👹 BUHUL || Bab 11

378 47 4
                                    

Malam ke Tiga

👹👹👹

Selamat membaca

***

"He, Rip!" panggil Jaka sebal. "Peno, iso gelar karena ora, se¹?!"

Arip tergelak, dia sibuk mencari ujung karpet yang akan digelar di teras rumah Rasmi atau bisa dikatakan rumah peninggalan Dani. "Iya, jangan marah-marah, nanti sulit dapat jodoh. Ganteng, tapi sulit dapat jodoh 'kan aneh."

Jaka menghela napas pelan tidak menanggapi gurauan Arip, lelaki yang biasanya memakai udeng sekarang tampak berganti menjadi kopiah hitam. Aura ketampanan yang dimiliki terlihat bersinar, membuat Jaka terus saja digoda oleh Arip.

Pada dasarnya Jaka orang yang pendiam, dia lebih sering mengamati serta mendengar. Seperti sekarang. Dia membiarkan temannya mengoceh panjang, sedangkan dirinya sibuk mempersiapkan tempat untuk tahlilan.

Ini hari ketiga setelah kematian Dani, seperti biasanya ketika ada orang yang meninggal diada acara selamatan, yaitu tahlilan.

Biasanya tahlilan sendiri berupa membaca kalimat toyibah serta doa-doa yang ditujukan kepada Allah untuk meminta agar arwah yang telah meninggal tersebut tenang.

Tidak hanya untuk meringankan beban sang arwah, tetapi tahlilan juga dapat menambah pahala orang yang ikut serta.

Langkah kaki terdengar mendekat, Arip yang sadar lekas tersenyum hormat. Dia mencolek punggung Jaka yang masih sibuk dengan karpet. "Jaka, tuh. Bos kamu tumben datang."

Jaka berbalik, dia melihat Panji yang baru saja melewatinya dan masuk ke ruang tamu. Perbedaan lagi-lagi terlihat mencolok jika biasanya lelaki itu mengenakan kemeja atau batik, sekarang terlihat rapi dengan baju koko serta sarung.

Tidak ada aura buruk seperti yang Jaka tahu karena kejahatannya tersamar dengan apik di balik senyum yang tampak saat ini.

"Assalamualaikum," ujar Panji.

Rasmi sedang mempersiapkan jamuan bersama beberapa tetangga. Dia mengambil irisan ayam, kemudian diletakkan di atas nasi yang ada di piring.

Mendengar suara salam wanita berkerudung hitam itu lekas meletakkan mangkuk, kemudian langkah demi langka menuntunnya menuju ruang tamu. Rasmi tersenyum kala melihat Panji hadir di hari ketiga ini.

"Alhamdulillah, Pak Panji datang."

"Maaf Mbak Rasmi, kemarin saya cukup sibuk tidak bisa mengikuti tahlilan," jelas Panji.

Rasmi mengangguk, dia lekas mengatupkan tangan ketika Panji bermaksud untuk mengajaknya bersalaman. "Tidak apa-apa, Pak Panji. Terima kasih juga sudah menyempatkan hadir."

"Akan saya lakukan, bagaimanapun juga almarhum Mas Dani orang baik dan bekerja dengan saya."

Setelah sedikit berbincang, Rasmi lekas mempersilakan Panji agar duduk di ruang tamu.

Acara tahlilan dimulai setelah azan Isya, beberapa warga yang ikut tahlilan kemarin juga datang hari ini.

Hal itu membuat hati Rasmi mengucapkan syukur, warga banyak yang ikut mengaji. Tidak hanya para bapak, tetapi anak-anak pun juga semangat ikut mendoakan sang suami.

Lantunan ayat-ayat suci terdengar merdu dan serentak, semua yang datang mengikuti Mbah Karim sebagai pimpinan pembacaan tahlil.

Begitu juga dengan Rasmi, Ambar serta ibu-ibu yang membantu menyiapkan jamuan. Tidak lama kemudian ayat suci selesai dilantunkan dan dilanjut dengan doa penutup.

Buhul || TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang