👹 Buhul || Bab 30

388 21 18
                                    

Tamat

Selamat Membaca

👹👹👹

***

Hari berganti dengan cepat, waktu seakan membawa Rasmi menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Satu tahun telah berlalu, kejadian kemarin menjadi pelajaran bagi dirinya bagaimana cara mengikhlaskan serta memaafkan.

Berdamai dengan masa lalu membuat hati Rasmi menjadi tenang, senyum wanita cantik itu lebih lega terlihat dari cekungan indah yang muncul di pipinya.

Saat ini wanita itu sedang ikut berpartisipasi dengan lomba mengaji di Musala Baiturrahim, lebih tepatnya menjadi juri serta pembawa acara lomba kemerdekaan Indonesia yang ke 60 tahun.

Semua anak-anak berkumpul di sana, mereka terlihat ceria menantikan siapa yang menjadi juara lomba mengaji tersebut.

Rasmi menyapa para hadirin dengan ceria. “Assalamualaikum semua."

“Waalaikumussalam, Bu Ustazah!” jawab mereka serentak.

“Alhamdulillah, masih semangat?!"

“Masih!”

Fatma yang tidak sabar menunggu pemenang lomba mengaji lekas berteriak, “Masih Mbak Rasmi, ayo, siapa pemenangnya, Mbak!”

“Wah, Fatma tidak sabar ternyata. Apa kalian juga tidak sabar, siapa kira-kira pemenangnya?”

“Iya, Ustazah. Cepat, siapa yang menang!” sahut Budi, salah satu peserta lomba.

Rasmi pun mengangguk, dia lekas mengumumkan juara dua, tiga, harapan serta favorit.

Satu per satu mereka yang mendapat juara maju ke depan, di sana Jaka selaku kepala dusun memberikan hadiah serta bingkisan.

Tinggal juara utama yang amat dinantikan mereka bahkan Fatma terdengar menangis ketika namanya tidak kunjung dipanggil.

Mbak Marni mengusap air mata yang terus membasahi pipi tembam sang putri, sesekali dia menjelaskan jika menang atau kalah itu sama saja.

“Mbak Rasmi kenapa bohong sama Fatma, kemarin dia bilang suara Fatma merdu ketika mengaji. Kenapa sekarang Fatma kalah!” rengek Fatma masih terus menangis.

“Mbak Rasmi tidak berbohong, kok. Dia bicara jujur, Fatma kalau mengaji memang bagus. Namun, meskipun tidak menang Fatma tetap mendapatkan hadiah.”

“Hadiah, mana Bunda?” tanya Fatma.

“Hadiahnya nanti dikasih sama Allah pahala yang berlipat ganda.”

Rasmi tersenyum ketika membuka amplop berisi nama juara utama, lekas dia mengumumkan pemenangnya. “Juara pertama adalah Fatmawati Salsabila, selamat untuk adik Fatma, silakan maju ke depan untuk mengambil hadiah.”

Fatma yang mendengar langsung bangkit, gadis berumur enam tahun lebih enam bulan itu berlari menerjang Rasmi.

"Terima kasih, ya, Mbak Rasmi. Ternyata Mbak tidak bohong kalau suara mengaji Fatma bagus."

“Sama-sama cantik, sekarang ayo salim dahulu sama Pak Wo."

Fatma tersenyum menatap Jaka, dia juga menerima hadiah yang cukup besar juga bingkisan. Tidak hanya itu, mereka yang tidak juara juga mendapatkan alat tulis.

***

Dalam gelapnya malam, derik walang kecek amat memekakkan telinga. Tampak seorang lelaki menenteng kantung keresek besar, kemudian masuk ke kamar.

Tidak lupa dia melepas sendal, lalu memasukkannya ke dalam ember yang berisi air serta cabai. Lelaki itu terus bergumam, duduk bersimpuh sembari membuka barang bawaannya.

Kulit jagung, botol bekas, kulit mangga, plastik mie instan dan masih banyak lagi. Benda-beda yang dia pungut kemudian diletakkan di sudut kamarnya bersama barang yang lainnya.

Tidak lama kemudian lelaki itu seakan mendengar suara sang istri. Dia menoleh ke belakang membuat luka bakar di pipinya terlihat akibat pantulan dari bohlam.

"Istriku, sini masuk. Suamimu ini baru dapat sumbangan, tadi antri di balai desa. Ayo, cepat sini!"

Tangannya melambai, seolah mengajak seseorang untuk mendekat. Namun, jika dilihat dari netra biasa, di sana hanya ada dirinya dan kehampaan yang mencekik.

Tawa renyah terdengar, lelaki itu mengambil kulit mangga kemudian menyerahkan ke samping.

"Oh, kamu sudah kenyang," kata Panji mengangguk "Ya, sudah kalau begitu aku saja yang makan martabaknya."

Di saat yang bersamaan, Mbok Nem menyaksikan apa yang lelaki itu perbuat. Netranya berkaca-kaca melihat betapa mirisnya kehidupan anaknya. Bagaimanapun juga, Panji adalah darah daging lelaki yang dulu pernah dicintai.

"Panji."

Panji menoleh, senyum yang tadi tampak bahagia sekarang hilang dalam sekejap. Yang ada hanya raut ketakutan, membuat lelaki itu langsung bangkit dan bersembunyi di kolong tempat tidur.

***

SEKIAN

👹BUHUL👹


 








Taqabbalallahu minna wa minkum.
Selamat hari raya idul fitri 1445 H
Mohon maaf lahir batin teman-teman.
🙏🏻🙏🏻🙏🏻

Alhamdulillah, akhirnya Buhul berada di akhir cerita.

Terima kasih kepada yang Maha Kuasa yang telah memberikan segalanya.
Terima kasih juga sudah membaca cerita Buhul dari awal sampai akhir, ambil pelajaran yang terselip. Untuk yang memberikan tanggapan berupa vote dan komen, semoga dilancarkan rezekinya.
Amin🤲🏻

Cerita ini hanya karangan untuk menghibur para pembaca, maaf jika ada kesalahan atau kata-kata menyinggung.

Sampai jumpa di cerita horor karya Air_hujan127 selanjutnya.

👹👹👹

Buhul || TAMATWhere stories live. Discover now