👹 Buhul || Bab 22

322 41 35
                                    

Hal yang Tak Lazim

Selamat membaca

👹👹👹

***

Awan gelap cepat menyelimuti, bersama dengan angin lebih kencang dari biasanya. Suasana mendadak tegang membingungkan, kala Ambar merasakan ada yang tidak lazim dari Rasmi.

Putrinya itu meringis, keringat serta air mata bersatu membanjiri pipi tirusnya. Agaknya Rasmi tidak bisa menahan kesakitan itu lagi, dia memekik pelan. Isi perutnya seakan terdorong untuk segera dikeluarkan.

Ambar mendekap putrinya, tangisan mengiringi kalimat istigfar yang terus terucap. "Astagfirullah, Nduk, kamu kenapa Nduk. Astaghfirullahalazim, Rasmi!?"

Isi lambung Rasmi benar-benar keluar, gumpalan darah pekat menyembur bercampur ubi yang sempat dimakan. Kedua netranya terpejam erat, kala merasa ada sesuatu yang tertinggal di mulutnya.

Pelan, jemari lentik itu mengambil apa yang ada di sana, tampak belatung menggeliat erotis. Memaksa jantung untuk memberontak, tentu wanita itu refleks mengibaskan tangannya. Dia amat syok melihat keadaannya sekarang yang amat mengerikan.

Begitu juga dengan Ambar, wanita baya itu diam terpaku. Seakan nyawanya dirampas paksa, melihat kejadian aneh yang dialami putrinya secara langsung.

"Ibu!" pekik Rasmi, tangisannya pecah. Wajah ayunya sangat kacau, mulutnya pun masih terdapat sisa-sisa darah.

Di sisi lain, Pak Wisnu sedang asyik memberi makan burung. Sesekali dia bersiul, menggoda majikannya yang tampak berkicau riang.

Sayup-sayup dia mendengar bising dari depan. Netranya melihat, Rasmi dan Ambar saling berpelukan.

Sesaat, Pak Wisnu berpikir jika ibu dan anak itu saling melepas rindu. Namun, setelah dicermati lagi, suara tangisan disertai teriakan membuatnya terkejut.

"Bu!" panggilnya keras. "Cepetan ke sini, Bu!"

Sembari membawa sutil, Bu Ratna datang siap menyerbu Pak Wisnu dengan makian. Siang ini dia sibuk membuat serundeng, tetapi teriakan suaminya menjadikan wanita baya itu kesal.

"Pak, kan ibu pernah bilang, jangan teriak-teriak. Kalau manggil itu datang mendek--"

Pak Wisnu lekas membungkam mulut Bu Ratna, agaknya bisa membuat wanita baya itu diam. Sembari menggerakkan hidung karena bau pakan burung, Bu Ratna melihat arah tunjuk sang suami.

"Loh, Mbak Ambar sama Rasmi kenapa, itu, Pak!?"

Pak Wisnu menghela napas pendek. "Lah, Bapak, terus tanya siapa?!"

Melihat ada yang tidak beres, lekas keduannya mendekat. Sampai di sana terkejut melihat Rasmi yang tergolek tidak sadarkan diri.

Bersama dengan itu, Jaka juga melihat kekacauan yang terjadi. Cepat, kakinya menekan ban hordok bagian depan agar sepeda tua itu berhenti. Setelah turun, dia menyerahkan kepada Arip.

Arip menerima sepeda miliknya dengan heran. "Loh, Jak. Onok opo?"

"Kita sama-sama tidak tau, jangan banyak tanya."

Arip segera turun, kemudian meyandarkan hordoknya ke pohon sawo. Setelah itu, dia berlari kecil mengikuti Jaka yang sudah masuk ke dalam rumah Rasmi.

Sampai di teras, netra tajamnya menjegil. Dia melihat sesuatu yang menggeliat heboh di antara gumpalan-gumpalan darah yang berceceran di ubin.

Penasaran dengan apa yang terjadi, kaki pendeknya terus melangkah masuk. Di sana tampak Ambar berusaha membangunkan Rasmi yang masih tidak sadarkan diri, tidak lama kemudian datang Bu Ratna dengan membawa gelas berisi air.

Melihat itu Jaka lekas berkata, "Bu Ratna mau apa?"

"Mau ngasih Rasmi minum agar cepat sadar," jawab Bu Ratna tergesa-gesa, dia telah bersimpuh di samping Ambar, tetapi segera Jaka mencegahnya.

"Bu, lebih baik beri minyak gosok saja."

"Iya, nanti. Kasih minum dahulu," jawab Bu Ratna tanpa menghiraukan perkataan Jaka.

"Sekarang, Bu!" Jaka merebut gelas dari tangan Bu Ratna membuat wanita itu tampak geram.

Melihat Bu Ratna yang kesal, Jaka lekas menjelaskan bahayanya memberi minum kepada seseorang yang sedang tidak sadarkan diri.

"Bahaya, Bude Ratna. Mbak Rasmi bisa tersedak," kata Jaka menatap mereka semua.

Pingsan merupakan, keadaan di saat kita tidak sadarkan diri secara mendadak. Keadaan itu terjadi ketika pembulu darah semakin melebar sehingga darah turun ke anggota badan lain, membuat suplai darah ke otak berkurang.

Kebanyakan orang awam seringkali memberi air minum kepada seseorang yang sedang pingsan. Padahal hal itu sangat berbahaya, bisa membuat orang tersebut tersedak karena saat pingsan seseorang tidak bisa mempertahankan jalan napasnya.

"Terus ini bagaimana putri saya, Nak Jaka," sahut Ambar.

"Bude Ambar tetap bangunkan Mbak Rasmi dengan suara lebih keras lagi, coba juga gerakkan tangannya," jelas jaka yang lekas memijat jempol kaki Rasmi, kemudian lelaki itu menatap Bu Ratna. "Tolong ambil minyak gosok, Bude, kemudian labur pelipis Mbak Rasmi dengan minyak tersebut."

Bu Ratna kembali masuk ke kamar setelah Ambar memberi tahu letak minyak gosok, tidak menunggu lama wanita baya itu datang dan melaburi pelipis, leher, tangan serta kaki Rasmi.

"Rasmi sadar," kata Pak Wisnu ketika melihat Rasmi mengerjapkan mata.

Arip terkekeh pelan, dia mengikis jarak dengan Jaka sebari berkata, "Manjur, keren Pak Dokter!"

"Alhamdulillah, Nduk," ungkap Ambar lega, dia memeluk tubuh Rasmi dengan erat kembali terisak.

Jaka mengernyitkan keningnya, dia melihat netra Rasmi menatap ke atas terus-menerus. Hal itu membuat dia heran bahkan ketika Ambar memanggil, wanita itu tidak menanggapi.

"Nduk," panggil Ambar. "Ya Allah, kamu kenapa, Rasmi!?"

"Mbak Rasmi kenapa itu, Jak. Matanya kok melotot begitu, tidak berkedip sama sekali?" tanya Arip dengan berbisik, agaknya lelaki itu tampak tegang melihat suasana siang ini.

Tidak lama kemudian teriakan Rasmi membuat semua orang yang berkumpul di rumahnya kaget. Tidak hanya teriakan saja, tubuh wanita cantik itu tampak tegang dan kaku.

"Saya yakin, Rasmi terkena guna-guna!"

👹BUHUL👹













Semoga ceritanya menghibur, ya.

Seperti biasa, teman-teman. Jangan lupa berikan tanggapan kalian, Terima kasih🙏🏻

***

Buhul || TAMATWhere stories live. Discover now