Bab V - Melompat Mundur

36.4K 3.8K 184
                                    

"Judes abis itu sepupunya Tiwi." Rizi melapor pada Rama yang baru tiba di rumahnya. Mereka berdua duduk di teras dengan dua kaleng coke.

Menjepit rokok di dua bibirnya, Rama memantik korek, detik selanjutnya kepulan asap keluar dari hidung dan mulutnya bersamaan. "Kenapa emang?"

"Gue dibilang pake intrik kotor buat deketin dia. Sialan." Rizi menggelengkan kepala seraya tertawa miris tidak habis pikir dengan kejadian beberapa jam lalu. Seumur-umur, ini pertama kalinya ada perempuan yang menyalahartikan niat baiknya.

Alis Rama terangkat. "Emang kenapa?"

Delikan mata kesal Rizi hadiahi pada Rama saat mendengar dua kata yang di bolak-balik pria itu. "Gue sengaja tungguin dia sampe dia pulang karena gue khawatir dia sendirian di tempat parkir,bdia malah nuduh gue motifin dia."

Terbahak-bahak, coke di dalam mulut Rama tersembur lalu berceceran di lantai keramik. Ia mengelap mulutnya, menoleh lalu mengamati wajah Rizi yang terlihat masih tenang saat bercerita.

"Tampang lo emang tampang pemerkosa sih. Jadi, yah... serem-serem gurih gimana gitu." satu tarikan dalam menimbulkan bunyi api yang membakar batangan tembakau di bibir Rama. "Wajar ajah sih dicurigai," lanjutnya.

"Sialan memang," maki Rizi. Karena tidak mampu mencium asap rokok, Rizi berdiri membawa coke nya lalu duduk di lantai bersandar pada satu tiang-tiang teras rumahnya. "Jenis M3T2 tuh, Ram," lanjutnya.

"M3T2?" ulang Rama tidak mengerti.

"Malu - Malu Mau Tapi Takut," terang Rizi. Ia memainkan telunjuk di mulut kaleng coke-nya kemudian meneguk dalam sekali napas. "Tipe-tipe yang belom pernah ngerasain titit begitu biasanya rada sok jual mahal, Ram. Tapi mereka sebenarnya penasaran, jadi, butuh sedikit mengasah bakat akting untuk ngebuat mereka ngelepas baju sendiri. Tapi kalo gue sih cukup satu tatapan teduh ajah sih selesai perkara."

"Anjir!" teriak Rama. "Ga semua perempuan M3T2 bisa lo taklukin dengan tatapan, setan!" makinya. "Gue udah ngelakuin itu ama Tiwi, dan ga pernah berhasil." Rama mengusap kepala pelontosnya. Wajahnya berubah frustrasi mengenang acara 'bujuk-membujuknya' yang tidak pernah mempan pada Tiwi.

Rizi menggoda, "Mungkin kita perlu tukar posisi?" usulnya, sengaja memanasi temannya itu. "Kali ajah tatapan gue lebih mujarab kalo sama Tiwi."

"Pantat lo yang mujarab!" maki Rama, ia berpindah posisi mengikuti Rizi. Duduk bersandar di tiang seberang. "Lagian... lo cocoknya ama barang-barang second bermerk sih, kalo gue mah barang-barang biasa ajah, tapi masih baru," ujar Rama menaik-naikan alisnya.

Rizi tersenyum membenarkan ucapan temannya. Apa bedanya barang baru dan barang bekas? Toh fungsinya sama; tergunakan untuk memenuhi kebutuhan. Hanya mungkin berbeda di rasa. Sebagian laki-laki yang berpikiran sempit memang lebih ingin menuruti ego dan naluri kelaki-lakian mereka untuk menjadi 'orang pertama'. Maka berburulah mereka mencari wanita - wanita yang masih menyimpan keperawanannya.

Namun, Rizi lebih logis saja, karena tipe wanitanya memanglah jenis wanita yang sebagian besar sudah kehilangan keperawanan sejak usia belia. Rizi tak masalah dengan itu, buat apa menghabiskan banyak waktu berburu perawan? perawan hanya bisa di nikmati sekali dan setelahnya sama saja.

Lagipula perempuan di matanya mempunyai strata sendiri. Turunan bangsawan yang berdarah biru, Istri-istri pejabat, dan juga para sosialita menurut Rizi berada di strata satu. Tangan Rizi terlalu pendek untuk menjangkau kelas itu, dia tidak begitu tertarik dengan wanita-wanita yang posisinya mengancam kedudukan laki-laki. Menurutnya, wanita terhormat itu berbahaya. Sulit dinikmati karena bermartabat tinggi, itu memuakan.

Pilihan Rizi mungkin berada di strata dua, perempuan-perempuan tanpa cacat fisik dan paling penting bisa 'diinjak'. Yang menjanjikan kepuasan duniawi. Strata dua ini diisi oleh wanita-wanita berkelas dan tentu saja berpengalaman.

ImpromptuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang