👹 BUHUL || Bab 07

414 61 15
                                    

Jasad di Bawah Pohon Asam

👹👹👹

Selamat Membaca

***


Mbok Nem berjalan mengendap-endap, dia mengikuti warga menuju ladang cabai milik Panji. Ladang tersebut letaknya di belakang rumah, sampai di sana wanita tua itu bersembunyi di balik semak-semak. Dia memerhatikan warga yang menyebar sembari memanggil nama Dani.

“Mas Dani!”

Warga terus mencari, meskipun matahari mulai menyengat. Hal itu tidak membuat mereka gentar. Demikian juga dengan Rasmi, dalam hati dia juga berdoa semoga suaminya lekas ditemukan. Rasa lelah tidak dihiraukan, haus pun mengiringi pencarian.

“Ya Allah, Bu. Mas Dani ke mana, ya, Bu. Rasmi sangat takut terjadi hal yang membahayakan,” ungkap Rasmi sembari merengkuh lengan Ambar erat.

“Istigfar, Nduk. Minta perlindungan Allah, semoga suamimu itu tidak terjadi apa-apa dan segera ditemukan dalam keadaan sehat.”

“Rasmi khawatir, Bu. Kita dibantu warga sudah mencari di seluruh dusun, tetapi Mas Dani tidak ketemu juga,” kata Rasmi.

Netranya berkaca-kaca, wanita cantik itu tidak bisa menahan air mata. Tetes demi tetes luruh membasahi pipi, terus mengalir sampai tertelan kerudung putihnya.

Hati siapa yang tidak terluka, ketika seseorang yang amat disayang menghilang tanpa kabar. Rasmi hanya bisa menangis tidak lupa dia meminta pertolongan kepada Allah agar segera dipertemukan dengan Dani.

“Astagfirullah, ibu-ibu bapak-bapak!” teriak Mbak Yuni. “Mas Dani ketemu!”

Mbak Yuni berdiri tidak jauh dari pohon asem yang tumbuh di pinggir ladang, di sana dia melihat kaki seseorang. Saat berjalan mendekat, ternyata kaki tersebut milik Dani yang terbujur kaku bahkan wajahnya sudah pucat pasi.

Rasmi dan Ambar lekas menoleh tatkala mendengar teriakan dari Mbak Yuni. Mendengar nama Dani disebutkan, jantung Rasmi seakan diremas paksa.

Tubuhnya bergetar dengan air mata semakin deras, dibantu Ambar wanita itu melangkah terseok-seok. Luruh sudah tubuh Rasmi, melihat siapa orang yang terbujur kaku di sana. Dia terduduk dengan raungan keras, terkejut saat mengetahui suaminya ditemukan dalam keadaan tanpa nyawa.

Wanita itu merangkak, berusaha menipiskan jarak antara dirinya dengan Dani. Tangannya yang bergetar menggerakkan tubuh Dani berusaha untuk menyadarkannya.

Namun, bagaimana pun Rasmi berupaya untuk membuat sang suami tersadar. Nyatanya, lelaki saleh tersebut telah menghadap Yang Maha Kuasa.

Ambar memeluk tubuh putrinya yang lemas. Dia juga terisak-isak melihat menantunya meninggal secara mengenaskan.

Masih belum percaya dengan apa yang terjadi, perlahan Ambar menyentuh nadi menantunya untuk menegaskan bahwa tidak ada lagi kehidupan di sana.

Yakin akan hal itu, Ambar semakin erat memeluk tubuh putrinya, mengusap mencoba menenangkan.

“Astagfirullah, kenapa mas Dani bisa meninggal di sini?” tanya Mbak Dewi sembari melihat ke arah jasad Dani.

“Iya, kasihan sekali. Padahal guru mengaji, kenapa meninggal secara tragis."

Bu Ali mengangguk. “Betul Bu Ratna, apa jangan-jangan Mas Dani ada yang membunuh? Ih, ngeri!”

Pak Amin yang mendengar lekas bertepuk tangan, lelaki baya itu berusaha menghentikan asumsi para warga. “Ibu-ibu dilarang berbicara yang tidak-tidak, kasihan Ustaz Dani yang sudah wafat. Lebih baik kita segera membawa jasad Mas Dani pulang!”

“Benar, bapak-bapak, ayo, tolong bantu mengangkat jasad Ustaz Dani,” sahut Panji.

Beberapa lelaki yang ikut mencari Dani tadi segera melaksanakan perintah, mereka menggotong jasadnya pulang.

Suasana yang tadinya panas langsung meredup, awan mendung bergerak menutupi matahari. Seakan mereka juga ikut merasakan kesedihan yang dirasakan oleh Rasmi.

Perbedaan suasana dialami oleh Panji, lelaki itu terlihat lega dan amat bahagia. Secara terang-terangan dia menatap tajam jasad Dani yang dibawa warga dengan senyum tipis. Sangat tipis, hingga mereka tidak menyadari hal itu.

Lekas tatapannya beralih ke arah Rasmi, wanita itu tampak lemas ketika Ambar serta Mbak Marni membantu berjalan.

Namun, saat beberapa langkah berjalan, tubuh Rasmi langsung oleng, kemudian terjerembap ke tanah. Wanita itu tidak sadarkan diri, terlalu lelah fisik juga batin.

Sigap Panji mendekat ke arah mereka, kemudian meminta izin kepada Ambar untuk membantu mengangkat tubuh Rasmi.

“Biar saya bantu, Bu Ambar.”

Ambar mengangguk masih tersedu-sedu. “Terima kasih, Pak Wo.”

👹__BUHUL__👹


Jaka baru saja keluar dari rumah, dia ingin mencari ibunya yang belum terlihat sejak semalam. Ke mana pergi wanita tua itu bahkan makanan yang dia belikan semalam belum tersentuh.

Sebenarnya pemikiran warga terhadap Jaka salah besar, mereka mengira jika lelaki berudeng itu menelantarkan Mbok Nem. Padahal setiap hari Jaka membelikan ibunya makanan di warung Mak Siti, tetapi Mbok Nem jarang memakannya. Dia lebih memilih makan jambu yang jatuh di halaman Ambar.

Jaka berjalan perlahan, netranya melihat anak-anak yang berkumpul di halaman rumah Mbak Dewi. Dari perkataan mereka, Jaka mendengar sesuatu yang membuat keningnya berkerut.

“Aku ikut waktu menguburkan Mas Dani saja.”

“Iya, aku juga ikut sama Bapakku.”

Jujur saja Jaka penasaran dengan pembicaraan mereka, tetapi dia ingat jika yang bergerombol itu adalah bocah-bocah maka langkahnya pun berlanjut, sesekali melihat sekitar dusun yang tumben tampak sepi.

Mata tajamnya melihat Mbok Nem berada di balik pohon jambu milik Ambar, wanita tua itu asyik mengunyah buah tersebut kemudian membuang ampasnya. Lekas Jaka mendekat, tetapi suara dengungan dari musala membuat keningnya mengernyit.

“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, innalillahi wa innailaihirojiun, telah meninggal dunia Bapak Muhammad Dani Abdullah. Bapak dan Ibu dusun Lawangan yang tidak ada uzur diharapkan takziah di rumah Almarhum Ustaz Dani, terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

Mendengar itu Jaka amat terkejut, tatapannya masih menuju ke arah Mbok Nem yang juga menatapnya. Apa yang sebenarnya terjadi setelah dia memberi bubur tersebut.

Tanpa banyak berpikir, langkah tegas Jaka membawanya menuju rumah Dani. Lelaki berudeng itu ingin menyaksikan sendiri jasadnya.

Warga sudah berkumpul, mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing. Kedua mata tajam Jaka bertemu dengan Panji, lelaki itu hanya diam saja menatap bos besarnya yang tampak tersenyum culas.

“Bagus,” gumam Panji tanpa suara yang lekas Jaka pahami.

***










Apa yang terjadi, kenapa Jaka heran dengan kematian Ustaz Dani?

Semoga suka Bab 7 ini, ya. Seperti biasa, jangan lupa vote dan komen, terima kasih 🙏

***

Buhul || TAMATWhere stories live. Discover now