(5)

7.7K 941 119
                                    

Keesokan paginya, Cal bertanya-tanya bagaimana ia bisa bangun sesiang ini. Cal belum pernah bangun lebih dari pukul enam tanpa obat tidur karena ia selalu mengalami mimpi buruk hingga memaksanya terjaga dini hari. Itu sebabnya Cal agak terkejut mendapati jendela kamarnya disinari cahaya matahari pagi.

Cal meregangkan tubuhnya dan beranjak dari tempat tidurnya. Ia meraih ponsel untuk melihat jadwalnya hari ini. Ada pesan panjang dan dari Cara dan Jesse, namun Cal mengabaikannya. Ia menjawab beberapa email bisnisnya, membayar beberapa tagihan melalui ponselnya, sebelum meraih kaos dan keluar kamar.

Ia terkejut ketika mendapati dapurnya tidak kosong seperti pagi-pagi biasanya. Ada seorang wanita dengan tanktop dan celana pendek sedang menjarah kulkasnya. Kemudian Cal mengingat kejadian semalam, yang mungkin menjadi alasannya tidur lebih lama karena kelelahan.

"Apa yang kau lakukan?" ujar Cal tiba-tiba.

Vivian terkejut hingga beranjak dari posisinya dan tak sadar membentur kepalanya dengan pintu kulkas bagian atas. "Aduh! Brengsek."

"Hati-hati, Viv."

Vivian merengut seraua mengusap kepala saat membalikkan tubuhnya. Kesalahan. Kesalahan besar. Cal baru saja bangun tidur. Ia pria normal dan sepenuhnya sehat. Vivian yang menggunakan tanktop, mengekspos tubuh berisi dan payudara besarnya sama sekali tidak membantu pagi harinya. Mungkin Cal seharusnya mandi dulu, bukan sarapan.

Sial. Apa Cal pernah berpikir bahwa sahabat saudarinya punya tubuh yang luar biasa seksi? Dengan rambut merah tergerai dan lekuk sempurna. Cal baru kali ini mendapati Vivian terbebas dari riasan mencolok. Wanita itu terlihat jauh dari glamor, begitu natural tetapi tetap menawan. Ini sungguh tidak benar.

"Aku lapar," kata Vivian.

Cal tidak mau membicarakan lapar. Ia juga kelaparan dalam artian lain. Sudah lama sejak ia menyalurkan hasratnya dan ia tidak mau bergairah karena melihat Vivian. "Apa itu juga termasuk dalam kewajibanku untuk menolongmu? Kau bilang aku hanya harus menjamin tempat untukmu tidur dan tiket kembali ke Amerika."

"Seingatku, aku bilang, kau harus memastikanku tetap hidup sampai besok pagi. Kalau kau tidak memberiku makanan, aku akan mati pagi ini dan itu tidak sesuai dengan daftar yang harus kau penuhi."

"Kulihat kau sudah mencuri buah anggurku."

"Pilihan apa yang kumiliki? Kau tidak punya apel atau pisang. Aku biasanya sarapan apel dan/atau pisang." Seharusnya Cal tahu mengapa saudarinya berteman dengan Vivian, mereka semua tidak tahu malu. Meskipun, yah, Vivian yang paling blak-blakan di antara semuanya.

Cal meraih telepon dan mengatakan bahwa ia ingin sarapannya segera diantar. Pintunya diketuk beberapa menit kemudian. Cal membuka pintu dan mempersilakan pelayan untuk menyajikan sarapan di meja bar.

Vivian tercengang ketika mendapati menu sarapan yang memenuhi meja. "Ini―"

"Sarapan kita," kata Cal enteng. "Yang seharusnya hanya sarapanku."

"Kau sarapan sebanyak ini?" katanya sambil mengamati sereal, susu, roti isi, daging, telur, salad, jus, teh, kopi, dan buah-buahan. "Boleh aku minta saladnya?"

"Tentu. Tapi kopinya untukku."

"Aku pilih jus." Vivian mendesah puas ketika menempatkan dirinya di kursi bar yang berhadapan dengan Cal. Ia jelas terlihat lapar namun tidak melirik makanan berat lain. Kelihatannya ia cukup puas dengan salad. "Aku mungkin mengurangi jatah makanmu."

"Apa aku harus menjawab, jangan sungkan?"

"Oh, aku memang tidak sungkan." Vivian menyuap saladnya dan bergumam. "Ini enak."

REPLACE THEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang