(21)

8K 976 62
                                    

Membawa barang belanjaan mengingatkan Vivian bahwa apartemennya kali ini bukan jenis apartemen pencakar langit yang punya lift. Untunglah ia punya akal sehat untuk tidak menimbun makanan hanya demi kesenangannya menghambur-hamburkan uang. Jadi barang belanjaannya tidak terlalu berat dan Vivian bisa mengangkutnya seraya menaiki tangga. Hanya dua lantai, itu bukan masalah.

Belanjaannya memang tidak berat, tapi cukup tinggi hingga menutupi pandangan Vivian menatap langkah kakinya. Alhasil Vivian hampir terjungkal ketika tiba di anak tangga teratas. Ia mendapati suara mengerang keras seseorang yang sekarang ia kenali sebagai Cal. Pria itu masih mengenakan sweter yang Vivian ingat ketika mengantar pria itu makan siang bersama ayah dan saudaranya.

"Apa yang kau lakukan di depan pintuku?!" hardik Vivian. Tidak tahukah Cal kombinasi hak sepuluh senti, belanjaan, dan apartemen tanpa lift itu menyebalkan? Untung saja ia tidak sampai terjungkal.

"Yah, maaf, ini juga depan pintuku," sahut Cal. Ia bangkit dan mengambil alih belanjaan Vivian. "Sini, biar kubantu."

"Perhatian sekali," cibir Vivian meski dalam hati ia bertanya-tanya mengapa Cal bisa menjadi begitu manis dan tampan. Ia nyaris tidak mempersiapkan diri untuk kembali ke apartemen dan bertemu Cal.

"Jangan sinis begitu," kata Cal sambil mengeluarkan seringaian seksi. Vivian punya firasat ada yang berubah setelah 'Makan Siang bersama Para Pria Beverly' yang Cal datangi. "Aku tidak mau bertengkar denganmu."

"Aku juga tidak mau bertengkar. Memangnya kita sedang bertengkar?" Vivian merogoh tasnya untuk mencari-cari kunci apartemennya. Cal menunggu dengan sabar di belakang Vivian yang berusaha membuka pintu. Ketika pintu terbuka, Cal membuntuti Vivian sampai konter dapur mininya untuk meletakkan belanjaan. "Trims! Kau cukup hebat jadi tetangga."

Cal terdiam sesat dan menatap Vivian, membuat wanita itu harus mengalihkan pandangan. "Tentu. Eh... kalau begitu, aku akan kembali ke tempatku."

"Ya."

Cal melangkah melewati pintunya. Vivian masih tergugu di lorong apartemennya sendiri melihat punggung Cal tepat di hadapannya. Cal membuka pintu dan masuk, tapi tidak langsung menutup pintu seperti yang Vivian lakukan. Mereka bertatapan beberapa waktu lamanya, terdiam di lorong masing-masing.

Vivian tidak yakin apa yang tengah bergelut di dalam dadanya. Ia meyakini hubungannya dengan Cal bukan apapun. Hanya jenis kesenangan semata. Namun ketika Cal menatapnya dan bersikap manis padanya, Vivian nyaris melupakan setiap batasan yang ia dirikan. Ada bagian dalam dirinya yang meyakini bahwa ia dan Cal hanya terbawa suasana, tetapi ada bagian lain dalam dirinya yang setuju dengan Quinn. Bahwa mereka bukan hanya terbawa suasana, bahwa mereka bukannya sekedar pelarian. Bukannya Cal yang ingin menghindari masa lalunya, atau bahkan Vivian yang ingin melupakan Anthony―mereka di sini karena hasrat keinginan masing-masing yang begitu murni.

Vivian menyusun tiap kata-kata ketika Cal hanya terpekur menatapnya. "Apa yang... kau lakukan di depan pintuku?"

Cal tersenyum tipis. "Sekali lagi, itu bukan hanya pintumu."

"Terserah. Kau bukannya tidak bisa menemukan kuncimu."

Cal mengendik dan memudarkan senyumnya. "Aku... kembali ke sini dan... entahlah. Di sini sangat kosong. Selain kenyataan kau punya beberapa perabot yang lebih bagus, tapi... tidak ada kau."

Vivian meneguk ludah dan mencengkeram konter dapur. Baiklah, ia baru saja meleleh. Itu kata-kata manis yang datang dari Cal. Yang ketus, yang membosankan, yang selalu ingin menyendiri seperti penjaga gua. Tetapi Cal menginginkan kehadirannya.

"Boleh aku mampir?" tanya Cal pelan.

"Aku tidak yakin apa yang bisa kita lakukan di sini." Kemungkinan besar mereka hanya akan berhubungan seks. "Aku bahkan tidak punya TV." Jika diingat-ingat lagi, dua hari ini mereka juga tidak butuh TV. Tapi mereka butuh sedikit jarak untuk memperjelas keadaan. Vivian sudah cukup terguncang ketika Quinn memaparkan keadaan yang ada. Hubungan mereka jelas bukan hubungan konvensional semacam itu. Tapi Quinn benar bahwa akan menjadi suatu kesalahan jika menganggap segala hal yang telah terjadi tidak berarti apapun.

REPLACE THEMWhere stories live. Discover now