[28] Penentuan

19 1 0
                                    

Terbangun, aku merasakan kepalaku yang seperti mau pecah. Mataku berkedip, mencoba mendapat penglihatan lebih baik. Dan, saat aku sudah dapat melihat dengan jelas apa yang ada di sekitarku, peristiwa aneh sedang berlangsung.

Seseorang dengan rambut putih berkilaunya sedang terkikik sendiri, bermain sesuatu dengan api di sana.

"Pak--" Aku langsung menelan ludahku sendiri, sekelebat kejadian mengerikan terlintas. Aku menyadari bahwa aku masih berada di situasi yang sama.

Pak Noah bukan lagi seseorang yang kukagumi. Ia adalah orang gila.

Tunggu, kenapa aku tidak bisa bergerak?

Jangan bilang ... tangan dan kakiku diikat?

Aku menoleh ke belakang, dan benar. Aku diikat.

Tetapi aku harus melepaskan diri, aku harus melepaskan keluargaku! Maka aku mencoba melonggarkan ikatan dengan memperbanyak gerak tubuh, nihil. Sesuatu seperti itu hanya ada di film-film! Ternyata sangat susah melepaskan ikatan!

"El? Tidak lelah?"

Bulu kudukku berdiri saat suara familiar itu menginterupsi, perlahan aku menoleh, dan hampir saja menjerit ketika sebuah jari yang telah terbakar separuhnya berada tepat di depan mataku.

Itu jari Ayah.

"Kalau lelah, kamu bisa makan dulu. Ini sudah kubakarkan, medium!" tawar Pak Noah sembari menyodorkan jari Ayah ke wajahku.

Aku menggeleng kuat.

Pak Noah terlihat kecewa, "Ya sudah. Kalau begitu kita lanjutkan saja pertunjukannya." Pak Noah melempar asal jari Ayah, menggelinding entah kemana. Lantas ia berdiri, berjalan mendekati kelima anggota keluargaku yang masih berada di posisi sama.

"Maaf menunggu, tolong kerjasamanya ya--" Pak Noah membungkuk sembilan puluh derajat kepada kelima anggota keluargaku.

Lantas ia menoleh ke belakang, "--tolong dilihat dengan seksama ya!"

"Nah, sampai mana kita tadi? Hmhm." Pak Noah berjalan mondar-mandir, berlagak berpikir. Entah apa yang ia pikirkan, semoga saja bukan sesuatu yang buruk.

Mustahil.

Pak Noah menghampiri Kakak, dipegangnya pisau tiga puluh senti yang masih tertancap disana. Kakak menggigit bibirnya, aku tak bisa membayangkan betapa sakitnya ketika benda itu mendapat pergerakan dari Pak Noah.

"Hmhm, ini kurang pas."

Setelah berkata demikian, tanpa aba-aba, Pak Noah mencabut pisau dari perut kakak.

"ARGGGHHH!!!" Jeritan yang memilukan memenuhi ruangan. Aku menggigit bibirku, tak tahan dengan kengerian yang berlangsung di depan mata.

"Aduh-aduh, kau berisik sekali! Telingaku sakit, tahu! Sabar sedikit, ini nanti kupasang lagi!" gerutu Pak Noah sembari mengorek-ngorek telinganya. Ia terlihat kesal, namun tak lama. Karena kemudian matanya berbinar-binar ketika mendapati darah mengucur gila-gilaan dari perut kakak yang menganga.

"Wah, tapi aku punya ide yang lebih bagus!"

Tanpa aba-aba, pisau itu ditusukkan dengan tenaga penuh dua tangan.

Aku kaget.

Semua orang kaget.

Sementara Kakak, matanya melotot seperti dipaksa keluar. Ia terbatuk, mengeluarkan darah yang tak terkira banyaknya.

THE LOST GIRL [UP TIAP HARI]Where stories live. Discover now