The Duke's Darkside |16|

11.6K 623 43
                                    

"Ayolah, Bibi... Raina hanya ingin keluar mencari udara segar."

Raina terus saja merengek. Pagi ini begitu cerah, sampai-sampai membuat gadis itu bersikeras ingin menikmatinya. Raina tidak suka hanya berdiam diri di dalam sana. Ia merasa seperti terisolasi dari dunia luar. Dan itu semua karena pria tua yang sedang mengerjakan beberapa tumpuk dokumen di ruang kerjanya.

"Jangan melawan perintah Tuan, Nona." Bibi Lucy mengingatkan. Dia hanya tidak ingin nona muda di depannya ini terkena amukan atau bahkan hukuman dari David.

"Ishh ... sudah cabul, workaholic, menyebalkan pula," gerutunya amat nyaring. Bibi Lucy yang mendengarnya meringis karena sebutan yang paling awal.

Sebuah deheman tiba-tiba memotong ucapan Raina. Tentu saja ia kaget bukan main. Dia buru-buru melangkah menuju ke belakang tubuh bibi Lucy, menyembunyikan dirinya. Perlahan, dia mengintip dengan takut-takut.

Seketika itu, Raina membulatkan matanya. Perasaan senang dan bahagia melingkupi hatinya. "Tuan Liam!" pekiknya kegirangan.

Dia sudah tidak lagi bersembunyi di belakang tubuh bibi Lucy. Tak tahu mengapa, rasanya kedua kakinya terasa digerakkan untuk mendekat ke arah Liam.

"Hai, Raina, bagaimana kabarmu?" tanya Liam -pria yang tak lain adalah tangan kanan dari David- untuk sekedar basa-basi ketika gadis mungil itu sudah tepat di depannya.

Mendengar pertanyaan tersebut, wajah Raina tampak berbeda. Aura bahagia yang dimilikinya mendadak lenyap. "Tidak baik, Tuan Liam. Semua makin kacau setelah Anda menyatakan bahwa saya hanyalah sebuah hadiah untuk ulang tahun Tuan David," ucapnya sedih.

"Dan apakah Tuan tahu apa yang lebih menyakitkan dari itu? Anda ... Anda mengulurkan tangan, menjelma seperti seorang malaikat. Namun nyatanya, Anda sendiri yang membuat saya jatuh dalam kubangan terkutuk ini."

Liam bergeming. Ia sangat iba sekaligus merasa bersalah kepada Raina. Sejujurnya, dia juga amat menyesal karena menempatkan gadis itu di situasi seperti ini. Tapi tak ada yang bisa ia lakukan, termasuk membantu gadis itu keluar dari lingkaran menyedihkan yang tak sengaja ia buat.

"Maafkan aku, seandainya aku bisa membantumu melarikan diri ...."

Raina menggeleng dan tersenyum paksa. "Mungkin ini sudah takdir yang digariskan Tuhan kepada saya, Tuan. Saya akan mencoba menerima semua ini dengan lapang dada."

Liam menggenggam kedua tangan Raina. "Jangan menerimanya begitu saja, Raina. Kau harus berusaha keluar dari sini. Aku berjanji kepadamu, cepat atau lambat kau akan meninggalkan tempat ini. Ya ... walaupun terdengar begitu sulit, tapi setidaknya pegang janjiku."

Raina lagi-lagi menggeleng sambil tersenyum. "Jangan menjanjikan sesuatu hal yang bahkan belum tentu bisa dilakukan, Tuan. Saya hanya tidak ingin menelan rasa kecewa yang mungkin saja dapat terjadi."

Gadis itu mengedarkan pandangannya. Ia baru menyadari bahwa bibi Lucy sudah tidak lagi berada di tengah-tengah mereka. Raina tidak tahu penyebabnya, ia hanya meyakini mungkin saja bibi Lucy memberi ruang untuk membicarakan privasi mereka.

"Dengarkan aku, Raina." ucapan tegas dari Liam membuat gadis bernetra cokelat teduh itu menatap lekat ke pemilik suara. Genggaman pria itu berpindah ke pundak Raina.

"Untuk apa dia mendengarkanmu, Liam?"

Waktu terasa terhenti sejenak. Liam dan Raina tentu saja merasa terkejut. Mereka sama-sama menoleh ke arah suara. Dan mendapati bahwa David sudah berada di ambang pintu sambil bersedekap.

Perlahan, Raina melangkah mundur, bermaksud untuk melepaskan kontak fisik dengan Liam. Dan Liam langsung memusatkan pandangannya ke arah gadis itu lagi. Kepalanya tertunduk, dan tubuhnya sedikit gemetar ketakutan. Pria itu langsung menangkap sebuah alasan.

The Duke's DarksideWo Geschichten leben. Entdecke jetzt