[23] Metamorfosis : Larva

15 1 0
                                    

Duak!

El terjengkang, menggerang marah dengan jejak kaki di bajunya. Ia baru saja ditendang oleh Pria ringkih yang kini sudah menjaga jarak darinya.

"Apa-apaan ini?  Kenapa dia punya mata itu?" protes Tahanan kepada Pak Kuburan. Ia terengah-engah, bersandar pada nisan yang berkilau terkena sinar purnama. Dirasakannya leher yang kebas, kekuatan El tidak main-main.

Atau sebenarnya, dia saja yang lemah?

Pak kuburan tersenyum kecil, "Kau tidak tahu aku siapa 'kan? Maka kuberi tahu, lewat karyaku," tertahan, kata-kata Pak Kuburan mengambang di udara. Ia melirik ke arah El yang masih menatap Tahanan dengan ekspresi marah. "El, sisa lima menit," seringainya.

Tanpa basa-basi, mendengar kalimat yang seperti gong baginya itu, El langsung berdiri dan melesat ke arah Tahanan. Belum sampai Tahanan itu memproses kejadian, kuku panjang itu sudah menggores wajahnya tanpa ampun.

Tahanan itu mencoba berontak, sesekali menjambak rambut El yang tergerai bebas. Namun gila, benar-benar gila. Gadis kecil di hadapannya ini bukan manusia, melainkan binatang buas!

Persis seperti harimau yang kelaparan berbulan-bulan, yang akhirnya mendapat mangsa untuk memenuhi hasratnya. Seperti itulah sorot mata El saat ini.

"Kubilang bunuh ya, bukan melukai saja."

El terhenti sejenak, untuk selanjutnya langsung mencekik kuat leher Tahanan itu. Tendang sana tendang sini, El seperti lintah yang tak bisa dilepas. Cakarnya telah tertanam, satu-satunya jalan adalah berdoa, agar mati dengan tenang.

Namun Tahanan itu juga bukan orang biasa, dia adalah mantan anggota IB8 yang menjadi pemberontak. Maka, ia tak akan semudah itu mati.

Tangan kekar itu akhirnya berhenti berontak, memilih untuk meraba tanah yang menjadi pembaringannya. Ia mencari-cari sesuatu, sesuatu apapun itu! Sesuatu yang bisa menyingkirkan lintah di depannya!

Sementara itu, El masih fokus, ia tak menyadari bahwa lawannya akan melakukan hal yang tak terduga.

JREB!

Sebuah besi dengan ujung yang cukup tajam, punggung El ngilu dibuatnya. Jelas, cengkramannya melemah dan tahanan itu meloloskan dirinya. Gadis malang itu kini punya pakaian baru, besi yang tertancap indah di punggungnya, seperti seorang peri.

Pak Kuburan meringis, begitu pula dengan Tahanan yang menancapkan besi itu. Ia tak menyangka, ia melakukan hal keji kepada anak sekecil itu.

"Waduh, rulesnya diganti nih. El, bunuh, pakai cara apapun. Dia sudah pakai senjata soalnya," titah Pak Kuburan sebelum kembali menyesap kopi. Ah, dia berandai-andai, tentang bagaimana indahnya situasi saat ini jika ditemani hujan petir dan pop corn.

El menoleh perlahan, menatap Pak Kuburan yang asik sendiri, dan mengangguk kecil.

"Akan kubunuh, untukmu Pak Noah," desisnya tepat sebelum kemudian memegang erat besi di punggungnya, berteriak ngilu dengan air mata yang meluruh semena-mena. Besi itu perlahan terangkat, tercabut sepenuhnya dengan rasa sakit tak tertahankan. Seperti tanki minyak yang bocor, darah El mancur kemana-mana. El mulai pusing, ia tak punya banyak waktu sebelum pingsan kekurangan darah.

Berjalan tertatih, El menghampiri Tahanan yang sudah merinding sendiri itu dengan besi di tangannya. Besi yang berlumur darahnya. Besi yang akan menjadi pembuktian, apakah dirinya benar membunuh keluarganya, atau tidak?

Tahanan itu mundur, selangkah demi selangkah. Ia takut, jika anak kecil itu akan berlari terbirit jika ia berlari.

"Satu menit--"

"ARGHHHH!!!" teriak El kalap. Ia berlari cepat, mengejar Tahanan yang juga berlari mencoba meloloskan diri. Tapak kakinya berdarah, terkena siraman dari bocornya punggung.

Brak!

Duak!

Tersandung, tahanan itu terjatuh. Malang, kepalanya menghantam nisan, menyisakan bercak darah yang sama sekali tak terlihat di kegelapan malam.

Dapat!

El langsung menduduki punggung tahanan itu, tanpa basa-basi, diangkatnya besi itu tinggi-tinggi.

JREB!

Satu kali.

JREB!

Dua kali.

JREB!

Besi itu tertancap persis di leher sang Tahanan, El melepas genggamannya perlahan, tubuhnya limbung, desing-desing menyakitkan itu kembali terdengar di kepalanya. Memekakkan telinga dari dalam.

Sebuah memori berputar. Akhirnya, kaset itu memunculkan video yang jelas.

---

Terbangun, Kepalaku pusing, bukan main. Oh iya! Aku tadi sempat bermimpi tak jelas, bunga-bunga warna-warni yang membuatku pusing.

Mengerjapkan mata, aku mencoba melihat ke sekeliling. Hanya kegelapan yang kutangkap, sebelum kilat itu menerangi sejenak ruangan yang kutempati. Ah, aku di kamarku, pas sekali aku melihat figura kelulusan TK itu.

Hujan deras dengan petir itu, seharusnya aku lanjut tidur saja! Baiklah, aku akan lanjut tidur karena besok sekolah. Tapi sebelum itu, aku kebelet pipis!

Aku pun perlahan beringsut dari... lantai? Eh? Aku di lantai? Aku tidur di lantai?

Aku mencoba meraba-raba sekitar, kilat itu tidak datang lagi. Ini benar-benar gelap gulita, rasanya seperti aku masih memejamkan mata. Tapi tunggu dulu, kenapa lantaiku terasa begitu luas? Seharusnya tanganku akan terpentok kaki meja belajar, atau kursi, atau kasur? Kenapa kosong sekali?

Aku menggeleng, paling juga hanya perasaanku saja. Pokoknya aku mau pipis dulu!

Aku pun berdiri, meraba-raba tembok yang ada di sampingku. Aku hafal persis letak saklar lampu, jadi aku hanya perlu terus berjalan, walau gelap, sampai tanganku menyentuh benda itu.

Berjalan di kegelapan dengan musik alam yang menenangkan, entah kenapa sedikit membuatku bergidik ngeri. Aku teringat film-film horor yang pernah kutonton, bukankah ini scene yang sangat pas untuk jumpscare?

Menggeleng lagi, aku harus fokus!

Dapat! Aku tersenyum girang, kutekan saklar lampu itu, dan...

"AAAAA!!" Aku berteriak nyaring,  membangunkan kelima anggota keluargaku yang aku tidak mengerti apa yang sedang mereka lakukan.

Kelimanya duduk di kursi makan masing-masing, berjejer dengan tangan dan kaki yang diikat, sedangkan mulut terlakban. Mereka melotot melihatku yang berdiri di samping saklar, mereka berteriak-teriak, tapi aku tak tahu apa yang mereka katakan karena terhambat lakban.

"A-apa yang kalian lakukan?" tanyaku was-was. Aku takut ini hanyalah mimpi, aku tak mau terlalu berinteraksi. Aku harus memastikan apa yang terjadi.

Kakak pertamaku berontak, ia bahkan sampai terjatuh bersama kursinya, menghantam lantai dengan keras. Ia menjerit, pasti sakit karena tangannya tertindih begitu saja oleh tubuhnya.

Aku berjalan perlahan menghampiri, membantunya bangun. Dan kemudian membuka lakban kakakku. Sudah kuputuskan, walau dalam mimpi sekalipun, mereka tetap keluargaku. Aku harus membantu mereka.

"APA YANG KAU LAKUKAN SIALAN! ANAK HARAM! KAU SEBEGITU DENDAMNYA DENGAN KAMI, HAH? KAMI INI KELUARGAMU! BISA-BISANYA--"

krieeett..

Pintu terbuka perlahan, entah kenapa, bulu kudukku berdiri.

Suasana menjadi tegang, kakak berhenti berbicara dan semuanya mengalihkan atensi pada pintu kamarku.

Seseorang datang.

THE LOST GIRL [UP TIAP HARI]Where stories live. Discover now