[20] Metamorfosis : Telur

15 2 0
                                    

"Kenapa? Dia kenapa? Kenapa dia tiba-tiba pingsan?" Nako masih terus bertanya hal yang sama dari tiga jam yang lalu.

Dokter itu melirik sinis, "KUBILANG DIA TERKEJUT! DIA SHOCK! DUNGU KAH KAU?" Emosi Dokter itu akhirnya meluap juga. Memang benar kata orang, sabar itu ada batasnya.

"Tapi tak mungkin dia pingsan hanya karena shock! Aku hanya baku tembak dengan tahanan penjara! Dia bahkan tak terkena apa-apa dan tak melakukan apa-apa!" Nako masih saja tak terima dengan penjelasan sang Dokter yang menurutnya terlalu singkat.

Sang Dokter mengambil nafas dalam, menghembuskannya perlahan dan mulai mendekati Nako. Dua tangannya mendarat di bahu perempuan itu, perempuan dengan pipi yang masih mempunyai bekas cipratan darah habis melawan para tahanan.

"Dengar, budeg. Bagaimana perasaanmu kalau kau melihat sebuah kepala terpenggal tepat di depan matamu?" tanya Dokter itu penuh hati-hati, ia memastikan Nako mendengar perkataannya dengan jelas.

Nako terdiam, nampak berpikir.

"Biasa saja," jawabnya singkat, polos, dan menjengkelkan.

Dokter itu tersenyum, sepertinya ia benar-benar menahan diri agar tidak menyuntikkan cairan beracun kepada Nako.

"Baiklah, kalau begitu, bagaimana perasaanmu ketika kau melihat rekening bankmu berangka nol?"

"Biasa saj--"

"Padahal baru saja menyelesaikan pesanan bintang lima?"

Nako tercengang, ia terdiam, mematung, tak bisa berkata-kata.

Dokter itu tersenyum, "Nah, itulah yang El rasakan ketika melihatmu membantai para tahanan itu. Kau tahu, anak itu belum pernah melihat pembunuhan, dan kau langsung membolongi kepala tiga orang tanpa belas kasihan. Menurutmu, seberapa terkejut dirinya? Jangan lupakan fakta bahwa dia masih sembilan tahun."

Dokter itu kemudian kembali ke mejanya, mulai mencatat hal-hal yang tak diketahui. Sedangkan Nako masih terdiam, ia masih terpaku pada perkataan sang Dokter.

"Hei, kau baik-baik saja--"

Brukh!

Nako pingsan.

---

El melenguh, kepalanya terasa begitu sakit. Ia mengerjapkan matanya, dan langsung menyadari bahwa ia berada di rumah sakit. Dejavu.

Beringsut duduk, El mengedarkan pandangannya dan berhenti pada benda bulat yang terpaku di dinding. Menunjukkan angka tujuh, El manggut-manggut. Pantas saja ia pusing, kepalanya terbaring untuk waktu yang lama.

Lanjut memeriksa sekeliling, El keheranan dengan penampakan seorang perempuan yang tertidur di brankar sebelah. Itu Nako, tak salah lagi. Tapi kenapa ia tidur disana?

Memutuskan untuk tak peduli, El kembali memutar bola matanya, berhenti pada jendela dengan gorden berkibarnya. Bulan sabit, ah, El merindukan warna kuning itu.

"Eungh." Itu Nako.

Nako bangkit dari tidurnya, langsung mencari-cari El dan berakhir berkontak mata dengan orang yang dicari. El diam tanpa ekspresi, sedangkan Nako mulai beranjak mendekatinya.

Perempuan itu berdiri di samping brankar, "Kamu baik-baik saja?" tanyanya basa-basi.

El masih terdiam, lidahnya kelu ketika tiba-tiba saja lintasan peristiwa itu kembali terputar di kepalanya. Saat-saat dimana ia mengamati dengan seksama, ekspresi dingin Nako ketika menarik pelatuk pistol silver itu. Ekspresi datar Nako -- orang yang dianggapnya Kakak, yang memberikannya banyak nasihat dan pengalaman indah -- ketika pelurunya melesak masuk ke menembus tengkorak tahanan-tahanan itu.

El semakin pucat, membayangkan Nako -- suatu saat nanti -- tak akan segan melakukan hal yang sama padanya. El takut hal itu terjadi. El juga takut, bahwa dirinya akan menjadi seperti Nako.

Manusia tak berperasaan, yang dengan sombongnya mencabut nyawa, mengambil peran malaikat maut.

"Hei! Kamu tak apa-apa?"

El terkejut. Pandangannya kini kembali jernih. Dapat dilihatnya Nako yang memasang ekspresi khawatir, suatu ekspresi yang sangat jarang El temui. Ekspresi yang bahkan Ibu dan Ayahnya tak pernah menunjukkannya.

Ingin sekali El menenangkan Nako, tapi apa daya ketika bunyi tembakan itu terus terdengar di telinganya.

El semakin pucat, Nako meraih kedua tangan gadis itu, merasakan betapa dinginnya telapak tangan El.

Sementara El sendiri, ia merasa dadanya begitu sesak dengan degup jantung yang bukan main cepatnya. Ia merasa seperti terpompa, seperti akan meledak.

"El! El! Tenang! Tarik nafasmu!" panik Nako ketika nafas El mulai tak beraturan. El seperti terkena asma. Badan gadis itu bahkan bergetar hebat!

Tak tahu apa yang harus dilakukan, Nako langsung menarik El kedalam pelukannya. Mendekap erat tubuh ringkih itu, menyalurkan kehangatan yang tak pernah El terima.

El terkejut, sesuatu yang ajaib terjadi padanya ketika Nako mendekapnya. Sekejap, benar-benar sepersekian detik saja, El dapat melihat warna kuning terang yang terpancar dari sang Rembulan.

Nako melepaskan pelukannya, menatap El yang wajahnya mulai melunak, suhu badan gadis itu pun perlahan naik. Dan yang paling penting, tatapan kosong itu perlahan sirna.

"Kak?" lirih El.

"Kamu tidak apa-apa, El?" tanya Nako sekali lagi. Kali ini dirinya benar berharap agar El menjawabnya.

El mengangguk, senyum tipisnya terbit.

"Aku baik-baik saja, Kak."

Nako melepaskan tangannya dari bahu El, ia menghembuskan nafas lega. Ia sudah bisa mengerti apa yang El alami berkat dokter itu. Dokter yang membuatnya pingsan hanya dengan kata-kata.

"Kira-kira kamu sanggup melakukan aktifitas berat tidak?" tanya Nako sembari merapikan pakaiannya.

El mengangkat satu alisnya, "Aktifitas berat? Seperti apa, Kak?" balasnya penasaran.

"Tidak terlalu berat amat sih. Hanya mungkin beberapa gerakan, seperti senam," jelas Nako singkat.

"Kak," panggil El tiba-tiba.

Atmosfir berubah, Nako dapat merasakannya. Ia mengangkat dagunya perlahan, menatap El yang juga memandangnya intens.

"El tidak tahu apa yang Kakak maksud dengan latihan. El juga tidak tahu kenapa kita harus ke kantor polisi dan melihat 'pesanan'. Jika ada sesuatu yang berkaitan dengan El, El mohon jelaskan dengan rinci, Kak. El tidak mau terus-terusan dianggap bodoh, dan tidak berhak tahu akan sesuatu. Umur El memang masih kecil, tapi El mencoba memahami, pasti El akan mencobanya."

Mendengar kalimat panjang itu keluar dari mulut El, Nako terdiam sejenak.

"Kamu menolak tawaranku dan Liam untuk bergabung dengan eksperiment dan IB8. Dan sesuai kesepakatan kita, jika kamu terbukti membunuh keluargamu, kamu akan bergabung. Namun jika tidak, kamu tidak akan bergabung. Tapi itu semua terhalang oleh ingatanmu. Maka, langkah pertama yang harus kita lakukan adalah mengembalikan ingatanmu.

Dan dalam rangka mengembalikan ingatanmu, El. Kita harus melakukan sesuatu. Kamu tahu, jika kamu kehilangan suatu barang di sebuah tempat, kamu harus kembali ke tempat itu, dan berjalan seperti sebelum kamu kehilangan benda itu. Dengan begitu, tubuhmu akan ingat.

Nah, kita akan mencari tahu ingatanmu itu, lewat metode yang sama. Kita sebut itu latihan."

El mencoba mencerna penjelasan Nako, sampai kemudian matanya melotot, seperti tak menyangka dengan apa yang ada dalam kepalanya.

"Tunggu, jadi maksud Kakak, aku akan melakukan hal yang mirip dengan 'hal pada malam itu'?"

Nako mengangguk.

---

THE LOST GIRL [UP TIAP HARI]Where stories live. Discover now