29 - Story of Red Moon

80.6K 10.3K 1.9K
                                    

"Itu dia."

Hilangnya sosok Suri dan Blanc seolah mereka baru saja dihisap oleh udara kosong menyisakan keheningan selama beberapa saat hingga suara pertama yang bermula dari bisikan samar Sombre terdengar. Ucapannya seperti memaksa ketiga kakak laki-laki Suri dan Sebastian yang sempat tercekat tanpa kata untuk tersadar. Chandra, Calvin dan Cetta memekik heboh sambil saling berdebat tentang di mana adik mereka berada, sedangkan Sebastian menatap tajam seraya menghampiri Nael tanpa rasa gentar.

"Lo yang waktu itu." katanya tanpa basa-basi. "Kemana lo bawa dia?"

"Tahan langkahmu di sana, Makhluk Mortal." Ernest memperingatkan, sudah siap untuk menghadang langkah Sebastian ketika Nael mengangkat salah satu tangannya, membuat gerakan Ernest seketika terhenti.

"Kamu yang harus menahan langkahmu dan tetap berdiri di tempatmu, Ernest."

"Tapi, Noir—"

"Nael." Nael mengoreksi cepat, lalu mengalihkan pandangannya pada Sebastian. "Aku memang mengenal sosok yang baru saja membawa Suri pergi, namun aku tidak tau kemana dia membawa Suri pergi."

"Pokoknya yang jelas dia bukan ranger biru!" Cetta menukas cepat dengan tidak santai. "Di mana Suri sekarang?! Dia nggak koma, kan?! Atau jangan bilang kalau dia—"

"Nggak." Chandra menyambar cepat seakan dia sudah bisa menebak ke mana kata-kata Cetta akan bermuara. "Suri nggak akan kenapa-napa. Pokoknya nggak. Dan kalau dia sampai kenapa-napa, kalian bertiga, Trio Kecapi Hitam, gue bakal mengejar kalian bertiga sampai ke neraka!"

Nael menarik napas panjang. "Ini bukan pertanda baik."

"Memang." Sombre sependapat. "Namun ada sesuatu yang patut disyukuri. Setidaknya, kamu dan Blanc tidak berada dalam ruang dan waktu yang sama terlalu lama. Jika tidak, kita tidak bisa menerka seberapa besar tingkat kerusakan yang akan kalian timbulkan."

"Mungkin tidak ada yang bisa disyukuri untuk semua yang terjadi malam ini, Sombre." Ernest berujar dengan suara pelan sambil menunjuk pada satu arah, yang kontan membuat mereka semua menoleh secara serempak. Ketiga kakak Suri dan Sebastian terpana atas apa yang mereka lihat di langit, namun berbeda dengan Nael, Ernest dan Sombre, ketiganya tak terlihat ngeri karena tak mengerti apa arti dari fenomena yang sedang mereka saksikan.

"Bulan Merah—" Kalimat Nael terhenti di tenggorokan, membuat Sebastian langsung menyela tanpa berpikir.

"Apa maksudnya?!" Nada suara laki-laki berambut hitam itu meninggi, hasil dari perpaduan rasa marah, rasa penasaran dan rasa khawatir yang bergejolak.

Nael tidak sempat menjawab, karena secara tiba-tiba angin bertiup dengan teramat kencang, diiringi oleh gerimis yang berubah jadi hujan deras. Hujan itu seperti petir yang muncul di siang bolong. Airnya mengguyur tiba-tiba. Gabungan antara derainya dan tiupan keras angin membuat mereka semua basah seketika, tidak terkecuali ketiga kakak laki-laki Suri yang sebetulnya berada di tempat yang cukup teduh. Diterpa oleh hujan semendadak itu, insting alami setiap orang pasti adalah mencari tempat berteduh terdekat. Tetapi mereka terlalu kaget dan penasaran untuk bergerak sehingga keempatnya tetap membatu di tempat mereka berdiri.

Tidak sampai di situ, rahang mereka kembali dibikin hampir jatuh ke lantai saat bulan yang bertahta di langit malam tiba-tiba saja terselubungi oleh warna merah terang. Fenomena itu tampak begitu fantasi, sejenis peristiwa yang tidak diduga oleh siapa pun akan disaksikannya di dunia nyata. Warna merah yang menyelubunginya kian pekat, membuat bulan itu seakan-akan menyala diantara malam yang buram oleh hujan. Lalu tiba-tiba, sebuah retakan besar muncul di bagian tengahnya, diikuti oleh siraman cahaya serupa sorot lampu panggung dengan arah cahaya yang vertikal.

NOIRWhere stories live. Discover now