(9)

7K 957 133
                                    

Cal tidak terlihat sampai keesokan paginya. Vivian mulai berpikir mungkin Cal sedang membuatnya merasa bersalah, atau mungkin pria itu dengan sangat jahat meninggalkannya di hotel ini dan terbang ke Amerika, atau jangan-jangan pria itu bunuh diri di kamarnya karena kalah dari Vivian. Ia tidak menyukai yang manapun dari ide itu. Meskipun, ya, Vivian memang merasa agak bersalah karena menyebut Cal tidak mungkin mengetahui nama lengkap seluruh keponakannya. Tentu saja ia tidak tahu dan hal itu wajar. Cal punya enam keponakan dan jumlahnya akan bertambah satu lagi setelah Cara melahirkan beberapa bulan lagi. Belum lagi, Cal tidak berada di Westerly sepanjang tahun. Yang meskipun itu aneh karena Vivian saja bisa menyebut nama anak-anak di keluarga Beverly padahal dirinya bukan Beverly.

Meskipun Cal tidak seharusnya mengungkit kegagalan pernikahannya, Vivian juga tidak seharusnya menghakimi Cal seperti itu. Jadi Vivian berniat meminta maaf sebelum Cal bisa pergi meninggalkan Vivian di hotel ini sendirian. Ia lebih suka Cal mengantarnya dengan kecepatan empat puluh, daripada berjalan kaki naik turun bukit berkilo-kilometer jauhnya sambil membawa koper.

Vivian menghela napas dan mempersiapkan kata-kata manis di kepalanya. Ia ragu Cal akan luluh dengan kata-kata palsu itu, tapi tidak ada salahnya mencoba. Ia mengetuk pintu beberapa kali dan memanggil nama Cal, namun tak ada jawaban. Jangan-jangan Vivian benar bahwa Cal sudah pergi, atau bunuh diri. Tidak mau mengambil risiko, Vivian akhirnya memberanikan diri membuka pintu kamar Cal yang untungnya tidak terkunci.

Kamar itu persis seperti kamarnya. Tidak lebih besar atau lebih kecil, namun Vivian bisa melihat ini mungkin kamar tidur utama karena punya balkon dengan bak berendam dan menunjukkan pemandangan Santorini. Vivian menemukan Cal sedang tertidur di ranjangnya. Rambut panjangnya terurai, tangannya terlipat dibawah kepala. Dan oh, ini kesalahan. Cal telanjang dada, memamerkan otot-otot tubuhnya yang bergerak teratur seiring napasnya. Vivian harus menutup mulutnya dan mencegah liurnya keluar. Mungkin tidak seharusnya ia masuk sekarang.

Vivian tahu Beverly punya gen luar biasa. Ayah Cara, Gerald Beverly saja masih tampan di usia paruh bayanya, dengan otot-otot maskulin dan senyum ramah. Si sulung Beverly, Max adalah pemain gelandang tim futbol New England. Ia punya tubuh besar berotot yang membuatnya bisa menggulingkan lawan. Cal memang tidak punya tubuh sebesar Max, tetapi badannya bagus. Sangat bagus untuk ukuran fotografer yang makan makanan jahat.

"Oke... aku tidak sengaja masuk. Aku hanya tersesat," bisik Vivian seraya mengambil langkah mudur untuk keluar kamar. Mungkin ia bisa bicara dengan Cal nanti. Pria itu tidak mati atau melarikan diri, itu intinya.

Tiba-tiba saja Cal mendengus keras hingga membuat Vivian terkejut setengah mati. Ia pikir pria itu sebenarnya terjaga dan hanya mengerjainya, tetapi tubuh pria itu menegang seolah seseorang sedang menahan tubuhnya tetap di ranjang sementara matanya masih terpejam.

Kemudian Cal merintih, "Tidak."

Vivian ragu-ragu untuk membuka mulut. "Eh... Cal?"

Napas Cal menjadi pendek-pendek. Kini rintihan itu menjadi suara tersiksa yang memilukan. Cal masih memejamkan matanya, yang artinya pria itu terjebak dalam mimpi buruk. Vivian menghampiri pria itu dan memanggil namanya.

Cal mengeluarkan suara kesakitan. Ia berkali-kali berkata tidak. Vivian berusaha lebih keras untuk membangunkan pria itu. Ia bahkan mengguncang tubuh Cal. Itu berhasil. Cal membuka mata dengan membelalak. Matanya merah namun berair. Ia terlihat bingung dengan tempatnya berada, Vivian pun berusaha menenangkan.

"Hei, tidak apa-apa. Hanya mimpi buruk. Aku di sini."

Cal menelan ludah. Vivian baru menyadari tubuh Cal yang gemetar. "Aku baik-baik saja."

Vivian mengangguk. "Ya. Kau baik-baik saja. Tidak apa-apa." Demi Tuhan, mimpi apa yang menghantui Cal hingga tubuhnya gemetar hebat dan berkeringat deras meski pendinginnya menyala. Tiba-tiba saja Cal terisak, tak yakin jika pria itu benar-benar menangis. Vivian pun tak kuasa untuk mendekatinya dan memberi tepukan di bahu. "Oh, Sayangku."

REPLACE THEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang