7

23.4K 2.3K 38
                                    


Selamat membaca!!!

Jangan lupa votmennya 😇

Suasana sekolah di siang hari cukup layak bagi Rayta untuk berjalan-jalan melihat keindahan Arsitektur bangunan di dunia novel ini. Namun, sayangnya ia malah di suruh untuk membersihkan lapangan basket di luar ruangan yang sangat luas setelah selesai pembelajaran kedua.

Tentunya hal ini berhubungan dengan peristiwa tadi pagi, gara-gara Falcon yang mencekiknya ia dan kakaknya terlambat untuk datang ke sekolah. Lantas tatapan mata Rayta beralih pada kakaknya di ujung lapangan sana. Kakaknya begitu rajin membersihkan daun-daun yang berguguran di lapangan luas itu dibandingkan ia yang suka bermalas-malasan.

“Dia pria yang sangat rajin, mendekati tipe pria ideal ku. sayangnya kenapa dia harus menjadi kakakku.” Gumam Rayta masih menatap Reymond yang menyapu bersih daun-daun kering bersama beberapa orang siswa dan siswi yang terlambat.

“Nona Rayta apa ada yang bisa saya lakukan? Saya benar-benar minta maaf karena telah berangkat lebih dulu ke sekolah dan meninggalkan anda.”

Rayta mendegkus malas mendengar ucapan Edwin untuk yang kesekian kalinya semenjak ia membersihkan lapangan basket ini.

Gadis yang membawa sapu di tangannya itu menoleh dan berkata dengan nada malas.“Berdiri di ujung lapangan sana seolah kau itu patung hidup. jangan berkedip sebelum aku suruh.”

“Baik.” Lantas Edwin segera berlari kearah pohon rindang di ujung lapangan. Rayta hanya melirik sekilas pada Edwin. Ya, lagipula Rayta yakin Edwin tidak mungkin tidak berkedip.

Sepasang netra Ruby Rayta beralih menatap Reymond, satu alis Rayta terangkat melihat beberapa pria  menggoda kakaknya dan yang paling Rayta benci adalah mereka tidak segan bertindak lancang menyentuh tubuh kakaknya.

“Si brengsek itu.” umpat Rayta marah.

Rayta berjalan dengan langkah lebar menunju tempat Raymond. Satu tangannya yang memegang sapu terangkat bergerak dengan bar-bar  ke arah tiga orang pria urakan yang menganggu Reymond, hal tersebut membuat ketiga pria itu menjauh menghindari serangan mendadak dari gadis itu.

“Takut, heh. Jika takut pergi dari sini dan jangan ganggu kakakku. Atau kalian bertiga mati di tangan Edwin.” ucap Rayta galak seraya menunjuk Edwin yang berada di ujung lapangan yang juga sedang melihat kearah ketiga pria itu dengan tatapan tajam.

Wajah ketiga orang pria itu mendadak pias. Mereka yang semula akan menghajar Rayta seketika berlari kocar-kacir dari lapangan basket itu meninggalkan Rayta dengan Raymond.

Rayta tersenyum lebar gadis itu lantas menoleh kearah Raymond. “Kakak kau baik-baik saja?”

“Ah, aku baik-baik saja.” Jawab Reymond setelah tersadar dari lamunannya. Reymond hanya merasa aneh karena ini kedua  kalinya ada orang yang mau membantunya selain Aeera.

Rayta menghela napas panjang, ia menatap lekat wajah Reymond yang terlihat pucat, Rayta yakin Kakaknya ini pasti ketakutan barusan.

“Kakak kenapa kau tidak melakukan apa yang aku ajarkan tadi pagi, jika ada orang aneh yang berani menyentuhmu, Kakak seharusnya melakukan gerakan seperti ini.” ujar Rayta seraya memperagakan  gerakan seolah ia sedang  membanting tubuh seseorang.

Reymond menggaruk tengkuknya tak enak.“Maaf, Kakak belum terbiasa melakukan kekerasan pada orang lain.”

Lagi-lagi Rayta menghembuskan napas lelah, ya, karakter baik seperti Reymond yang di gambarkan lemah lembut mana bisa melakukan hal tersebut.

“Baiklah, sepertinya aku harus mulai mengajari Kakak bagaimana caranya  berlaku kasar pada orang brengsek seperti orang-orang tadi.”

“Ya??” Reymond terlihat kebingungan, apa ini benar-benar Rayta, mengapa pola pikir adiknya sekarang begitu sulit untuk Reymond pahami.

Nyasar Di Novel BL ✓Where stories live. Discover now