Bab XXV - Impromptu

36.4K 4K 1.1K
                                    

Cinta itu sederhana. Yang rumit itu kamu. 
Mencintaimu itu mudah. Yang sulit adalah membuatmu juga mencintaiku

Rumit - Langit Sore.

.
.
.
.
.
.
.
.


Bola bowling dilepas Rizi. Berguling lintasi lane, menyapu 10 pin sekaligus. “Strike!”

Rekan main tak bersuara, Rizzi mengecek ke belakang. Tahu-tahu, Mikuna sedang memotretnya. Gadis itu langsung menyaku ponsel kelabakan.

“Maaf.” 

Rizzi menatapnya, kombinasi menghargai sekaligus gemas. “Buat Lambe Turah, ya?”

“Enggak! Cuma buat Insta Stories. Sorry, bikin Bang Izzi nggak nyaman.”

Ditanggapi serius. Padahal Rizzi cuma bercanda. Dua hari jadi teman jalan, Mikuna teridentifikasi sebagai gadis berkepribadian bak roti lapis. Anak manis produk keluarga superagung. Akunya, sepanjang hayat, cuma berteman dengan 50 besar manusia terpintar di sekolah, atau yang ber-IPK di atas 3,5. Didikan rumah, menyetel Miku ke modus cewek lugu, tapi orbit pertemanan tularkan sisi ekspresif. Kombinasi unik: agresif, innocent, spontan tapi sangat beradab.

Menyenangkan.

Rizzi merasa keji pernah menyimpan niat kurang ajar pada gadis yang lantang bilang suka, tapi selalu minta maaf ketika tangan mereka bersentuhan sewaktu mengambil popcorn

“Boleh pinjem ponsel Miku?”

Gadis itu memberinya sembari klarifikasi, “Semua foto punggung Bang Izzi, akan aku hapus, kok.”

Sangkanya, akan ada inspeksi isi galeri. Ternyata Rizzi merangkul bahunya erat. Atur posisi agar dapat angle yang pas untuk ber-wefie.

“Sudah memenuhi standart aesthetic buat Insta Story Miku, belum?” tunjuk Rizzi tepat ke tangkapan mukanya dalam potret.

Gadis itu mengangguk excited. Seandainya Rizzi tahu, bagi Miku, berada dalam apitan badan 182 Sentimeter-nya itu adalah puncak estetik sebuah potret. Rizzi adalah feeds Instagram terindah tanpa Lightroom dan VSCO.

Tag ke akun saya, yah.”

Mata Miku berpendar penuh harap. “Memangnya boleh?”

“Kenapa harus nggak boleh?”

“Ya..., barangkali, ada yang triggered?”

“Siapa?” pancing Rizi, melengkungkan alisnya dengan jenaka. “Pacar Miku?”

Yang digoda merona. “Aku ... belum punya.”

“Benar?”

When you said, ‘benar?’, i heard ‘apa saya boleh daftar jadi pacar kamu?”

Pecah tawa Rizzi. Mikuna awasi rautnya penuh sinyal. Sorot tersirat itu bikin Rizzi sadar, seharusnya dia lebih preventif untuk Mikuna yang ofensif. Kamusnya beri alarm pengingat: lelaki bijak bukan yang menikmati digilai. Melainkan dia yang sadar tak bisa membalas, lalu bantu mengawal perasaan lawan jenis agar tak meluber kemana-mana.

Situasi sekarang adalah ranjau. Salah sikap, bisa memupuk harap besar. Masalahnya, Rizzi sedang berada dalam mode terlarang untuk disukai siapa pun. Bahkan segerombol Bidadari Langit. Andai, mata Kaum Hawa dilengkapi X-ray, mereka akan melihat tulisan ‘DANGER’ di seputaran hatinya.

“Saya traktir es krim?”

Sadar ini pengalihan, Mikuna menyungging setengah ejek. “Itu kompensasi karena tolak cinta aku?”

ImpromptuOnde histórias criam vida. Descubra agora