The Duke's Darkside |13|

12.5K 659 8
                                    

Fajar telah menyingsing di ufuk timur. Suara kicauan burung seakan menjadi alarm pagi bagi setiap insan. Pun begitu dengan Raina.

Gadis itu mengerjapkan matanya perlahan. Netra coklatnya sedang menyesuaikan sinar matahari yang menerpa lewat jendela besar di samping kirinya.

Dia menguap, sesekali merentangkan otot-ototnya. Dan seketika itu merasakan nyeri di bagian bawahnya. Lantas ia menyibak selimut yang membungkus tubuh mungilnya.

Napasnya tercekat.

Raina tidak mengenakan apa-apa. Lalu pikirannya melayang pada kejadian tadi malam. Jadi yang tadi malam itu nyata, batinnya tersayat.

Diperkosa adalah bencana besar bagi Raina. Niat baiknya untuk menuntut ilmu malah berujung hal mengerikan seperti ini. Raina tak habis pikir.

Mengingat apa yang terjadi tadi malam, itu sangat menyeramkan. Sampai-sampai gadis itu tidak berani mendeskripsikannya.

Seandainya ia....

Ceklek.

"Nona sudah bangun?" Cepat-cepat ia merapatkan selimutnya kemudian mendongak ke arah asal suara.

Seorang wanita paruh baya yang tadi ikut menyambut kedatangan tuannya serta Raina, masuk sambil membawakan beberapa pakaian.

"Pakaian ini dari Tuan David, tuan meminta saya agar melayani Nona," ujarnya karena melihat raut kebingungan di wajah Raina.

Raina bangkit, duduk bersandar di punggung kasur dengan satu tangannya yang masih mencengkram ketat selimut agar tak mengekspos tubuh telanjangnya. "Tuan David?"

"Iya, pemilik tempat ini."

Ironis sekali. Raina bahkan baru tahu nama pria itu dari orang lain.

Melihat ekspresi gadis itu yang masih tak berubah, wanita paruh baya tadi duduk di tepi ranjang.

"Nama saya Lucy, kepala pelayan di sini." Raina mengangguk-anggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Nona ingin mandi? Atau ingin sarapan dulu?"

Raina memang lapar. Tapi ia lebih butuh mandi. Badannya terasa lengket semua.

Gadis itu menggeleng pelan. "Raina ingin mandi saja, Bibi."

"Kalau begitu akan saya siapkan airnya."

"Terima kasih."

Sekarang, bibi Lucy sudah meninggalkan kamar itu. Setelah menyiapkan air, Raina memaksanya untuk keluar. Selain dia tidak terbiasa dimanjakan seperti ini, gadis itu juga tidak ingin wanita paruh baya itu melihat sisa-sisa semalam. Apalagi jika bukan tanda-tanda yang melekat di setiap inci tubuhnya itu.

Raina berjalan tertatih menuju ke kamar mandi tanpa selimut yang melilit tubuhnya. Sebenarnya ia tak kuat, namun ia paksakan saja. Setelah sudah berada di sana, ia menatap refleksinya di cermin.

Rasa mual dan ngilu seketika hinggap. Raina tak kuasa menatap pantulan dirinya. Banyak bekas merah di leher, tulang selangka, maupun di dadanya. Semua itu didapat dari isapan juga gigitan dari David.

Tak kuat melihatnya, lantas Raina menyalakan shower, berlama-lama di bawah guyurannya. Berharap agar bekas-bekas itu bisa hilang. Meski rasanya mustahil dapat menghilang dengan sekejap.

Merasa tak puas, Raina masuk ke bathtub yang telah disiapkan oleh Bibi Lucy dengan air hangat sebagai isiannya. Di sana ia duduk meringkuk, memikirkan banyak hal. Gadis itu mulai hanyut dalam pikirannya sendiri.

Apa yang harus ia lakukan setelah ini?

Haruskah ia kembali ke negara asalnya, melupakan serta mengubur semua mimpi buruk yang telah terjadi?

The Duke's DarksideWhere stories live. Discover now