👹 Buhul || Bab 13

390 50 8
                                    

Hal Tidak Terduga

👹👹👹

Selamat membaca

***


Burung pipit tampak mondar-mandir membawa rumput kering ke atas pohon mangga. Rumput-rumput tersebut diselipkan di tempat yang agaknya cocok untuk dibuat sangkar.

Tampak ranting pohon mangga tersebut sudah berbunga. Orang dahulu biasanya menandai akan masuk musim panas jika pohon mangga berbunga.

Tidak hanya itu, terkadang malam hari terasa panas, kemudian menjelang pagi hawa menjadi lebih dingin. Hal itu cocok sekali untuk bergelut dengan selimut.

Akan tetapi, tidak untuk Rasmi. Sinar matahari menerobos sela pepohonan, wanita yang tampil cantik dengan gamis serta kerudung coklat itu sibuk dengan tanaman.

Hari berganti dengan begitu cepat, dua Minggu sudah Rasmi tanpa sang suami. Namun, meninggalnya sang suami tidak menyurutkan kehidupannya.

Wanita itu tidak berusaha melupakan, tetapi dia akan menjadikan itu sebagai bentuk keikhlasan serta ketabahan diri. Meskipun pernikahannya belum genap satu bulan, Rasmi amat mencintai almarhum Dani.

Sejak menikah dengan Dani, beberapa hal yang tersembunyi perlahan dia ketahui. Selain mudah bergurau, tenyata almarhum suaminya itu hobi mengoleksi bunga.

Banyak jenis bunga di sana seperti, anggrek mawar, melati, eforbia, bugenvil, catnip, kamboja serta beberapa bentuk kaktus.

Sekarang Rasmi menyibukkan diri untuk memindahkan bunga anggrek yang menempel di pohon sawo ke beberapa pot tanah liat. Dia ingin mencontoh Ambar yang berhasil menanam beberapa anggrek di pot tersebut yang diisi serabut kelapa dan arang.

"Mbak Rasmi."

Rasmi menoleh, dia melihat Fatma sedang naik sepeda roda tiga. Senyum lekas tersemat di wajah cantiknya ketika melihat Mbak Marni ada di belakang anak itu.

"Lagi bercocok tanam, Ras?" tanya Mbak Marni.

"Iya, Mbak. Lagi memindahkan anggrek di pot tanah liat."

Mbak Marni berjalan mendekat, dia melihat bunga anggrek yang menempel di pohon sawo. "Ini warna apa, Ras?"

"Itu ada dua warna Mbak, Kuning sama ungu. Soalnya punya ibu juga begini, sama."

"Aku juga punya yang warna ungu, tetapi bunganya kecil," kata Mbak Marni sembari memegang daunnya.

Rasmi mengangguk, dia mendekati Mbak Marni yang masih mengamati bunga tersebut. "Iya, aku pernah lihat. Sayangnya aku tidak tahu jenis apa, Mbak."

"Iya, sama Ras," sahut Mbak Marni terkekeh. Wanita berumur tiga puluh tahun itu menelisik wajah Rasmi. "Kamu kenapa tidak tinggal sama Bude saja?"

Rasmi tersenyum sembari menoleh ke belakang. Menelisik rumah peninggalan Dani yang sederhana, tetapi banyak kenangan.

Berat rasanya jika harus membiarkan rumah tersebut tidak terurus, lebih baik tinggal sendiri daripada menghilangkan kenangan yang Rasmi miliki.

"Aku sudah nyaman di sini, Mbak."

Mbak Marni mengangguk, dia mengusap bahu Rasmi beberapa kali sembari berkata, "Terbiasa, ya, Ras. Tidak apa-apa, legakan hatimu saja."

👹BUHUL👹

Langit gelap berhias bulan sabit, tampak indah walaupun tanpa taburan bintang. Kendati begitu, masih bisa membuat seseorang bahagia dalam aswadnya.

Senyum terus merekah di wajah khas Jawa miliknya, sembari memerhatikan sorotan sinar yang memantul bukan dari sang bulan, tetapi dari cincin takhta berlian yang ada di tangannya.

Panji menghela napas keras untuk melegakan hati yang terus berbunga-bunga, niatnya untuk melamar Rasmi membuat lelaki itu bersemangat. Kepercayaan dirinya telah berada di tingkat tertinggi, tidak ada rasa takut juga khawatir akan penolakan Rasmi.

Sedikit pun tidak terpikirkan jika Rasmi menolak ajakannya untuk menikah. Panji punya segalanya, tampan, kaya serta mempunyai kedudukan yang patut dibanggakan.

Siapa yang tidak suka dipinang oleh lelaki macam dia, dahulu memang sempat tersingkirkan oleh Dani si ustaz muda. Namun, sekarang tidak ada lagi batu sandung yang menghalanginya.

Tanpa menunggu lama, lekas Panji berdiri dari kursi rotan yang ada di teras rumah. Kemeja biru tua serta celana hitam menegaskan kesiapannya.

Aroma segar dari kayu vetiver menguar dari tubuh ketika semilir angin menerjang. Langkah tegas membawanya menuju suatu tempat yang mana rumah itu akan menjadi tujuan malam ini.

Tidak membutuhkan waktu lama, lelaki itu sampai di depan rumah Rasmi. Di balik pohon sawo, Panji berdiri mengamati.

Sebelum benar-benar bertemu dengan pujaan hatinya, lelaki itu merapikan pakaian yang dikenakan. Setelah itu langkah tegas membawanya menaiki beberapa undakan tangga, hingga sosok cantik itu terlihat santai berada di ruang tamu.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam," gumam Rasmi. Wanita itu lekas bangkit, dia meletakkan teh di depannya kemudian berjalan mendekati Panji. "Pak Wo? Ada perlu apa, ya, Pak?"

Panji menatap Rasmi, dia tersenyum sembari berkata, "Saya datang ke sini ada perlu sama Mbak Rasmi."

Rasmi mengangguk, raut bingung masih terlihat di wajahnya. Namun, wanita itu dengan cepat menggantinya dengan senyum tipis. "Oh, begitu, tetapi maaf Pak Panji. Saya tidak bisa mengizinkan Anda masuk."

Rasmi merasa sungkan terhadap Panji, datangnya lelaki itu membuat dia merasa canggung. Sebagai seorang janda dia harus menjaga kehormatannya, salah satunya tidak menerima tamu laki-laki tanpa orang lain yang menemani.

Dalam Islam memang dianjurkan untuk bersilaturahmi dengan kerabat, teman atau tetangga. Mempererat tali persaudaraan membuat kita semakin rukun dan harmonis, tidak hanya itu ternyata silaturahmi bisa memperlancar rezeki serta memperpanjang umur.

Namun, adab dalam menerima tamu juga harus dilakukan. Salah satunya adalah menerima saat ada mahramnya atau orang lain untuk menemani.

Keadaan Rasmi saat ini tidak memungkinkan, dia tinggal sendirian di rumah. Tidak mungkin menolak kedatangan Panji maka terpaksa mempersilakan pituwo dusun agar duduk di dipan yang ada di teras.

"Sebelumnya saya minta maaf, Pak. Bukan maksud tidak sopan, tetapi saya tinggal sendiri. Agar tidak menimbulkan fitnah, saya terpaksa tidak mempersilakan Pak Panji masuk."

Senyum masih tersemat di wajah Panji, lelaki itu mengangguk kemudian berjalan menuju dipan. "Tidak apa-apa, Mbak. Saya paham, kok."

"Kalau boleh tahu, ada apa mencari saya?"

Tanpa ragu lelaki itu menatap Rasmi, senyum cerah terpancar dari wajahnya sampai suatu niat terlontar dengan mulus. "Saya mau melamar, Mbak Rasmi, apa Mbak Rasmi menerima lamaran saya?"

Rasmi benar-benar terkejut dengan apa yang Panji katakan, wanita itu terdiam dengan wajah pias. Jantungnya berdebar cepat menyebarkan getaran pada tubuhnya.

Ternyata kedatangan Panji malah mengusik emosinya, bagaimana mungkin lelaki yang terkenal kehormatannya melamar di saat dirinya belum selesai masa idah.

"Astagfirullah!" sentak Rasmi. "Itu tidak mungkin, Pak. Maaf, lebih baik Bapak pergi dari rumah saya!"


👹BUHUL👹






Jangan lupa jejak kalian, ya.

Buhul || TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang