[07] Kelana Pembenaran

101 50 292
                                    

Semuanya telah siap, aku memandang puas hasil kerja kerasku. Melirik jam, jarum pendek hampir berada di angka dua belas kurang lima belas menit. Aku sebenarnya sangat lelah, tapi mau bagaimana? Aku tak bisa membuang waktu sia-sia.

Tanpa basa-basi, aku mengambil pisau buah dan garpu, memasukkannya ke dalam saku bersama dengan hidrogel. Memastikan simpul yang kugunakan sudah erat, dan keadaan di luar sana aman, aku menaiki jendela, mulai turun perlahan. Bohong jika aku berkata bahwa aku tak kesulitan. Kakiku terasa ditusuk-tusuk, aku hanya berharap luka tembok itu tak terbuka.

Sedikit lagi! Aku melihat ke bawah, dan lantai itu terlihat seperti surga. Tapi berubah menjadi neraka satu detik kemudian, tepat ketika seberkas cahaya putih menerangi tubuhku.

Pupil mataku mengecil, degup jantung tak karuan. Tanpa basa-basi aku langsung meloncat, melepas peganganku pada kain.

"Hei siapa disana?! Berhenti!" teriak sekuriti itu lantang. Aku tak hirau, segera bangkit dari posisi jongkok walau rasanya ingin menangis. Sialan sekali polisi yang menembak kakiku malam itu!

Berlari tertatih-tatih, aku menelusuri jalanan kota yang sudah sepi. Tiupan dinginnya angin malam tak menahan keringatku yang mengcur membasahi punggung dan dada. Aku terus berlari tanpa alas kaki, entah sudah berapa banyak kerikil yang menyapa, aku meringis. Sesekali menoleh ke belakang, lampu senter itu terkadang hilang terkadang kembali muncul.

Dan yang paling parah, sepertinya personil mereka bertambah!

Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari-cari kemana sebaiknya aku harus bersembunyi. Kakiku sudah tak kuat lagi, jika terus seperti ini maka aku akan gagal total!

"BERHENTI!"

Aku sangat terkejut ketika teriakan sekuriti itu terdengar semakin jelas dan kuat. Ia semakin dekat!

Tanpa basa-basi, aku langsung membelokkan diri, memasuki gang kecil yang penuh dengan perumahan. Aku tak bisa berlari terus! Maka aku harus bersembunyi terlebih dahulu! Beberapa kali aku hampir terjatuh karena pot bunga dan jalanan yang penuh dengan kerikil. Ini benar-benar menyiksaku!

Brukh!

"Ah!"

Gedebug!

Aku terjatuh, menabrak seseorang yang sepertinya seumuranku. Ia melenguh kesakitan. Belum sempat ia menyadari siapa yang menabraknya, aku langsung menarik tangannya. Kami masuk ke dalam toilet luar ruangan.

"Lepaskan aku!"

"Tolong aku!"

Teriak kami bersamaan. Saling bertatapan, untuk beberapa detik lamanya aku terheran. Mengapa aku bisa melihat warna biru gelap di matanya yang bulat dan penuh binar itu? Namun itu hanya beberapa detik, sebelum ia mulai berontak mencoba melepaskan diri.

"Lepasin aku! Kamu siapa? Jangan pegang-pegang!" cicitnya. Aku menekan kuat pergelangan tangannya ke tembok toilet, mencoba mengintimidasinya dengan mataku yang kulebarkan. Ia meringis, mungkin kesakitan, atau mungkin merasa risih dengan wajahku yang kini begitu dekat dengannya.

"Aku bukan orang jahat," jelasku singkat berharap dia percaya. Tentu saja mustahil.

Ia menatapku sejenak, seperti mencoba percaya tetapi sedetik kemudian kembali mencoba menggerakkan tangannya.

"Kamu--" Aku langsung membekap mulutnya ketika kudengar derap langkah yang mengejarku semakin jelas.

"CARI DIA SAMPAI DAPAT!"

Dia tak bernafas. Aku juga tidak.

Sampai kemudian seseorang membuka pintu toilet di samping kami, jantungku berdegup begitu kencang. Aku akan habis jika seseorang itu membuka pintu kami.

THE LOST GIRL [UP TIAP HARI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang