak Lyra sambil menyulut rokok. Aku bergidik melihatnya mulai menghisap batang rokok itu.

"Cepet dong, lama amat," hardiknya kasar. Aku terkejut dengan bentakannya.

"S-saya... itu... Kak Lyra yang nyebarin foto itu di laman Facebook milik sekolah kan?" tanyaku to the point.

"Haha... sampah macam apa itu? Seenaknya nuduh," katanya sambil tertawa-tawa. Jantungku berdebar kencang. Sekali lagi, ternyata aku terlalu naif bila berpikir Kak Lyra akan mengakuinya.

"Gue, ikut seneng pas foto itu di-posting. Gue berterimakasih sama dia yang bikin muka lo yang sok polos itu terpampang lagi "ngapa-ngapain" sama cowok," katanya sambil sesekali menghisap rokoknya dan membuang asapnya ke mukaku.

"Tapi, Adit sama sekali ngga berpaling dari lo, cewek belagu. Juga, Rakana ngga bisa balik lagi jadi sahabat yang ngejar-ngejar gue. Mereka malah ngelindungin lo! Dasar jalang!" teriak Kak Lyra di depan mukaku sambil menjambak rambutku. Sakit di kepalaku mulai terasa tapi aku hanya bisa meringis.

"Terus, siapa? Kenapa Kak Lyra ngga suka sama aku? Kenapa? Hubungan Kak Lyra sama Kak Raesya apa?" tanyaku bertubi-tubi sambil menahan perih di kulit kepala.

Kak Lyra melepaskan rambutku dan menyeringai. Dia pergi begitu saja tanpa menjawab satupun pertanyaanku. Akupun berusaha mengejarnya tapi sebuah tangan mencengkram tanganku.

Mimpi burukku terasa nyata. Laki-laki yang menghantui malam-malamku; yang menghantui malam-malam Malikha. Miki menggenggam lengan atasku sambil tersenyum miring. Baru kusadari, aku bertanya-tanya. Inikah tempat yang dinamakan Kolvac's?

TaeKwonDo Love StoryWhere stories live. Discover now