👹 BUHUL || Bab 05

472 69 25
                                    

Kegelisahan Seorang Istri.

👹👹👹

Selamat membaca.

***

Semilir angin menggerakkan bambu yang tumbuh di samping rumah Dani, gemeresik daun serta batangnya memecah kesunyian. Tampak semburat jingga menghiasi langit, membuat takjub siapa pun yang memandangnya.

Rasmi sejak tadi duduk di kursi teras, hatinya gundah menanti kepulangan sang suami. Setiap langkah mendekat, dia cepat menoleh untuk memastikan apakah orang tersebut adalah Dani. Namun, saat langkah kaki tersebut bukan suaminya, Rasmi lekas beristighfar.

Keceriaan anak-anak sayup terdengar. Tidak lama, entakan mereka datang bersahutan. Melewati jalan setapak yang ada di depan rumah Dani.

Pikiran mereka sudah melekat, seakan teralarm bahwa waktu bermain telah usai. Kembali ke rumah dengan penampilan yang sama, yaitu sama-sama membuat orang tua mereka geram.

Rasmi menegakkan badan, menelisik bocah-bocah yang baru saja pulang dari sawah. Mungkin saja Dani pulang bersama mereka, tetapi yang dilihat terakhir hanya Fatma--putri Mbak Marni.

Tampak gadis kecil itu berusaha mengejar yang lain. Maklum, usia masih lima tahun membuat dirinya tertinggal di belakang. Baju serta wajah sudah tidak karuan, lumpur tercetak jelas di badan kecilnya.

"Mbak Rasmi!"

Rasmi tersenyum, dia ikut melambaikan tangan sembari berkata, "Eh, Fatma. Lihat jalannya, awas terjatuh!"

"Iya, Mbak!"

Netra Rasmi menatap Fatma sampai anak itu tidak lagi terlihat, setelahnya dia menghela napas karena Dani belum juga kembali. Janji makan siang terlupakan begitu saja. Rasmi paham, mungkin sangat suami tidak diizinkan oleh pemilik ladang.

Sejak kedatangan Mbok Nem tadi hatinya gelisah, Rasmi memikirkan keadaan Dani. Namun, sedemikian rupa dia melenyapkan perasangka buruk dengan menyebut asma Allah.

Sejak kecil Ambar sering mengajarinya untuk mengingat mahakuasa. Tidak hanya ketika sedang gelisah, tetapi di setiap waktu Rasmi sebisa mungkin melantunkan pujian di hatinya.

Wanita itu lekas berdiri. Pelan, kakinya melangkah menuju dapur untuk mengambil air minum. Demikian itu, bisa menghilangkan kekalutan di relungnya.

"Astaghfirullah, kenapa perasaan ini tidak tenang. Ada apa sebenarnya, kenapa aku selalu kepikiran mengenai Mas Dani?"

Hingga azan Maghrib menggema di Musala Baiturrahim, lantunannya terdengar berbeda dari biasanya. Ternyata suara tersebut milik Mbah Karim, salah satu muazin di musala tersebut selain Dani.

Mendengar itu perasaan gundah Rasmi semakin menjadi, keningnya berkerut sembari kalimat istigfar terucap berkali-kali.

Keadaan bimbang seperti ini tidak bisa dibiarkan, Rasmi seharusnya melakukan sesuatu. Berdiam diri seperti ini malah membuat pikiran buruk menguasai diri. Dia tahu jika Dani pulang dari ladang selalu pukul 4 sore, suaminya sendiri yang mengatakan jika telat pun hanya lewat sedikit.

Langkah tegas membawanya menuju pintu depan, dia tidak menghiraukan azan Maghrib yang masih berkumandang. Tujuan wanita itu adalah rumah Ambar, dia ingin meminta bantuan ibunya untuk menemani mencari sang suami.

👹__BUHUL__👹

Setiap langkah menuju rumah Ambar, Rasmi tetap tersenyum kala tetangga menyapa.

Dari arah yang berlawanan, terlihat Jaka berjalan dengan pelan. Lelaki berudeng itu agaknya baru pulang dari ladang. Raut wajahnya datar sekali, seakan ada beban berat yang dipikul bahkan sapaan dari teman perkumpulan di warung tidak dihiraukan.

Hingga netra tajamnya menemukan wanita idaman di hati Panji, dia berjalan menuju ke arahnya. Langkah mundur tentu Jaka lakukan, seakan dia harus menghindar begitu saja.

Sayangnya, percobaan tersebut gagal. Rasmi melihatnya. Senyum tipis terpaksa Jaka perlihatkan, jantungnya berdebar saat tahu pasti apa yang akan Rasmi tanyakan padanya.

Hal itu biasa terjadi pada orang yang sudah membuat kesalahan, rasa waspada muncul dalam diri yang perlahan berubah menjadi momok yang menakuti diri.

"Assalamualaikum Mas Jaka, saya mau bertanya. Apakah Mas Dani lembur?" tanya Rasmi dengan napas memburu.

Netra Jaka menatap Rasmi, wanita itu ternyata berubah setelah menikah. Kerudung putih menutupi mahkotanya, semakin mempercantik penampilan.

Namun, apa pun keadaan Rasmi sekarang. Faktanya wanita itu memiliki aura yang membuat siapa saja menyukainya. Begitu juga dengan Panji, tidak salah jika kepala dusun Lawangan rela melenyapkan lelaki yang menjadi batu sandungan.

"Mas Jaka," panggil Rasmi lagi.

"Iya, Mbak Rasmi tenang saja. Ustaz Dani pulang sebentar lagi," jelas Jaka singkat.

Kekhawatiran di hati Rasmi perlahan memudar, tetapi tidak menghilangkan kerutan di keningnya. "Serius, Mas?"

"Iya, saya jamin Ustaz Dani pasti pulang dengan selamat."

Rasmi menghela napas lega, dia percaya jika Dani sebentar lagi pasti pulang. Setelah mendengar penjelasan Jaka, wanita itu pamit kembali. Dia tidak perlu mendatangi Ambar karena akan menunggu sangat suami di rumah.

👹__BUHUL__👹

Tawa terdengar menggema dari rumah paling besar di antara rumah lainnya, tampak kukuh dengan pilar tinggi menjulang.

Gemeresik daun mangga menjadi saksi bahwa sang pemilik rumah sedang bahagia. Apa yang menjadi keinginannya tercapai dengan mudah. Suatu keinginan memang harus diraih dengan tekad kuat. Kendati begitu, harus dengan pikiran dan hati yang bersih, bukan untuk tujuan buruk.

Panji duduk dengan kedua kaki berada di atas meja. Santai, lelaki itu mengepulkan asap membuat gumpalan tersebut cepat menghilang. Perasaan bahagia masih menyelimutinya, tetapi raut kebahagiaan tersebut musnah secara perlahan ketika raut keraguan muncul.

Ya, ambisinya berkobar terlalu kuat. Menjadikan ketakutan yang perlahan menggerogoti iman.

"Jaka memang dapat dipercaya untuk mengurus kebun cabai," gumam Panji. "Sayangnya, aku tidak yakin jika tidak melihat sendiri mayat Dani."

Lelaki itu berdiri tiba-tiba, perlahan kakinya melangkah ke arah jendela. Angin semilir membuat kelambu putih berkibar, lekas Panji menyibak membuat luasnya ladang cabai tampak merajai.

"Maaf Ustaz Dani, waktu itu aku memang mendoakan kamu bahagia dengan Rasmi. Namun, hanya sebatas maut memisahkan," kata Panji berupaya pura-pura sedih. "Aku akan membuat doaku terkabulkan."

Srek!

Panji menutup kelambu dengan kasar. Lelaki berambisi itu berjalan keluar, dia ingin memastikan jika di depan mata musuh telah lenyap mengenaskan. Kendati begitu, tinggal rencana lain yang akan membuat ambisi tersebut terealisasikan.

Sorot senter tampak dalam gelapnya ladang cabai, seseorang terlihat berbaring di bawah pohon asem yang tumbuh di sana. Lelaki tersebut tidak bergerak sama sekali bahkan ketika kaki panjang milik Panji mencoba menendangnya.

Setelah itu Panji menggerakkan senter untuk menjelajahi sekitar, terlihat bekas bubur yang tinggal sedikit membuat senyum lagi-lagi tercetak bangga.

"Malang sekali nasibmu anak muda, istri cantikmu itu akan menjadi istriku sebentar lagi," ungkap Panji. "Semoga Anda tenang di sisinya, Ustaz Dani, assalamu'alaikum."

***











Bagaimana hari kalian, kawan?

Semoga suka dengan bagian 5 ini, ya. Seperti biasa, jangan lupa vote serta komennya🙏

***

Buhul || TAMATWhere stories live. Discover now