The Duke's Darkside |35|

4.7K 338 63
                                    

"Fuck! Kenapa kita bisa kehilangan mereka?"

Bugh. Bugh.

Dua kali bogeman mentah mendarat tepat di rahang kiri Liam. Benar, David adalah pelakunya. Penerbangan kilat tadi ternyata sia-sia, karena meskipun mereka sudah bisa melacaknya, Raina sudah lebih dulu pergi. Rumah yang pernah disinggahi oleh wanita muda itu juga seperti tidak berpenghuni. Seolah dirinya telah bersiap diri berpacu dengan waktu mengingat David yang mulai bergegas ke lokasinya.

Tunggu, bisa jadi mereka pergi karena memang telah mengetahui keberangkatan pria itu. Jadi pertanyaannya sekarang, siapakah yang menyokong Raina dari belakang? Sungguh mustahil jika wanita muda itu hanya sendirian. Oh mungkin saja laki-laki yang menemaninya di pemakaman itu adalah orangnya?

David mengatur napas. "Tetap cari keberadaannya. Lalu esok harinya kita pergi ke pemakaman."

Mereka semua mulai meninggalkan rumah tak berpenghuni itu. Penerbangan tadi membuatnya sedikit kelelahan, ditambah lagi dengan tujuannya yang ternyata gagal, maka lengkaplah sudah. David perlu mengistrihatkan tubuhnya. Dia berusaha untuk mendapatkan titik terang keberadaan Raina. Atau setidaknya bisa mengetahui orang yang memberinya perlindungan.

"Liam."

"Ya?" Pria itu menoleh sembari menjawabnya.

"Setelah sampai di hotel, siapkan tiga botol champagne, kita akan minum sebentar."

"Baik."

"Jangan lupa obati juga lukamu."

Liam langsung mengangkat kepalanya, apakah ia tidak salah dengar? Sungguh, ini kali pertama David peduli dengan korban sasaran tinjuannya, bahkan pada Liam sekalipun yang notabene adalah sahabat yang merangkap sebagai tangan kanannya. Liam hanya merasa aneh saja, tidak seperti biasanya.

Waktu telah berlalu begitu cepat. Sekarang dua pria tadi sedang berada di rooftop. Angin malam memang tidak baik, namun mereka tidak peduli karena terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing. Menikmati minuman beralkohol yang telah masuk ke tenggorakannya.

"Aku penasaran, mengapa kau bersikeras untuk mencari keberadaannya? Seingatku, di awal kau bahkan pernah menolaknya yang notabene adalah hadiah ulang tahunmu dariku."

David menyesap pelan champagne-nya. "Aku hanya terbiasa dengan sisi samping ranjangku yang telah berpenghuni."

"Kau yakin hanya itu?"

"Memangnya kau mengharapkan jawaban apa?"

"Lebih dari yang kau ucap."

Perkataan Liam mampu membuat David bungkam. Ia merasa dirinya mabuk, tapi kesadarannya masih ada. Namun anehnya, kenapa dia merasa kebingungan. Sejujurnya dia juga tidak tahu mengapa bisa melakukan hal demikian.

"Apakah salah jika mengikuti naluri?"

"Apa maksudmu?"

"Sejujurnya aku telah memerintahkan dokter untuk mengganti after morning pils-nya dengan obat menyubur rahim. Dan naluriku mengatakan, dia melarikan diri sambil membawa sebagian dari milikku."

Liam tak menanggapi, dia berusaha keras untuk mencerna apa yang baru saja dikatakan oleh pria yang tak jauh berbeda usia dengannya. "Maksudmu?"

"Akhir-akhir ini aku merasakan keanehan. Mual di pagi hari sampai menginginkan nasi goreng udang, padahal aku sendiri tidak menyukai udang. Aneh bukan?"

Bugh. Pyar.

"Bangsat!" umpat David sambil menyeka darah di ujung bibirnya.

Jika tadi Liam yang mendapat bogeman kuat, kali ini Davidlah yang menjadi korban. Sejujurnya, ini masih sebanding dengan penderitaan yang Raina alami selama ini. Dan meskipun Liam masih merasa kurang puas, setidaknya dia bisa menepati janjinya sendiri.

The Duke's DarksideWhere stories live. Discover now