(24)

7.4K 890 88
                                    

Keesokan paginya, cermin tidak menunjukkan wajah terbaik Vivian. Matanya memerah dan bengkak. Wajahnya pucat dan rambutnya berantakan. Setelah mandi pun penampilannya tidak terlihat prima. Sepertinya pagi ini juga menggambarkan suasana hati Vivian yang sendu. Udaranya lembab dan sepertinya akan turun hujan di awal musim gugur ini.

Vivian tidak tahu apa yang mengganggu hatinya sejak Cal mengucapkan kalimat tulus tentang C besar itu. Cal orang yang baik meski terkadang menyebalkan. Cal tampan, khas genetik keluarga Beverly kecuali rambutnya dan cara berpakaiannya yang terlalu santai. Cal juga memuaskannya di ranjang. Lantas apalagi masalahnya?

Ini membuat Vivian frustasi. Ia belum pernah merasa seperti ini pada pria manapun. Tidak pula pada Anthony. Jadi mungkin ia juga merasakan C besar itu? Perasaan bahagia sekaligus frustasi ini?

Rasanya mengerikan.

Vivian telah berprinsip tidak akan mengharapkan lebih dari seseorang. Harapan lebih pada seseorang akan membuatnya jatuh terlalu dalam dan itu akan membuatnya lemah ketika hanya sakit hati yang ditorehkan. Seperti ayah dan ibu Vivian. Selama ini Vivian berpikir ia mempunyai orang tua yang menyayanginya. Ibunya berkata demikian, tetapi nyata wanita itu meninggalkannya juga.

Vivian pernah menjalin hubungan dengan beberapa pria. Terkadang hubungan mereka berhasil selama berbulan-bulan dan Vivian meyakini dirinya mencintai pria ini, namun pada akhirnya berpisah adalah jalan terbaik dan Vivian tak pernah menyesalinya. Lalu datang Anthony yang dengan berani melamarnya. Vivian yakin mencintai Anthony pula. Pria itu membuatnya bahagia. Tapi pengkhianatan Anthony tidak membuatnya menangis semalaman. Apakah Vivian mendeskripsikan cinta dengan benar?

Lalu ada apa dengan Calvin Beverly? Mengapa mendengar Cal membicarakan wanita lain membuatnya gila? Mengapa mendengar Cal mencintainya membuatnya begitu takut hingga Vivian menumpahkan air matanya yang sebelumnya belum pernah ia lakukan untuk pria manapun?

Vivian takut kehilangan Cal. Itulah alasananya.

Bagaimana jika Cal mengakui ini dan Vivian menerimanya dengan tangan terbuka―dengan perasaan yang begitu dalam untuk pria itu―Cal justru akan meninggalkannya suatu hari nanti? Vivian tidak mau hidup dalam harapan. Ia sudah menghapus harapan-harapan semacam itu dan mencoba hidup menit demi menit. Jika ia tidak menjaga hatinya dari Cal, suatu saat ia akan tersakiti dan Vivian tak yakin akan bisa sembuh dari itu semua.

Vivian mendesah dan memandang jendela kamarnya. Sekarang ia merasakan kesepian yang begitu dalam. Ia berharap punya ibu yang dimintai nasihat, saudara yang bisa mendengarnya. Tapi ia tak memiliki semua itu. Menelepon Cara, Jesse, atau Quinn bukan pilihan. Mereka sibuk dengan keluarga dan kehidupan mereka.

Vivian meraih mantel yang baru ia beli saat berbelanja bersama Jesse dan mengencangkan talinya. Ia akan berjalan-jalan, menyapa orang-orang, mungkin bertemu orang baru. Ia sangat suka bertemu orang-orang baru, membuat pikirannya teralihkan untuk memahami orang lain.

Ketika Vivian membuka pintunya, ternyata pintu di depannya juga terbuka. Menampakkan rambut panjang Cal yang basah tersisir rapi ke belakang. Pria itu mengenakan jaket kulit dan celana jins berwarna pudar yang entah bagaimana justru cocok untuknya. Ia juga harum hingga Vivian ingin menyurukkan kepalanya ke leher Cal untuk mengendusinya.

"Hai." Cal memulai. "Eh... kunci Jesse ada padaku." Ia menyerahkan kunci pada Vivian dan wanita itu mengulurkan tangan dengan ragu-ragu. Menyadari betapa ia merindukan pria itu. "Eh... aku hanya ingin tahu apa kau ingin jalan-jalan?"

"Tidak," jawab Vivian cepat. Ia perlu menenangkan batinnya sebelum berhubungan lagi dengan pria itu.

Wajah kecewa Cal tampak. "Oke... eh... apa kau tidur nyenyak semalam?"

REPLACE THEMWhere stories live. Discover now