tiga puluh empat

188K 19K 3.4K
                                    

Mengingat mereka hanya punya waktu tiga hari hingga wanning crescent yang disebut-sebut Calvin sebagai maksud dari langit mati terjadi, baik Chandra, Calvin maupun Cetta sepakat untuk cuti sejenak dari kesibukan harian mereka—terkecuali masalah-masalah yang berhubungan kewajiban akademik seperti kelas kuliah buat Cetta dan Rana serta masalah asistensi dengan dosen pembimbing dalam kasus Calvin. Di luar dugaan, pada akhirnya bukan hanya mereka yang mengambil rehat sejenak, melainkan juga Khansa, Siena dan Sebastian.

Walau mendapat penolakan dari Calvin, Khansa bersikeras untuk tidak melanjutkan latihan renangnya. Gadis itu terlihat tidak peduli saat Calvin mengingatkan bagaimana menjadi atlet peraih medali emas menjadi salah satu mimpi terbesarnya. Khansa menjawab dengan satu kalimat sederhana bahwa Suri telah menyelamatkan hidupnya, karena itu dia merasa punya kewajiban ikut melindungi Suri dan akhirnya Calvin pun berhenti membantah.

Sementara Siena, gadis itu memutuskan izin dari sekolah selama empat hari mengikuti Suri. Tidak ada yang melawan gagasan itu. Bahkan kedua orang tua Siena terlihat cukup senang karena menurut mereka sejak kecil hingga sekarang. Siena belajar terlalu sering. Kalau Chandra sih malah senang, soalnya dia jadi bisa melihat Siena hampir setiap hari. Setelah mendapatkan titik terang tentang peristiwa wanning crescent, tiga kakak Suri memang turut bermigrasi ke rumah Sebastian—dimana bukan hanya Jia Dawala yang dibuat senang, melainkan juga Wati dan sejumlah hantu perempuan penggemar Cetta.

Semua orang tampak menggunakan melindungi Suri sebagai alasan untuk rehat sejenak dari rutinitas sehari-hari, meski apa yang mereka lakukan lebih tepat dibilang bermalas-malasan. Seperti sekarang contohnya dimana Chandra sedang sibuk tebar pesona dengan memetik gitar di samping Siena. Cetta masih di kampus karena ada kelas sejak pagi hingga menjelang siang, sedangkan Rana tengah sibuk menonton telenovela berjudul Esmeralda bersama Calvin di ruang keluarga. Khansa belum datang—ketika Calvin menghubunginya, gadis itu bilang sedang sibuk membuat ulang sandwich yang gagal karena Mbak Mul lagi-lagi menggunakan mentega greentea—yang ternyata wasabi.

"Kak Chandra bikin lagu ini sendiri?" Siena bertanya sesaat setelah Chandra selesai memainkan intro.

Chandra mengangguk.

"Wow, hebat banget,"

Chandra senyam-senyum penuh kebanggaan. "Iya, dong. Aku gitu loh."

Siena tertunduk, pipinya dirambati oleh warna merah.

"Menurut kamu gimana lagunya?"

"Bagus."

"Lagunya tentang orang yang jatuh cinta sama cewek yang warna pipinya kayak mawar setiap kali cewek itu tersipu malu." Chandra membalas, berlagak sok puitis hingga membuat Calvin yang duduk di karpet harus menahan dorongan supaya tidak melempar kakaknya itu dengan kulit kacang. "Kayak kamu."

"Kak Chandra bisa aja," suara Siena hampir tidak terdengar. Reaksi yang gadis itu tunjukkan membuat Chandra kian girang. Bahkan dari jarak diantara mereka yang tidak terlalu dekat, Chandra bisa menerka bagaimana kondisi jantung Siena. Astaga, dia menyukai ini. Dia suka membuat dada cewek-cewek berdebar-debar. Rasanya seperti membuktikan reputasinya sebagai penakluk kaum hawa tanpa tandingan. Apalagi jika gadisnya adalah Siena...

"Aku serius. Gimana kalau project kita pakai lagu ini aja?"

"Boleh, kak."

"Kamu bisa nyanyi ini, kan? Nanti kamu yang nyanyi terus aku yang nge-rap. Pasti pecah abis deh."

Siena mengangguk malu-malu.

"Kalau mau senyum nggak apa-apa senyum aja, Siena," Chandra mengerling. "Kalau kamu malu-malu gitu, aku jadi gemes tau nggak?"

NOIRWhere stories live. Discover now