[08] Kelana Pembenaran

21 2 0
                                    


Berkelana, aku mengayuh sepeda dengan meringis. Sakit, begitu sakit sampai rasanya ingin mati rasa. Tapi mau bagaimana lagi? Tak ada pilihan lain. Naik bus pun tak mungkin, gila saja.

Aku sesekali berhenti untuk bertanya tentang kemana jalan yang harus kuambil untuk sampai ke Holydead. Dan anehnya, tak banyak yang tahu tentang kota itu, sekalinya ada yang tahu, mereka pasti akan menanyai alasanku ingin pergi ke Holydead.

Pagi hari tiba, matahari terbit sebagaimana biasanya. Tapi itu tak membawa kebahagiaan atau keceriaan barang sedikitpun kepadaku.

Aku justru panik. Pakaian yang kupakai ini, jelas membuat orang orang mengalihkan pandangan mereka ke arahku. Aku seperti badut. Parahnya lagi, aku tak bisa berhenti menggayuh pedal. Karena ketika aku terhenti, orang-orang akan langsung mengenaliku.

Maka disinilah aku.

Terkapar di atas hamparan daun kering di hutan pinus, dadaku naik turun dengan peluh mengucur deras. Matahari tepat di atas kepala, mengintip di antara celah dedaunan yang menaungiku.

Aku haus.

Aku lapar.

"Sial. Mau sampai kapan kau mencari tupai itu? Sudah kubilang, tupai berbulu warna warni itu tak ada! Mimpimu itu tidak ada artinya!"

"Kau meragukanku, Duka. Aku ini sudah dekat dengan Dewa Hewan. Mana mungkin aku diberi mimpi itu jika tak ada artinya. Dan aku yakin sekali, kita akan menemukan tupai itu di hutan indah ini."

"Sudah gila."

"Hei, jaga mulutmu! Hewan-hewan akan menjauh jika auramu sangat buruk. Apalagi Damar."

"Siapa Damar?"

"Tupai suci berbulu warna-warni yang tak lama lagi akan kita temukan."

"Orang gila."

Aku mendengar percakapan konyol itu dengan suara langkah kaki mereka yang semakin terdengar jelas. Tapi aku tak berdaya, aku sekarat. Semuanya mati rasa.

"Wah, sial! Ada sepeda yang menabrak tumbuhan malang itu!"

"Hei tunggu aku!"

Gelap. Sunyi.

***

"Aih, alih-alih dapat tupai, kita malah dapat buronan kota."

"Ini semua karena aura burukmu yang terus menguar. Kenapa jadi menyalahkanku?"

"Baiklah! Aku yang salah! Maafkan aku yang mengeluarkan aura buruk ini dan mengundang bocah psikopat. Tapi sekarang, tolong beri aku solusi. Akan kita apakan bocah ini?"

"Kita bunuh--"

"Eungh ...."

CKIITTT

Duak!

Aku terjatuh dari jok belakang mobil, menimbulkan keheningan sejenak setelahnya.

"Eungh ...."

"Kau tak apa?"

"Ya, sepertinya."

Perlahan, aku berusaha bangkit dari posisiku. Sembari memegang kepala, duduk kembali dengan baik di jok belakang. Aroma jeruk, kepalaku semakin pusing.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya seorang lelaki yang baru saja melongokkan kepalanya dari kursi depan. Berambut putih dan terlihat lemah lembut, itu kesannya yang kudapat.

Namun aku benar-benar tak ada cukup tenaga untuk membalas pertanyaannya. Aku haus dan lapar. Apakah mereka tak melihat wajahku? Aku yakin wajahku sekarang tak sepertti anak yang baik-baik saja.

THE LOST GIRL [UP TIAP HARI]Where stories live. Discover now