The Duke's Darkside |08|

14.2K 724 24
                                    

"Berhentilah menangis bocah!"

Raina malah makin menangis sejadi-jadinya. Ia takut di sini, hendak pulang, namun pria tua cabul ini terus saja menyegahnya. Gadis itu makin kalut saja, sebenarnya apa maunya. Seingatnya, ia tidak pernah berbuat hal yang tidak mengenakkan di negeri ini. Ya kecuali jika di negara asalnya. Tidak terlalu sering, namun pernah.

"Mau ke mana kau?" David meninggikan suaranya lagi karena melihat Raina yang berjalan ke arah pintu.

Gadis itu berhenti, kemudian membalikkan badannya. "Saya ingin pulang, Paman!" ucapnya masih sesekali menangis, meski tak separah barusan.

"Tidak tanpa persetujuanku," ucapnya dengan datar. David mencoba menenangkan gadis itu dengan tidak meninggikan suaranya.

Pria itu menuju ke arah Raina. "Satu lagi, jangan panggil aku paman. Kau pikir aku pamanmu hah?"

David mendengus. Hatinya seakan tidak rela jika dipanggil dengan sebutan paman oleh Raina. Namun hal tersebut tak berlaku jika dengan keponakannya. Ia merasa baik-baik saja.

Sedangkan Raina mencoba meredam tangisannya, sambil mengusap bekas air mata yang membekas di pipinya.

"Oh ya? Pria yang terlihat jauh lebih tua dariku bahkan sudah brewok dan berjenggot, bukan termasuk kategori paman? Lalu apa, kakek? Atau ayah?"

Wah ... Raina bahkan tidak menyangka kalau dirinya bisa seberani ini. Sampai-sampai melupakan tata krama. Bahkan bahasanya sudah tak seformal waktu pertama kali bertemu dengannya. Ibu, tolong maafkan Raina, sudah melupakan pesan Ibu.

Samar-samar, Raina melihat sepercik kilatan amarah di mata biru langit itu. Rasa beraninya sudah terkikis sebagian. Payah sekali kamu!

"Jangan sampai aku melakukan hal yang lebih parah dari tadi, girl."

Demi perut sixpack pria itu! Ketakutan kembali melingkupi dirinya. Membayangkan bagaimana pria tadi melecehkannya secara brutal, membuat Raina bergidik ngeri.

Dengan segenap hatinya yang paling dalam, Raina mencoba bicara baik-baik. Berharap David mau melepasnya.

"Sir, saya ingin pulang. Ada presentasi yang harus saya siapkan untuk esok hari. Anda juga tidak berhak mengklaim saya sesuka hati Anda. Dimohon, tolong kesadarannya."

Sial, pernyataan formal tersebut benar-benar menampar David. Harga dirinya seakan turun drastis. Dan itu disebabkan oleh bocah di hadapannya ini?

"Saya bisa menuntut Anda dengan tuduhan pelecehan."

David tersenyum miring. Ah, masa dia tidak tahu siapa David?

"Aku bisa saja memutarbalikkan fakta, girl. Itu hal yang sangat mudah. Kau tahu, semuanya bisa dilakukan oleh seorang penguasa."

Bahu gadis itu langsung melemas, tidak ada tatapan kekesalan, tidak ada rasa sok beraninya. Benar, dia hanya gadis biasa yang merantau di negara orang. Pria di depannya ini juga terlihat seperti orang yang berada. Terbukti dengan memiliki penthouse mewah ini.

Orang kaya dengan segala kekuasaan dan keegoisannya akan selalu menang di atas penderitaan orang kecil.

Yang kaya makin tinggi, yang miskin makin rendah. Itulah hukum alam.

Raina menatap pria itu, namun sebelumnya ia menarik kuat-kuat ingusnya yang hendak keluar. "Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"

David mengernyitkan dahinya. Kenapa gadis ini menanyakan hal itu?

"Aku tidak tahu."

"Kalau menurut saya, sepertinya tidak." Raina memberi jeda. Air mata merembes turun kembali.

The Duke's DarksideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang