👹 Buhul || Bab 25

281 32 13
                                    


Doa Bersama

Selamat membaca

👹👹👹

***

"Astagfirullah," sahut Mbah Karim setelah melihat keadaan Rasmi.

Pak Amin, Ruslan serta Wandi juga reflek beristigfar. Mereka tidak menyangka jika rasmi terjangkit penyakit yang aneh. Padahal semua orang tahu Rasmi orang yang baik, apalagi setelah menikah dengan Dani.

"Benar, Rasmi terkena guna-guna Mbah?" tanya Arip.

"Iya, melihat keadaannya yang seperti itu. Rasmi memang terkena santet, sihir ataupun guna-guna. Itu adalah satu upaya jahat seseorang untuk mencelakai orang lain dengan menggunakan ilmu hitam jarak jauh. Mereka meminta bantuan makhluk halus untuk melancarkan aksinya."

Mendengar penjelasan Mbah Karim, Arip lekas mendekati Jaka yang berada di depannya. "Apa yang kamu katakan tadi ternyata benar, Jak."

Jaka hanya menghela napas, seperti biasa dia hanya diam saja tidak menggubris apa yang Arip katakan.

Hingga Ambar dengan netra berkaca-kaca bertanya kepada Mbah Karim. "Lantas, bagaimana ini, Mbah. Apa putri saya bisa diselamatkan."

"Insyaallah, semoga Rasmi bisa mendapatkan kesembuhan. Maka dari itu, mari kita membaca surat-surat pendek. Kita tujukan kepada Allah agar Rasmi bisa terbebas dari belenggu sihir."

Hujan masih mengguyur bahkan semakin lama intensitasnya semakin deras, bersama itu juga guruh terdengar bersahutan.

Gemeresik angin serta suara dari batang bambu membuat suasana semakin mencekam. Mulut Bu Ratna tampak bergerak, dia memang mengikuti bacaan surat-surat pendek yang Mbah Karim pimpin.

Namun, netranya terus menelisik seluruh kamar, kemudian matanya kembali mengarahkan ke almari. Benda tersebut posisinya masih sama, tidak berubah sedikit pun. Tumpukan baju-baju putih tampak mengintip membuat Bu Ratna lekas mengalihkan pandangannya.

Brak!

"Astagfirullah!"

Semua orang menatap ke jendela yang pintunya tertutup kencang, suara yang ditimbulkan membuat mereka terkejut. Terutama Bu Ratna yang bersembunyi di balik punggung Pak Wisnu.

Tidak hanya itu, lampu yang memang sejak tadi menyala mendadak padam. Keadaan yang gelap membuat mereka tidak fokus dalam bacaan tiga surat yang dianjurkan yaitu, An-Nas, Al-Falaq serta Al-Ikhlas. Ketiga ayat tersebut berfungsi sebagai pengusir guna-guna orang yang dengki.

Rasulullah dahulu pernah sakit parah, lalu dua malaikat datang menghadap beliau. Malaikat tersebut mengatakan jika di bawah batu sumur tersimpan sebuah kotak, kotak itu yang dipakai tukang sihir untuk menyihir Rasullullah.

Ternyata di dalamnya terdapat seutas tali yang memiliki sebelas ikatan, kemudian Allah menurunkan surat An-Nas dan Al-Falaq. Setiap Rasullullah membaca ayat tersebut satu simpul terlepas, sampai akhirnya simpul tersebut terlepas semua.

"Ayo kita lanjutkan mengajinya, jangan sampai kita terkecoh," pinta Mbah Karim.

Arip dan Wandi saling bertatapan, mereka berdua pun lanjut membaca lagi. Ayat yang dilafalkan terdengar menggema di seluruh kamar Rasmi, tetapi hawa di ruangan itu juga terasa semakin mencekam.

Bu Ratna mencoba mengendus, dia ingin memastikan aroma yang mengganggu penciumannya saat ini. Bulu kuduknya lekas meremang ketika aroma tercium semakin menyengat, dia langsung merangkul lengan Pak Wisnu sembari berbisik, "Ibu mencium bau bangkai, Pak."

Pak Wisnu melirik, dia mengangguk setuju karena dia pun juga mencium aroma yang sama. "Sudah hiraukan saja, terus baca surat-suratnya."

Bug!

Arip kaget kala mendengar sesuatu seperti barang berat yang terjatuh, dia mencoba menajamkan pendengaran dan lagi-lagi suara tersebut muncul tidak lama kemudian.

Netra lelaki bertubuh tambun itu pelan menoleh ke samping kiri, matanya tertuju ke arah pintu yang hanya terhalang kelambu. Kelambu biru tersebut bahkan tidak sampai menyentuh ubin, hal itu membuatnya bisa melihat keadaan di luar kamar.

Kontan, Arip memejamkan matanya sembari mendesak Wandi. Dari pengelihatan lelaki itu, dia melihat kain kafan lusuh yang melayang lewat depan kamar.

Arip sangat yakin jika suara yang dihasilkan bukanlah dari benda jatuh, melainkan berasal dari sosok pocong yang sekarang sedang menghantui mereka.

"Ada apa, Rip?" tanya Wandi berbisik.

"Ada yang datang."

"Siapa?" Pak Amin ikut berbisik saat mendengar pembicaraan mereka.

"Lihat ke pintu!" perintah Arip cukup kencang.

Semua orang kecuali Mbah Karim dan Jaka lekas menoleh ke arah Arip, kemudian melihat ke pintu kamar.

Angin yang berembus membuat kelambu bergerak pelan, hal itu mengakibatkan mereka melihat dengan jelas sosok pocong yang sedang mengintip dari sela-sela. Kepalanya meneleng, kedua mata cekungnya melotot dibumbui dengan seringai lebar seolah menyapa mereka yang melihatnya.

"Ih, itu pocong!" sentak Bu Ratna heboh, kemudian kembali bersembunyi. Kali ini dia mengambil kerudung yang dikenakan Ambar untuk menutupi wajahnya.

"Astagfirullah!"

Mereka beristigfar serentak karena melihat penampakan yang muncul secara terang-terangan. Semua bacaan surat-surat pendek kembali berantakan.

Jaka yang mendengar kekacauan lekas berkata, "Jangan digubris, tetap fokus membaca surat pendek!"

Lantunan tiga surat Mu'awwidzatain kembali terdengar, mereka berusaha untuk tidak menghiraukan sosok yang masih mengintip di sana.

Ambar sesekali mengusap peluh yang membasahi wajah Rasmi, netra wanita itu yang awalnya melotot sekarang tampak menutup perlahan.

"Alhamdulillah, mata Rasmi tertutup."

"Loh, iya," sahut Ruslan.

Mbah Karim masih setia membaca surat-surat pendek menatap Rasmi. Dia mengangguk yakin untuk kesembuhan wanita itu.

Suara hujan tidak lagi terdengar, refleks tangan Pak Amin membuka jendela yang sempat tertutup.

Hujan benar-benar berhenti, menyisakan rintik ringan serta tetesan dari dedaunan yang terempas angin. Lampu juga kembali menyala, mereka bersorak mengucapkan hamdallah secara bersamaan.

Ambar merasakan jika tubuh Rasmi tidak sekaku tadi, dia lekas menggenggam tangan putrinya yang terasa lebih hangat.

Dalam hati dia terus bersyukur dengan keadaan Rasmi, diciumnya kening putrinya sembari menunggu tersadar.

"Apa kita berhasil?" tanya Arip ketika melihat keadaan kembali membaik.

"Masih ada beberapa hal yang harus dilakukan."

"Apa itu, Mbah?" tanya Pak Amin.

Jaka mengangguk paham, dia menatap Mbah Karim dan semua orang yang ada di sana sembari berkata, "Mencari buhul."

***


👹BUHUL👹













Apakah Jaka and the geng bisa menemukan buhul tersebut?

Seperti bisa jangan lupa vote dan komen.
Terima kasih, teman-teman🙏🏻

***

Buhul || TAMATWhere stories live. Discover now