(8)

6.8K 905 54
                                    

Cal mendapati dirinya berada di dalam sebuah mobil familiar yang tengah melaju. Seketika tubuhnya menegang mengenali tempatnya berada. Cal melihat seorang gadis yang menyetir untuknya dengan kecepatan tinggi.

Tidak. Ini tidak nyata, pikir Cal. Jangan mimpi ini lagi. Ia berusaha keras membangunkan diri. Ini hanya memori terdalamnya yang terus diulang-ulang dan Cal tidak menyukainya.

"Aku tidak mencintaimu sebesar itu," kata si gadis padanya.

Cal menggeleng dan menutup matanya. "Tidak. Kau tidak nyata."

Seorang pemuda membalas gadis itu dengan nada tajam. "Persetan dengan omong kosong itu."

"Sepupuku lebih mencintaimu. Mungkin kita tidak seharusnya bersama," lanjut si gadis.

Cal menutup telinganya kuat-kuat ketika mendengar pemuda itu―dirinya di masa lalu―mengamuk habis-habisan. "Kalau begitu kenapa tidak salah satu dari kita mati saja kalau akhirnya kita tidak bersama?" Pemuda itu baru akan membuka pintu untuk menjatuhkan dirinya keluar ketika suara lengkingan gadis tadi terdengar, mencegahnya melakukan hal bodoh. Belum sempat Cal mencerna segalanya, decitan ban mobil terdengar begitu keras kemudian. Yang selanjutnya hanya terdengar hantaman keras sebelum kegelapan menenggelamkannya.

Cal menjerit keras-keras. Memaksa jiwanya tertambat dan terjaga. Ia mencerna tempatnya berada sekarang. Di ranjang kamar hotel. Yang barusan hanya mimpi buruk yang sama. Cal mendapati tubuhnya berkeringat dan gemetar. Ia berusaha mengambil udara sebanyak-banyaknya dan mengatur napas. Waktu menunjukkan pukul tiga. Seperti biasanya, mimpi itu tidak mengijinkannya tidur lagi.

"Kau baik-baik saja," gumam Cal pada dirinya sendiri. "Kau tidak di sana. Kau di sini."

Ini sudah lebih dari dua belas tahun dan Cal belum bisa mengatasi mimpi buruknya. Cal pikir segalanya baik-baik saja setelah ia pergi meninggalkan kota kelahirannya, tempatnya tumbuh, dan mengenal gadis cantik itu. Dalam memori Cal gadis itu masih cantik, cerdas, dan ceria. Gadis itu adalah cinta pertamanya dan cintanya satu-satunya. Namun gadis itu pergi dalam kecelakaan tragis itu. Sementara Cal tertinggal di sini dihantui trauma akan tragedi mengerikan itu.

Cal sudah mencoba berdamai dengan mimpi buruknya. Ia bahkan menemui terapis setelah kecelakaan dan menyembunyikan masalah traumatisnya dari semua orang termasuk saudara-saudarinya. Tak sanggup menyimpan rahasia itu dan tak sanggup berada dalam kenangan yang sama, Cal pun pergi. Ke mana saja yang membuatnya melupakan kejadian naas itu. Tetapi percuma saja. Cal sudah mengunjungi ujung dunia sekali pun dan tidak sekalipun mendapatkan ketenangan batin.

Mendadak Cal merasa sangat haus. Ia keluar kamar untuk mengambil air. Tentu saja ia tak menduga Vivian berada di ruang utama, menggunakan kacamata yang membuatnya terlihat sangat kutu buku dan mengaburkan kesan Vivian yang berisik dan materialistis. Wanita itu sedang menulis sesuatu di atas kertas. Ia seperti tengah berkonsentrasi penuh hingga tak menyadari kehadiran Cal.

"Kau belum tidur?"

Vivian tersentak dan melotot padanya. "Astaga! Bisakah kau tidak mengagetkanku? Aku mulai berpikir kau berusaha memicu penyakit jantungku sebelum aku kembali ke Amerika."

"Kau punya penyakit jantung?"

"Yah, tidak. Kalau aku punya, aku pasti sudah mati kemarin karena kau senang sekali mengendap-endap." Vivian menaikkan kacamatanya dan mengamati Cal. "Kenapa kau bangun?"

"Kau sendiri kenapa belum tidur?"

"Aku sudah tidur, tapi terbangun. Mimpi buruk. Padahal kupikir jadi terlantar saja sudah buruk."

Cal mengambil segelas air dari dapur, lalu bergabung dengan Vivian. Wanita itu ternyata telah mengamasi apapun yang ditulisnya tadi dan sekarang wanita itu menyibukkan diri dengan ponselnya. Cal tidak tahu apakah Vivian sedang pura-pura. "Kau sering bermimpi buruk?"

REPLACE THEMWhere stories live. Discover now