dua puluh dua

156K 17.5K 2.7K
                                    

Sebastian tidak ingat kapan terakhir kali dia bertemu dengan Kat. Tiga bulan yang lalu? Enam bulan yang lalu? Entahlah. Kat adalah sebuah luka. Dan salah satu cara terampuh untuk melupakan luka adalah membiarkan waktu menyembuhkannya dengan beranggapan jika luka itu tidak pernah ada. Sebastian hampir merutuk. Dari semua tempat di Jakarta, kenapa dia harus bertemu dengan seorang Cathleena Nirwasita di depan wahana roller coaster? Rasanya seperti mengalami déjà vu yang tidak menyenangkan.

"Ternyata benar kamu." Gumam yang Kat lontaran membuat Sebastian ditarik keluar dari pikirannya sendiri. "lucu ya? Setiap kali melihat roller coaster, aku selalu ingat kamu. Ternyata kamu betulan ada disini."

Sebastian masih diam, dan Kat seperti tidak merasa terganggu. Gadis itu tersenyum lebar, membuat wajahnya yang sudah cantik jadi terlihat kian cantik. Mata cokelat gelapnya jatuh pada Suri, menatap dengan penuh tanda tanya.

"Siapa ini? Adik sepupu kamu?"

"Teman."

"Gebetan!" Suri memotong, langsung meraih lengan Sebastian dan memeluknya erat-erat seperti predator tengah menandai wilayah kekuasaan. "Jangan genit-genit. Tian itu gebetan aku."

Kat terperangah sejenak, lalu tawa gelinya lepas. "Seriously, Sebastian Dawala? Sekarang kamu ngegebet anak SMA? Geez, I thought you were better than this."

Suri langsung dibuat melotot geram karenanya.

Sebastian mendengus, tetapi tidak menyentakkan tangannya untuk melepaskan genggaman Suri. "Apapun itu, Kat. Kehidupan pribadiku bukan urusan kamu lagi. Mana Alvaro?" Sebastian tidak mengira dia mampu menyebut nama laki-laki yang luar biasa dia benci itu tanpa bergidik.

"Ternyata kamu masih marah sama aku," Kat berujar. Matanya menatap Sebastian dengan kumpulan emosi yang sukar terdefinisi. "Harus berapa kali aku bilang kalau kita selesai bukan karena Alvaro? Ada atau nggak ada Alvaro, we weren't going to work ou, Bas. You have to understand that."

"Terserah."

"Jangan kayak anak kecil, deh." Kat menyentakkan kepala. Sorot di matanya adalah jenis yang Sebastian benci setengah mati. "Kamu temanku. Salah satu teman terbaikku. Aku nggak mau terus-menerus musuhan kayak gini sama kamu. Kita udah gede, kenapa nggak bersikap dewasa aja dan move on?"

"Kamu nggak akan pernah mengerti, Kat. Karena rasa kamu untuk aku nggak sedalam rasa aku untuk kamu." Sebastian tertawa muram. Shit, dia benci situasi seperti ini. "Kamu nggak akan mengerti sakitnya ketika orang yang kamu cintai sepenuhnya hanya mencintai kamu seperlunya."

"Bas,"

Ucapan Kat tidak terteruskan. Bukan karena Sebastian atau Suri, melainkan karena dering dari ponselnya sendiri. Gadis itu menghela napas, mengeluarkan ponsel dan menerima panggilan yang masuk. Dari bagaimana raut wajah Kat terlihat, Sebastian tahu siapa penelepon itu. Jelas penelepon itu Alvaro. Cowok yang telah merebut Kat darinya. Cowok yang kata Kat punya selera bagus dalam fashion dan tidak ragu-ragu mengajak Kat makan malam romantis di akhir pekan.Cowok yang tidak hobi mengutak-atik benda mati seperti Sebastian.

"Aku harus pergi," Kat berkata setelah percakapannya dengan Alvaro selesai. "Senang bertemu kamu, Bas. Kamu lebih kurus dari yang aku ingat. Kebiasaan kamu skip makan siang pasti masih berlanjut."

"Sekali lagi, Cathleena Nirwasita, itu bukan urusan kamu."

Kat tersenyum sedih. "See you when I see you."

Lantas gadis itu berbalik, berjalan dengan anggun dalam balutan sepatu hak tingginya. Bahkan diantara kerumunan orang-orang yang menyemut, Kat terlihat sangat berbeda. Gadis itu serupa kupu-kupu biru diantara hijaunya rerumputan. Kontras dan mencolok. Dia seperti salah tempat. Dalam bayangan Suri, orang seperti itu hanya bisa dia temui dalam acara fashion week kota-kota pusat fashion dunia. Bukannya di taman hiburan seperti Dufan.

NOIRWhere stories live. Discover now