[16] Mendekati Kebenaran

15 2 0
                                    

"Darimana? Darimana kamu mulai menguping pembicaraan kami?" tanya Liam dingin.

Kini, di rooftop dengan cahaya bulan purnama itu, keempat manusia sedang duduk dengan raut wajah yang benar-benar berbeda satu dengan yang lain. Elvanna terduduk di bangku, dengan Nako dan Liam yang berdiri di hadapannya. Sedangkan satu orang lainnya, seseorang yang El tahu, seseorang yang berambut putih dan bertopeng putih, ia berdiri di samping Nako. Mengamati dengan hikmat drama yang ia buat.

"The White, kau bisa pergi," usir Liam secara halus.

The White namanya, lelaki serba putih dan sok misterius itu.

Mendengar kalimat Liam, The White tertawa puas. Lelaki itu melangkah mendekati El, berjongkok dan menatap wajah El dengan seksama.

"Hei, mana mungkin aku bisa pergi semudah itu, Leader. Kau tahu aku siapa, 'kan? Bukan sesuatu yang bisa kau sentil dan lari terbirit-birit. Aku ini, sulit disingkirkan jika sudah menempel. Bukan begitu?" The White memalingkan wajahnya, menatap intens Liam yang terlihat geram.

"Kau sudah lancang. Bukannya aku sudah pernah memberi peringatan, untuk melarang siapapun ke rooftop pada jam-jam ini?" tekan Liam tak mau kalah. Ia Leader, ia harus berada di atas anggotanya. Ia harus bisa menguasai anggotanya.

Hembusan nafas disertai gelengan kepala berulang The White lakukan. Seolah sedang berkata, 'Aku tak habis pikir' untuk kalimat yang Liam lontarkan.

"Tak usah banyak lagak, Leader. Kau tahu, kau hanya bawahan para petinggi itu. Kau itu sama seperti kami, hanya bedanya, kau lebih bisa dimanfaatkan cuma-cuma oleh mereka. Kutanya, sudah berapa tahun kau menjabat sebagai Leader? Dan apakah ada salah satu dari petinggi itu yang berkata akan menaikkan pangkatmu? Percayalah, kau hanya boneka!"

"The White!" pekik Liam semakin emosi. Dirinya sudah dipusingkan dengan El yang menguping pembicaraannya, dan kini ada The White, salah satu anggota paling susah dikendalikan.

"Turun sekarang juga! Anggap aku tak pernah bilang apa-apa! Pergi!"

The White tertawa, semakin keras.

"Kau tahu? Perbincangan yang menurutmu sangat penting itu, hanya sepuluh persen dari apa yang kutahu tentang anak ini. Sama sekali informasi yang tak berguna. Dan kau pikir, aku akan memanfaatkan informasi itu? Kau menilaiku terlalu rendah, Liam. Dan aku benci diberi nilai rendah."

Klang!

Semua terkejut, ketika The White tanpa aba-aba melayangkan tendangannya ke arah Liam. Untung saja, lelaki itu hanya menargetkan kaleng yang sedang Liam genggam.

Krrtt!

Remuk, The White menginjak kaleng yang baru saja ia jatuhkan.

"Yah, itu saja. Aku akan turun sekarang, sudah waktunya aku bekerja," pamitnya.

Ketiga pasang mata itu menuntun punggung The White untuk kemudian menghilang di tangga. Maka kini, tinggal tiga manusia yang tersisa.

"Saya minta maaf telah menguping. Tapi sebelum memberi saya hukuman, saya minta Kak Liam dan Kak Nako untuk menjawab seluruh pertanyaan saya."

---

"Saya kemari, ke Holydead, untuk mendapati kebenaran tentang kejadian yang menimpa saya. Ingatan saya hilang, buram, dan saya berniat memperjelas ingatan itu. Saya tak mau dihukum mati karena sesuatu yang saya sendiri lupa. Lantas seorang perawat laki-laki memberitahu saya, bahwa seseorang yang saya cari, ada di Holydead. Seseorang itu adalah guru saya, yang kemungkinan tahu tentang apa yang menimpa saya. Itu alasan saya kemari."

Penjelasan El yang singkat, langsung bisa dimengerti oleh Nako dan Liam. Kini keduanya tahu, alasan mengapa El terlihat begitu polos walau latar belakangnya begitu suram. Ternyata karena ia lupa, atau memang tak pernah melakukannya?

"Seperti apa gurumu itu?"

El terdiam menanggapi pertanyaan Nako. Ia mengedarkan pandangannya, berhenti pada sebuah pemanggang roti berwarna merah.

"Seorang laki-laki, dengan rambut berwarna merah."

"Kamu lupa wajahnya?" desak Liam.

"Iya, tapi saya yakin, jika saya bertemu dengannya, saya bisa mengenalinya."

"Wah, itu susah. Bisa saja dia sudah mengecat kembali rambutnya. Karena kalau memang dia ke Holydead, akan runyam jika berpenampilan terlalu menonjol begitu," gumam Nako sembari meraih gelas berisi air mineral.

"Kalian tidak perlu repot-repot mencari, biar saya sendiri," ucap El percaya diri.

Liam hampir saja menyemburkan air dalam mulutnya jika tidak segera melihat betapa seriusnya wajah El saat ini. Liam dan Nako saling tukar pandang, tak percaya bahwa mereka berbicara serius dengan seorang anak berumur sembilan tahun.

"Baiklah. Jadi, apa yang ingin kamu ketahui, El?" tanya Nako tenang.

"Apa itu Holydead, dan sedang berada dimana aku?"

Nako dan Liam saling berpandangan, untuk kemudian secara serempak menandaskan minuman masing-masing.

"Biar aku dulu yang menjelaskan," putus Liam sepihak yang langsung diangguki Nako.

"Holydead, adalah sebuah kota yang terpisah dari kota-kota lain di negeri ini. Satu-satunya penghubung orang-orang di Holydead dan orang luar adalah kejahatan. Ibarat penjara, Holydead adalah tempat berkumpul para pembunuh, pelacur, pencuri, perampok, penjudi, dan masih banyak lagi.

Jadi, mungkin alasan kamu dikirim kesini, adalah karena Holydead merupakan tempat paling aman dari kejaran polisi. Karena jika polisi datang kemari, hanya ada dua pilihan. Polisi itu ditangkap oleh orang Holydead, atau polisi itu harus meringkus seluruh manusia di Holydead.

Holydead dibuat oleh beberapa orang yang tersingkirkan karena tak bisa berbuat baik. Walau penuh dengan orang jahat, Holydead tetap punya aturan dan tetap punya tempat untuk masing-masing macamnya.

Dan tempat yang sedang kamu singgahi sekarang, adalah organisasi IB8 divisi pembunuh bayaran. Terdengar konyol memang, tapi percayalah, divisi ini adalah divisi paling laris dari lainnya. Orang-orang jahat di luar sana, berlomba-lomba untuk masuk ke divisi ini. Tak mudah, karena seperti yang kamu dengar, perlu 'kegilaan' jika ingin masuk ke divisi ini.

Lalu, divisi pembunuh bayaran ini punya tiga tingkatan. Tingkatan paling rendah adalah Experiment, berisi anak-anak yang baru bergabung dengan divisi ini, dan merupakan tempat kita saat ini--"

"Jadi maksud Kak Liam, seluruh penghuni gedung ini adalah anggota organisasi IB8, divisi Pembunuh Bayaran, tingkat Experiment?" El menginterupsi, mencoba memperjelas informasi yang masuk ke otaknya.

Liam mengangguk, "Tapi kamu jangan berpikir, bahwa kami akan membunuh siapapun itu. Kami punya aturan, dan kami punya pesanan. Bagi kami, orang yang kami bunuh sudah layak untuk mati. Ada beberapa anggota dari divisi Pembunuh Bayaran yang hanya menerima 'pesanan' dengan kriteria target tertentu.

Seperti Duka, dia hanya menerima target yang suka menindas. Jadi apabila ada pesanan, dan ternyata ia harus membunuh orang yang tak pernah menindas orang lain, Duka akan menolaknya. Karena itu bukan prinsipnya.

Sampai sini mengerti?"

El mengangguk ragu, ekor matanya melirik Nako, sedang membayangkan bagaimana kira-kira prinsip yang Nako terapkan dalam pekerjaannya.

"Aku hanya membunuh orang yang pernah menganiaya anak dibawah 15 tahun," jelasnya kepada El tanpa diminta.

El gelagapan, ia bingung ingin menunjukkan ekspresi senang atau sedih. Senang karena target Nako yang cukup masuk akal, atau sedih karena Nako tetap saja seorang pembunuh.

"Intinya, kami tidak asal membunuh orang," pangkas Liam.

"Jadi, sekarang saya adalah anggota experiment? Dan saya harus bekerja menerima pesanan yang berarti membunuh orang ...."

"Benar."

"Ini gila."

"Memang."

"Saya tidak mau."

---

THE LOST GIRL [UP TIAP HARI]Where stories live. Discover now