👹 BUHUL || Bab 04

486 71 28
                                    


Peringatan.

👹👹👹

Selamat membaca.

***

Hawa dingin langsung Dani rasakan ketika angin menghantam tubuhnya. Setelah memastikan pintu tertutup rapat, lelaki berkopiah itu lekas berjalan dengan santai.

Langkah demi langkah dilalui dengan kalimat-kalimat pujian. Netranya sesekali melihat rumah warga yang masih tertutup rapat, hening suasananya tidak membuat Dani berbalik arah. Sudah tanggung jawabnya sebagai orang yang beriman untuk mengajak warga menunaikan kewajiban beribadah.

Beberapa menit lagi waktu tiba untuk menunaikan salat Subuh. Ketika langkah Dani semakin dekat dengan musala, lelaki itu dikejutkan dengan kemunculan Mbok Nem dari balik pohon. Wanita tua itu menatap Dani dengan netra ketakutan yang tampak jelas.

"Jangan!" Mbok Nem berusaha mengatakan sesuatu, tetapi hanya itu yang berhasil dia ungkapkan.

Netranya bergerak menelisik wajah Dani, kemudian menggeleng berkali-kali seakan memberi isyarat.

Kening Dani mengernyit, dia tidak pernah berbicara dengan Mbok Nem. Namun, kenapa wanita tua itu tiba-tiba datang dan mengatakan sesuatu yang tidak dia pahami.

Lekas suami dari Rasmi itu tersenyum, saat ingin bertanya. Mbok Nem malah berlari sampai terhuyung-huyung.

Dani tentu heran, dia menggeleng sekilas kemudian meneruskan perjalanannya. Waktu terus berjalan, dia takut subuh akan habis hanya untuk memikirkan kejadian tersebut.

Azan berhasil Dani kumandangkan dengan jelas dan lantang, beberapa warga mulai berdatangan untuk menunaikan salat berjemaah. Setelah waktu tiba, Dani lekas beriqamah dan segera menyuruh para makmum agar merapatkan saf.

***

Aroma masakan tercium menggoda, membuat Dani yang sempat membaca Alquran mengakhirinya dengan doa. Dia berjalan menuju ruang tengah yang bersatu dengan dapur. Di sana Rasmi tampak semakin cantik dengan kerudung merah muda, senyum tidak bisa Dani tahan melihat istrinya sibuk menyiapkan sarapan.

Dani mempersempit jaraknya dengan Rasmi, dia melihat dipan sudah terhidang menu favoritnya. "Alhamdulillah, ini aromanya enak sekali."

"Makanan kesukaan Mas Dani, 'kan. Tumis kangkung dan ikan mujair," kata Rasmi menoleh sekilas. "Ayo, Mas harus makan banyak."

Dani segera duduk sembari melepas kopiah, hatinya menghangat saat melihat istrinya mengisi piring dengan nasi juga lauk.

Rasmi telah belajar banyak dengan Ambar, bagaimana menjadi istri yang baik karena ibunya menjelaskan jika surganya sudah berpindah kepada Dani sebagai suami. Oleh karena itu, dia harus melakukan tanggung jawabnya sebagai istri yang baik agar bisa mencium surga.

"Mas sudah mengatakan belum?"

Kening Rasmi mengernyit, dia menatap Dani sembari bertanya, "Apa? Mas Dani tidak mengatakan apa-apa."

"Kalau begitu, Mas akan mengatakan jika istriku cantik ketika istikamah berkerudung."

Raut Rasmi berubah, senyum malu tampak setelah mendengar apa yang Dani katakan. "Jadi Rasmi cantik berkerudung, Mas?"

"Iya, tolong jaga kecantikan ini untuk Mas, ya."

Dengan senang hati, Rasmi akan menjaga istikamah dalam berkerudung. Dahulu sebelum menikah dengan Dani, wanita itu memang tidak mengenakan kerudung.

Namun, setelah menikah. Dia memantapkan diri untuk menutup aurat. Bukan karena Dani yang menyuruhnya, tetapi murni dari hati Rasmi sendiri.

Tidak hanya itu, dia berniat belajar beragama bersama Dani. Menghafal Alquran salah satu keinginan Rasmi sejak dahulu, melihat sang suami yang menghafal tiga puluh jus membuat wanita itu terpukau.

Rasmi mengantar Dani ke teras,hari ini suaminya masuk bekerja setelah lima hari izin. Sampai di depan pintu, lekas Rasmi membuka. Namun, lagi-lagi Mbok Nem membuat mereka terkejut, terutama Dani. Melihat wanita tua itu berdiri di depan rumah, ingatannya kembali saat subuh tadi.

Rasmi tersenyum meskipun heran atas kedatangan wanita tua itu, dia membuka lebar pintu rumah sembari bertanya, "Ada perlu apa, Mbok Nem?"

"Jangan pergi!"

Dani mengernyit, dia heran melihat Mbok Nem yang lagi-lagi memperlihatkan raut ketakutan. Apalagi wanita tua itu tidak mengatakan dengan jelas, membuat Dani bertanya-tanya demikian juga Rasmi.

Wanita cantik itu berjalan beberapa langkah, netra aswadnya memerhatikan Mbok Nem yang lari terhuyung-huyung meninggalkan rumah Dani.

"Maksud Mbok Nem, apa, ya?" tanya Rasmi sembari menatap Dani. "Aneh, tidak biasanya."

"Subuh tadi, Mbok Nem juga sempat mengejutkan Mas. Dia muncul tiba-tiba sembari mengatakan jangan ... jangan. Raut wajahnya juga sama seperti itu, ketakutan."

Rasmi semakin heran setelah mendengar cerita suaminya. Entah kenapa, hatinya mendadak tidak enak ketika Mbok Nem datang ke rumah. Seperti ada sesuatu yang ingin disampaikan, tetapi wanita tua itu tidak bisa menyampaikan dengan baik.

Usapan lembut di kepala membuat Rasmi menatap Dani, wajah cantiknya menampilkan senyum ketika melihat suaminya tersenyum. Perlahan getaran ragu itu lenyap, setelah mendengar beberapa kata menenangkan yang Dani ucapkan.

"Kita serahkan sama Allah saja, kamu tidak perlu khawatir."

Rasmi mengangguk, kemudian meraih tangan Dani lekas menciumnya. "Iya, Mas. Kamu hati-hati saat bekerja."

"Iya, makan siang nanti. Mas akan coba izin sama Pak Panji," kata Dani. "Mas berangkat dahulu, assalamu'alaikum."

"Iya, Mas, wa'alaikumussalam."

***

Matahari bersinar cukup terik, awan terlihat tinggi berwarna biru. Jaka keluar dari warung Mbak Dewi dengan dua bungkus bubur kacang hijau, lekas dia pergi dengan langkah terburu-buru agar segera sampai di rumah bos besarnya.

Rumah Panji terlihat kukuh serta lebih besar dari rumah warga lainnya, besarnya rumah tersebut terdapat sisi kehampaan yang terlihat karena lelaki itu tinggal sendiri.

Sejak tadi pintu terbuka setengah, Jaka lekas masuk tanpa mengetuk terlebih dahulu. Dia meletakkan dua bubur pesanan Panji di atas meja. Melihat kedatangan anak buahnya, sang pemilik rumah segera menyambut dengan senyuman.

"Kamu tahu, Jaka. Bubur ini bukan untuk saya," ungkap Panji sembari menatap Jaka.

"Maksud Bapak?"

Panji berdiri dari duduknya, dia berjalan ke arah bufet untuk mengambil losion nyamuk. Setelah mendapatkan apa yang dia cari, lekas lelaki itu kembali ke tempat duduknya.

Jaka menatap lelaki yang menjadi kepala dusun dengan datar, dia diam saja ketika Panji memasukkan sesuatu ke dalam salah satu bubur. Gelak tawa terdengar mengerikan, membuat Jaka mengalihkan tatapannya ke arah jendela.

"Nah, bubur ini saya racik khusus untuk kamu."

Jaka sempat terkejut, tetapi lekas dia mengubah raut wajahnya. "Bapak mau saya lenyap dari dunia ini?"

Panji terkekeh-kekeh sembari mengibaskan tangannya, dia menatap Jaka serius membuat senyumannya terlihat mengerikan. "Bagaimana mungkin, kamu tahu ini untuk siap 'kan."

"Usahakan musuhku makan bubur ini agar aku bisa menikah dengan pujaan hatiku," bisik Panji setelah mendekati Jaka.

Untuk pertama kalinya kejahatan ada di depan mata, lelaki berudeng itu tidak mengatakan apa pun. Namun, gerakannya gesit mengambil bungkusan bubur yang masih hangat. Lekas dia pergi untuk menjalankan perintah yang mungkin tidak akan disesali olehnya.

***










Baru up, teman-teman. Maaf ya, sibuk duta.
Seperti biasa, jangan lupa vote dan komennya.

Buhul || TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang