[19] Metamorfosis : Telur

12 2 0
                                    

"Kalau mati bukan salahku, ya!" peringat Tya sesaat sebelum ia memasang kuda-kuda. Pistol itu diarahkannya lurus ke depan, bersiap menyapa para tahanan yang dikeluarkan dari sel karena 'sarapan'.

Tahu bahwa dirinya tak bisa bertanya lebih lanjut walau masih bingung, Nako menyambar pergelangan tangan El. Menyuruh gadis kecil itu untuk bersembunyi di belakang punggungnya.

Bersamaan dengan itu, satu per satu tahanan mulai keluar dari selnya.

"AH SIAL! Apa yang sedang terjadi disini, Tya?!" pekik Nako akhirnya setelah menahan mati-matian untuk tak buka suara.

Tya terkekeh, matanya fokus mengincar tahanan yang mulai memenuhi koridor. Ia waspada, jika memang ada yang berniat menyerang mereka.

"Mereka akan mencoba melumpuhkan kita, untuk menggunakan darah kita dan keluar dari penjara," jelas Tya singkat dan padat. Untungnya Nako mengerti penjelasan itu, dan langsung menyadari situasi.

Nako merogoh cepat sarung senjata di pinggulnya, mengeluarkan sebuah pistol silver yang kemudian ditodongkannya ke depan. Ia memasang kuda-kuda, bersiap meluncurkan tembakan.

"Kalau begitu, kita harus berkelahi?" tanya Nako memastikan sekali lagi.

"Ya, hanya jika mereka menyerang. Intinya, jangan sampai ada tahanan yang mati di tanganmu. Kau bisa masuk pengadilan jika melakukan itu," peringat Tya tegas.

Nako hendak membantah, tapi fokusnya seketika teralihkan kepada satu tahanan yang bergerak mendekati mereka. Tatapan tahanan itu seakan melihat batu berlian, yang harus segera ditambang. Nako bergidik melihatnya.

Hampir saja Nako menembak telak tahanan itu di kepala, Headshot! Tapi ia tak mau repot-repot ke pengadilan, jadilah moncong pistol itu ia turunkan. Nako mengincar kaki para tahanan.

DOR!

Suara tembakan bergema nyaring di telinga. Nako, El dan para tahanan itu terkejut. Bahkan ada beberapa tahanan yang sampai tiarap, saking terkejutnya.

Tya tersenyum, "Aku ini polisi, bawa pistol. Kalian macam-macam, sudah kupastikan meninggoy."

Ancaman yang buruk.

Sedetik kemudian, para tahanan itu justru berbondong-bondong mendekati ketiganya. Semakin panik, Tya terus melayangkan pelurunya ke udara, menggertak sambil mundur perlahan.

"Mereka tak takut padamu?" bisik Nako bingung.

"Kalau mereka takut, aku tak akan bawa pistol," Tya terkekeh. "Tapi tenang saja, anggap saja samsak gratis," sambungnya ngawur.

Nako tak habis pikir, memang seharusnya ia menunggu Casano saja.

Mau tak mau, Nako akhirnya menembak kaki salah satu tahanan yang mendekat. Bukan salah Nako, ia sudah beri peringatan namun tak diindahkan.

Tahanan itu terjatuh, mengerang kesakitan dengan darah yang mengucur dari kakinya. Peluru itu menakuti tahanan lain untuk sepersekian waktu, mereka tertegun sejenak.

"Lihat! Kalian tak akan diberi pengobatan jika mendapat luka! Kalian ingat itu kan?" Tya masih saja memprovokasi, mencoba membuat para Tahanan itu mundur tanpa perlu berkelahi.

Tapi para tahanan itu telah dibutakan oleh hasrat meraih kebebasan. Jadi, gertakan Tya seolah-olah dengungan nyamuk bagi mereka. Detik selanjutnya, para tahanan itu kembali merangsak maju.

DOR! DOR! DOR!

Tiga peluru lolos, dan itu dari Tya, masih pula mengarahkannya ke atap. Perempuan itu membuat Nako heran, Nako kira Tya akan menjadi brutal dan bersemangat dengan perkelahian ini. Nyatanya tidak!

THE LOST GIRL [UP TIAP HARI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang