The Duke's Darkside |14|

12.5K 625 23
                                    

Thank you for 10K readers❤
Big luv, from me💋

Happy reading!! ^ ^

***

Dan semua akan baik-baik saja. Kalau pun sekarang hidup terasa sangat menyedihkan, percayalah, Tuhan tidak tidur. Dia yang maha segalanya.

Ya... berakit-rakit dahulu, berenang-renang ke tepian.

Entah sudah ke berapa kalinya Raina bermonolog, mengucap kalimat tersebut. Rasa keputus-asaan yang sebelumnya bercokol di hati, kini berangsur-angsur lenyap.

Pasalnya, sudah dua hari ini, pria itu tidak menampakkan batang hidungnya. Tentu saja, Raina bersorak kemenangan. Kalau boleh serakah, gadis itu malah berharap tidak ingin bertemu dengannya lagi.

Raina jadi ingat peristiwa dua hari yang lalu, tak lama setelah ia sudah siuman, Bibi Lucy datang. Beliau menyampaikan sesuatu yang membuat gadis itu sedikit kebingungan. Tuan David sudah menunggunya di lantai dasar, begitu ucapnya.

*Flashback on*

Raina bungkam, masih mencerna ucapan yang dilontarkan oleh bibi Lucy. "Tuan David? Untuk apa menunggu Raina, Bibi?"

Gadis itu masih berada di atas ranjang, dengan posisi yang tengah bersandar di bed head board-nya. Sementara itu, bibi Lucy duduk menyamping di pinggiran ranjang.

"Saya juga tidak tahu, Nona. Tuan hanya berkata akan mengajak Nona keluar. Jadi lebih baik, Nona segera mempersiapkan diri," ucap bibi Lucy lembut.

"Apakah Nona butuh bantuan untuk merias diri? Saya bisa panggilkan Veronica, dia ahli dalam bidang tersebut," imbuhnya lagi.

Sontak Raina menggeleng cepat. Bibi Lucy yang melihat itu, tampak menahan tawa. Sungguh, gadis ini terlihat sedikit childish namun menggemaskan. Beliau makin penasaran, seberapa belia gadis baru tuannya yang berpawakan mungil serta berwajah lucu aksen Asia ini?

"Bibi seperti sedang menahan tawa." Raina menampilkan ekspresi merajuk, lengkap dengan bibir yang sedikit dimajukan, dan tangan yang bersedekap tepat di depan dadanya.

Berbanding terbalik dengan wanita paruh baya itu, beliau terlihat kikuk. Namun hal tersebut hilang karena tertutupi oleh senyuman lembutnya.

"Kalau begitu, saya keluar dulu. Nona bisa memilih pakaian yang Nona sukai di sana, semuanya sudah lengkap," ucapnya sambil menunjuk sebuah pintu yang Raina yakini, itu adalah walk in closet. "Jika Nona membutuhkan sesuatu, saya ada di depan pintu."

Ada sebuah tangan menghentikan bibi Lucy ketika hendak berbalik badan. Beliau melihat tangan itu, kemudian mengalihkan tatapannya ke arah Raina. "Ya, Nona?"

"Umm... begini... apakah bibi yang memakaikan piyama ini?" tanya Raina was-was. Jika bibi Lucy benar-benar melakukannya, itu berarti... bibi Lucy melihat tanda-tanda sialan itu!

"Jangan terlalu dipikirkan, Nona. Lekaslah bersiap diri," balas wanita itu tanpa sedikit pun menjawab pertanyaan yang mengganjal di hati Raina itu. Kemudian, bibi Lucy melanjutkan langkahnya untuk keluar dari kamar itu.

Tepat lima belas menit setelah bibi Lucy meninggalkan kamar, Raina sudah tampil rapi dengan pakaian yang gadis itu sendiri merasa tidak nyaman memakainya. Lagi-lagi, ia tak punya pilihan.

Dia keluar dari kamar, dan mendapati bahwa bibi Lucy masih berada di depan pintu. Beliau tersenyum akan penampilan Raina.

"Kenapa, Bibi? Pasti tidak cocok untuk Raina pakai ya?"

The Duke's DarksideWhere stories live. Discover now